Jumat, 13 September 2019

MABIT (Malam Bina Iman dan Taqwa)

(Menghidupkan masjid sesuai Sunnah)

Sessi pertama
Ruqiah Syar’iyah
Oleh Ust. Jujun Juhana, S.Si


A.        Tanda-tanda Dicintai oleh Jin. Apakah Anda termasuk?
Manusia pada dasarnya selalu diserang jin dengan berbagai cara. Ada yang berhasil, ada pula yang gagal.
Serangan jin bermacam-macam. Bisa digoda untuk tidak melakukan ketaatan tertentu.
Hal itu dipaparkan praktisi rehab hati, Ustaz Jujun Juhana, S.Si. Beliau aktif sbg tenaga pendidik juga di SMA Pesantren Hayatan Thayyibah hadir dlm acara MABIT bareng dengan para santri dari kls X (ikhwan) Masjid Abdurrahman Bin Auf, Sabtu (13/9/2019).


Menurutnya, setan selalu berusaha menggoda manusia dari berbagai arah. Semua itu dilakukan untuk membalas dendamnya kepada Nabi Adam alaihissalam sebagaimana firman Allah dalam Alquran surah Al-A'raf ayat 17.
"Kemudian saya (jin) akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)."
Setan atau jin yang menjadi musuh utama manusia mempunyai banyak cara untuk masuk ke tubuh manusia. Makhluk tersebut mencari tubuh yang memiliki daya tahan yang lemah dan ketebalan iman yang kurang. Setan maupun jin mampu memasuki tubuh seseorang terlebih lagi pada saat orang tersebut berada dalam kesendirian.
Ustaz Juna, panggilan beliau di lingkungan praktisi rehab hati menjelaskan, secara natural memang setan atau jin memusuhi manusia. Itu juga termasuk ketika manusia tidak memiliki senjata untuk melawan mereka dan manusia tidak mengakui keberadaan mereka disekitarnya. Setan menyerang manusia sedangkan manusia tidak bisa menyerang setan.
"Termasuk hal yang alami mungkin terjadi manusia tidak pernah membaca doa sehari-hari sehingga setan masuk. Selain itu, ada juga nafsu, setan yang diundang melalui ritual, jin keturunan, dan sihir. Kesemuanya adalah sebab gangguan jin," terangnya.
Makanya, kata dia, manusia harus selalu mengingat Allah subhanahu wata'ala agar senantiasa terhindar dari serangan setan dan jin. 

Caranya taat beribadah, rajin membaca Alquran, menghindari sesuatu barang/benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib seperti menyembah pohon, dan lain-lain.
Selain itu, Ustadz Jujun Juhana, S.Si juga menjelaskan ciri-ciri seseorang yang dicintai jin. Setidaknya ada pada remaja tanda-tandanya seperti berikut :
1. Sering mimpi basah
2. Merasakan ada bayangan seseorang yang berbaring atau tidur di sampingnya
3. Merasakan bayangan yang sama di sampingnya
4. Dorongan kuat untuk selalu melakukan onani/masturbasi
5. Sering muncul tanda lebam di area paha dan betis tanpa sebab

B.      Hukum ruqiah
"Sesungguhnya ruqiah, tamimah dan tiwalah adalah syirik" (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Yg dimaksud ruqiah termasuk perbuatan syirik diatas adalah ruqiah yg tidak syariah.
Ruqih syariah adalah ruqiah yg dilakukan oleh Rasululloh saw sendiri. Yakni dgn ruqiah yg sahihah dgn membaca fatihah, ayat kursy, al kafirun, al ikhlas, al falaq dan al nas. 



Lalu meniupkan ke anggota yg sakit atau menyapu seluruh badannya dgn telapak tangan. Di antaranya hadis yg diriwayatkan oleh Jabir Bin Abdulloh, Abu Said al Khudry.

Sessi kedua
Menjaga Makanan
Oleh Ust. Aldo Kasan Awwali
كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنَ الْحَرَامِ فَالنَّارُ اَوْلَى لَهُ (رَوَاهُ الترُّمِيْذِي وَحَسَّنَهُ)
Makanan merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup, termasuk manusia. Dengannya pula, kita bias menjadi baik dan buruk. Karena makanan itu sendiri yang akan mendarah daging. Sehingga Rasululloh Saw bersabda,
“Setiap daging yang tumbuh dari makanan yang haram, maka neraka lebih pantas baginya.” (HR. al Turmidziy dan disahihkan).


Penting pula kiranya, kita mengetahui bagaimana makanan tersebut dibuat. Apalagi di zaman modern seperti sekarang dengan didukung oleh teknologi yang memadai tidak sedikit kita khususnya umat islam kurang memperhatikan halal tidaknya makanan yang dikonsumsi.
Rasululloh Saw bersabda,
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman, yang saat itu seseorang tidak peduli lagi dari mana dia mendapatkan harta, apakah dari jalan halal ataukah yang haram’. [HR. al-Bukhâri]
Hal tersebut senada dengan apa yang diulas oleh Ustadz Aldo Kasan Awwali seorang praktisi pendidikan alumni Pesantren Al Raayah, Sukabumi. Beliau pun aktif sebagai pengajar di SMA Pesantren Hayatan Thayyibah.
“Coba perhatikan beberapa makanan berikut!” ajaknya untuk menyimak beberapa produksi makanan cepat saji (instan) ternyata mengandung zat-zat yang berbahaya dan bahkan mengandung minyak babi.
Adakalanya seorang Muslim bersungguh-sungguh dalam melakukan amal shalih akan tetapi ia memandang remeh dan kurang peduli dengan masalah mengkonsumsi harta yang haram, padahal akibatnya sangat fatal. Orang seperti ini akan rugi di dunia dan di akhirat. Amal ibadahnya tertolak, doanya tidak akan diijabahi (tidak dikabulkan oleh Allâh Azza wa Jalla) dan harta serta usahanya tidak akan diberkahi.
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla baik dan Dia tidak akan menerima kecuali yang baik."
Semoga bermanfaat

Album Kegiatan MABIT
Pelatihan Ruqiah
Santri Hayatan Thayyibah 
sedang menyimak paparan tentang ruqiah dari Ust. Jujun Juhana, S.Si
Konsep Ruqiah dari Rehab Hati
Tanda-tanda Gangguan Jin
Solusi Sihr atau Gangguan Jin
Mendekatkan diri dgn Tahajjud
MARKISA (Mengaji jangan sambil bercanda)
IM3 (Ingat-ingat Mendirikan shalat, Mengaji dan Memberi)

MENTARI
(Membaca al Qur'an Tiap Hari)

SIMPATI
(Simpan Barang dengan Hati-hati)







 

Rabu, 04 September 2019

BPJS (Bahan Penilaian JANG Semester 1)

Materi Hadis PTS 1



Hadis ke-1
Adab Imam Syafi'iy di hadapan Gurunya Imam Malik
كُنْتُ أُصَفِّحُ اْلوَرَقَةَ بَيْنَ يَدَي مَالِكٍ صُفُحًا رَفِيْقًا هَيْبَةً لَهُ لِئَلَّا يَسْمَعَ وَقْعَهَا
“Dulu aku membolak balikkan kertas di depanImam Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya”.

Hadis ke-2
Larangan berkholwat
لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
“Janganlah salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan muhrimny
a) karena setan adalah yang ketiganya.” (HR. Ahmad).

Hadis ke-3
Menjaga pandangan
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku bertanya kepada Rasulrulloh Saw mengenai pandangan yang tidak disengaja. Maka beliau memerintahkanku supaya memalingkan pandanganku. (HR. Muslim).

Hari ke-4
Wanita dalam pandangan mata laki2
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki.” (HR. Tirmidzi, shahih)
Hadis ke-5
'Iffah (memjaga diri dari hal yg dilarang)
كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ وَالْمَرْأَةُ إِذَا اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِالْمَجْلِسِ فَهِىَ كَذَا وَكَذَا يَعْنِى زَانِيَةً
“Setiap mata berzina dan seorang wanita jika memakai minyak wangi lalu lewat di sebuah majelis (perkumpulan), maka dia adalah wanita yang begini, begini, yaitu seorang wanita pezina”.

Hadis ke-6
Memuliakan guru
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَا يَرْحَمُ صَغِيْرَنَا وَلَا يُكْرِمُ مُعَالِمِنَا
 “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama” (HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami).
Hadis ke-7
Ta'zim kpd Rasululloh Saw
كُنَّا جُلُوْسًا فِي الْمَسْجِدِ إذْ خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ فَجَلَسَ إِلَيْنَا فَكَأَنَّ عَلَى رُؤُوْسِنَا اْلطَّيْرُ لَا يَتَكَلَّمُ أَحَدٌ مِنَّا
 “Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).

Hadis ke-8
Kata Hikmah Imam Syafi'iy rahimahulloh Ta'ala
اِصْبِرْ عَلَى مُرِّ الْجَفَا مِنْ مُعَلِّمٍ
فَإِنَّ رُسُوْبَ الْعِلْمِ فِيْ نَفَرَاتِهِ
“Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru,
Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya”

Hadis ke-9
Ada berbicara kdp orang tua
وَإِذَا تَكَلَّمَ خَفَضُوا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ ، وَمَا يُحِدُّوْنَ إِلَيْهِ النَّظْرَ؛ تَعْظِيْمًا لَهُ
“Jika para sahabat berbicara dengan Rasululloh, mereka merendahkan suara mereka dan mereka tidak memandang dengan pandangan tajam sebagai bentuk pengagungan terhadap Rasululloh.” (HR. Al Bukhari).
Hadis ke-10
Keutamaan Masjis dan Membangunnya
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِى بِهِ وَجْهَ اللَّهِ ، بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang membangun masjid (karena mengharap wajah Allah), Allah akan membangunkan bangunan yang semisalnya di surga.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari ‘Utsman bin ‘Affan).






Kaskul CB dan PPT

Adab Sehari-hari
sesuai Tuntunan Sunah Nabi Muhammad Saw


A.                    ADAB DI MAJLIS ILMU
Yang perlu diperhatikan oleh penuntut ilmu di zaman ini adalah adab dalam menuntut ilmu. Di zaman modern saat ini, beberapa pendidik merasa adab para murid mulai berkurang. Misalnya:

·           Kurang hormat dengan gurunya
·           Terlambat ketika menghadiri majelis ilmu
·           Tidak mengulangi (muraja’ah) pelajaran sebelumnya

Padahal dengan abda yang baik maka ilmu tersebut menjadi berkah. Bagaimana ingin mendapatkan keberkahan ilmu jika adabnya saja tidak diperhatikan. Ilmu tersebut mungkin tidak akan bertahan lama
Padahal di zaman keemasannya adab menuntut ilmu sangat diperhatikan oleh para ulama. Misalnya:

1)        Datang ke majelis ilmu sebelum pelajaran di mulai bahkan ada yang sampai menginap agar dapat tempat duduk terdepan karena majelis ilmu saat itu sangat ramai.
2)        Menghapal beberapa buku (matan/ringkasan isi) sebelum belajar ke ulama. Bahkan beberapa ulama mempersyaratkan jika ingin belajar kepadanya harus hafal dahulu. Misalnya imam Malik yang mempersyaratkan harus hafal kitab hadits yang tebal yaituAl-Muwattha’.
3)        Menjaga suasana belajar dengan fokus dan tidak bermain-main. Misalnya bermain gadget atau HP atau mengobrol dengan temannya.
Misalnya kisah berikut ini, dikisahkan oleh Ahmad bin Sinan mengenai majelis Abdurrahman bin Mahdi, guru Imam Ahmad, beliau berkata,
كَانَ عَبْدُ الرَحْمَنِ بْنُ مَهْدِي لاَ يَتَحَدَّثُ فِي مَجْلِسِهِ، وَلَا يَقُوْمُ أَحَدٌ وَلاَ يَبْرَى فِيْهِ قَلَمٌ، وَلاَ يَتَبَسَّمُ أَحَدٌ
Tidak ada seorangpun berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada seorangpun yang berdiri, tidak ada seorangpun yang mengasah/meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum.” (Siyaru A’lamin Nubala’ 17/161, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah).

Berikut beberapa kisah dari ulama, mereka menekankan agar belajar adab dahulu baru ilmu. Imam Malik rahimahullahu mengisahkan,
قَالَ مَالِكٌ: قُلْتُ لِأُمِّيْ: ” أَذْهَبُ، فَأَكْتُبُ اْلعِلْمَ “، فَقَالَتْ: ” تَعَالَ، فَالْبِسْ ثِيَابَ اْلعِلْمِ “، فَأَلْبَسَتْنِيْ مُسْمِرَّةَ، وَوَضَعَتِ الطِّوِيْلَةَ عَلَى رَأْسِيْ، وَعَمَّمَتْنِيْ فَوْقَهَا، ثُمَّ قَالَتْ: ” اِذْهَبْ، فَاكْتُبْ اْلآنَ “، وَكَانَتْ تَقُوْلُ: ” اِذْهَبْ إِلَى رَبِيْعَةَ، فَتَعَلًّمْ مِنْ أَدَبِهِ قَبْلَ عِلْمِهِ
“Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’ Ibuku berkata,‘Kemarilah!, Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan, ‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah mengatakan, ‘Pergilah kepada Rabi’ah (guru Imam Malik, pen)! Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’.” (‘Audatul Hijaab 2/207, Muhammad Ahmad Al-Muqaddam, Dar Ibul Jauzi, Koiro, cet. Ke-1, 1426 H, Asy-Syamilah).

Berkata Adz-Dzahabi rahimahullahu,
كَانَ يَجْتَمِعُ فِي مَجْلِسِ أَحْمَدَ زَهَاءَ خَمْسَةَ آلاَفٍ أَوْ يَزِيْدُوْنَ نَحْوَ خَمْسَ مِائَةٍ يَكْتُبُوْنَ، وَالْبَاقُوْنَ يَتَعَلَّمُوْنَ مِنْهُ حُسْنَ اْلأَدَبِ وَالسَّمَتِ
Yang menghadiri majelis Imam Ahmad ada sekitar 5000 orang atau lebih. 500 orang menulis [pelajaran] sedangkan sisanya hanya mengambil contoh keluhuran adab dan kepribadiannya.” (Siyaru A’lamin Nubala’ 21/373, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah).

B.                               Adab Bergaul dengan Lawan Jenis
Bukan hal yang mudah masa-masa remaja yang penuh dinamika pubertas. Godaan-godaan untuk menjadi remaja yang islami sering kali datang menggebu-gebu. Terlebih dilahirkan sebagai seorang wanita adalah anugerah yang sangat indah dari Allah Ta’ala. Sebuah anugerah yang tidak dimiliki oleh seorang pria, anugerah itu bertambah manakala menjadi muslimah yang mukminah yaitu wanita muslimah yang beriman kepada Allah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim)
Menjadi wanita muslimah yang beriman kepada Allah tentu tidak mudah,karena banyak sekali godaan-godan dalam mencapainya. Dikarenakan  balasan yang Allah janjikan pun tidak terbandingkan dan semua wanita pun menginginkannya.
Salah satu godaan yang amat besar pada usia remaja adalah “rasa ketertarikan terhadap lawan jenis”. Memang, rasa tertarik terhadap lawan jenis adalah fitrah manusia, baik wanita atau lelaki. Namun kalau tidak bisa memenej perasaan tersebut,maka akan menjadi malapetaka yang amat besar,baik untuk diri sendiri ataupun untuk orang yang kita sukai. Sudah Allah tunjukkan dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telingan adalah dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan atau berangan-angan. Dan kemaluanlah yang membenarkannya (membenarkan atau mengingkari yang demikian). (HR. Muslim).
Sebagai wanita muslimah tentu harus yakin bahwa kehormatan diri harus dijaga dan dirawat, terlebih ketika berkomunikasi atau bergaul dengan lawan jenis agar tidak ada mudhorot (bahaya) atau bahkan fitnah. Di bawah ini akan kami ungkapkan adab-adab bergaul  dengan lawan jenis. Di antaranya:
Pertama: Dilarang untuk berkholwat (berdua-duan)
TTM, teman tapi mesra, kemana-mana bareng, ke kantin bareng, berangkat sekolah bareng, pulang sekolah bareng. Hal ini merupakan gambaran remaja umumnya saat ini,di mana batas-batas pergaulan di sekolah umum sudah sangat tidak wajar dan melanggar prinsip Islam. Namun tidak mengapa kita sekolah di sekolah umum jika tetap bisa menjaga adab-adab bergaul dengan lawan jenis. Jika ada seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan maka yang ketiga sebagai pendampingnya adalah setan.
Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia berkhutbah di hadapan manusia di Jabiyah (suatu perkampungan di Damaskus), lalu ia membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
“Janganlah salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan muhrimnya) karena setan adalah yang ketiganya.” (HR. Ahmad).

Daripada setan yang menemani kita lebih baik malaikat bukan? Ngaji, membaca Al Quran dan memahami artinya serta menuntut ilmu agama Insya Allah malaikatlah yang akan mendampingi kita.Tentu sebagai insan yang cerdas, kita akan lebih memilih untuk didampingi oleh malaikat.

Kedua: Menundukkan pandangan

Pandangan laki-laki terhadap perempuan atau sebaliknya adalah termasuk panah-panah setan. Kalau hanya sekilas atau spontanitas atau tidak sengaja maka tidak menjadi masalah pandangan mata tersebut, pandangan pertama yang tidak sengaja diperbolehkan, namun selanjutnya adalah haram. Ketika melihat lawan jenis, maka cepatlah kita tundukkan pandangan itu, sebelum Iblis memasuki atau mempengaruhi pikiran dan hati kita. Segera  mohon pertolongan kepada Allah agar kita tidak mengulangi pandangan itu.
Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku bertanya kepada Rasululloh Saw mengenai pandangan yang tidak disengaja. Maka beliau memerintahkanku supaya memalingkan pandanganku. (HR. Muslim).

Ketiga: Jaga aurat terhadap lawan jenis
Jagalah aurat dari pandangan lawan jenis yang bukan mahramnya. Maksudnya mahram di sini adalah laki-laki yang haram untuk menikahi kita atau sebaliknya. Yang tidak termasuk mahram seperti teman sekolah, teman bermain, teman pena bahkan teman dekat pun kalau dia bukan mahram, maka kita wajib menutup aurat kita dengan sempurna. Maksud sempurna di sini yaitu seorang wanita wajib menggunakan jilbab yang menjulur ke seluruh  tubuh dan menutupi dada. Kain yang dimaksud pun adalah kain yang disyariatkan :
1.      Kainnya tidak boleh tipis;
2.      Tidak boleh sempit; dan
3.      Tidak membentuk lekuk tubuh kita.

Adapun yang bukan termasuk aurat dari seorang wanita adalah kedua telapak tangan dan muka atau wajah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki.” (HR. Tirmidzi, shahih)
Keempat: Tidak boleh ikhtilat (campur baur antara wanita dan pria)
Ikhtilat itu adalah campur baurnya seorang wanita dengan laki-laki di satu tempat tanpa ada hijab. Di mana ketika tidak ada hijab atau kain pembatas masing-masing wanita atau lelaki tersebut bisa melihat lawan jenis dengan sangat mudah dan sesuka hatinya. Tentu seorang muslimah yang baik tidak mau dijadikan obyek pandangan oleh banyak laki-laki bukan? Oleh karena itu ia wajib menundukkan pandangan, demikian pun yang laki-laki mempunyai kewajiban yang sama untuk menundukkan pandangannya terhadap wanita yang bukan mahramnya, karena ini adalah perintah Allah dalam Al Qur’an dan akan menjadi berdosa bila tidak mentaatinya.
Kelima: Menjaga kemaluan
Menjaga kemaluan juga bukan hal yang mudah,karena dewasa ini banyak sekali remaja yang terjebak ke dalam pergaulan dan seks bebas. Sebagai muslim-muslimah yang baik wajib tahu bagaimana caranya menjaga kemaluan. Caranya antara lain :
1.             Dengan tidak melihat gambar-gambar yang senonoh atau membangkitkan nafsu syahwat,
2.             Tidak terlalu sering membaca atau menonton kisah-kisah percintaan,
3.             Tidak terlalu sering berbicara atau berkomunikasi dengan lawan jenis, baik bicara langsung (tatap muka) ataupun melalui telepon, SMS, chatting, YM dan media komunikasi lainnya.
Sudah selayaknya sebagai seorang muslim-muslimah baik remaja atau dewasa, kita mempunyai niat yang sungguh-sungguh untuk mematuhi adab-adab bergaul dengan lawan jenis tersebut. Semoga Allah memudahkan usaha kita. Amin.

C.              Adab kepada Guru

Guru merupakan aspek besar dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan adalah ilmu agama yang mulia ini. Para pewaris nabi begitu julukan mereka para pemegang kemulian ilmu agama. Tinggi kedudukan mereka di hadapan Sang Pencipta.
Ketahuilah, para pengajar agama mulai dari yang mengajarkan iqra sampai para ulama besar, mereka semua itu ada di pesan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau bersabda,
لَلَيْسَ مِنَّا مَنْ لَا يَرْحَمُ صَغِيْرَنَا وَلَا يُكْرِمُ مُعَالِمِنَا
 “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama” (HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami).
Tersirat dari perkatanya shallahu ‘alaihi wa salam, bahwa mereka para ulama wajib di perlakukan sesuai dengan haknya. Akhlak serta adab yang baik merupakan kewajiban yang tak boleh dilupakan bagi seorang murid.
Guru kami DR. Umar As-Sufyani Hafidzohullah mengatakan,
“Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya. Itu semua contoh dari dampak buruk.”
Menghormati guru
Para Salaf, suri tauladan untuk manusia setelahnya telah memberikan contoh dalam penghormatan terhadap seorang guru. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,
كُنَّا جُلُوْسًا فِي الْمَسْجِدِ إذْ خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ فَجَلَسَ إِلَيْنَا فَكَأَنَّ عَلَى رُؤُوْسِنَا اْلطَّيْرُ لَا يَتَكَلَّمُ أَحَدٌ مِنَّا
 “Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).


Ibnu Abbas seorang sahabat yang ‘alim, mufasir Quran umat ini, seorang dari Ahli Bait Nabi pernah menuntun tali kendaraan Zaid bin Tsabit al-Anshari radhiallahu anhu dan berkata,
هَكَذَا أُمِرْنَا أَنْ نَفْعَلَ بِعُلَمَائِنَا
 “Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan para ulama kami”.
Berkata Abdurahman bin Harmalah Al Aslami,
مَا كَانَ إِنْسَانٌ يَجْتَرِئُ عَلَى سَعِيْدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ يَسْأَلُهُ عَنْ شَيْءٍ حَتَّى يَسْتَأْذِنَهُ كَمَا يَسْتَأْذِنَ اْلأَمِيْرُ
“Tidaklah sesorang berani bertanya kepada Said bin Musayyib, sampai dia meminta izin, layaknya meminta izin kepada seorang raja”.
Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata,
مَا وَاللَّهِ اجْتَرَأْتُ أَنْ أَشْرَبَ الْمَاءَ وَالشَّافِعِيُّ يَنْظُرُ إِلَيَّ هَيْبَةً لَهُ
 “Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”.
Diriwayatkan oleh Al–Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan
تَوَاضَعُوْا لِمَنْ تَعَلَّمُوْنَ مِنْهُ
“ Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”.
Al Imam As Syafi’i berkata,
كُنْتُ أُصَفِّحُ اْلوَرَقَةَ بَيْنَ يَدَي مَالِكٍ صُفُحًا رَفِيْقًا هَيْبَةً لَهُ لِئَلَّا يَسْمَعَ وَقْعَهَا
“Dulu aku membolak balikkan kertas di depan Imam Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya”.
Abu ‘Ubaid Al Qosim bin Salam berkata,
“Aku tidak pernah sekalipun mengetuk pintu rumah seorang dari guruku, karena Allah berfirman
, وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوا حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Kalau sekiranya mereka sabar, sampai kamu keluar menemui mereka, itu lebih baik untuknya” (QS. Al Hujurat: 5).
Sungguh mulia akhlak mereka para suri tauladan kaum muslimin, tidaklah heran mengapa mereka menjadi ulama besar di umat ini, sungguh keberkahan ilmu mereka buah dari akhlak mulia terhadap para gurunya.
Perhatikanlah adab-adab seorang pencari ilmu ketika berada di depan gurunya berikut!

1.             Adab Duduk
Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah di dalam kitabnya Hilyah Tolibil Ilm mengatakan,
“Pakailah adab yang terbaik pada saat kau duduk bersama syaikhmu, pakailah cara yang baik dalam bertanya dan mendengarkannya.”
Syaikh Utsaimin mengomentari perkataan ini,
“Duduklah dengan duduk yang beradab, tidak membentangkan kaki, juga tidak bersandar, apalagi saat berada di dalam majelis.”

Ibnul Jamaah mengatakan,
“Seorang penuntut ilmu harus duduk rapi, tenang, tawadhu’, mata tertuju kepada guru, tidak membetangkan kaki, tidak bersandar, tidak pula bersandar dengan tangannya, tidak tertawa dengan keras, tidak duduk di tempat yang lebih tinggi juga tidak membelakangi gurunya”.

2.             Adab Berbicara
Berbicara dengan seseorang yang telah mengajarkan kebaikan haruslah lebih baik dibandingkan jika berbicara kepada orang lain. Imam Abu Hanifah pun jika berada depan Imam Malik ia layaknya seorang anak di hadapan ayahnya.
Para Sahabat Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, muridnya Rasulullah, tidak pernah kita dapati mereka beradab buruk kepada gurunya tersebut, mereka tidak pernah memotog ucapannya atau mengeraskan suara di hadapannya, bahkan Umar bin khattab yang terkenal keras wataknya tak pernah menarik suaranya di depan Rasulullah, bahkan di beberapa riwayat, Rasulullah sampai kesulitan mendengar suara Umar jika berbicara. Di hadist Abi Said al Khudry radhiallahu ‘anhu juga menjelaskan,
كُنَّا جُلُوْسًا فِي الْمَسْجِدِ إذْ خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ فَجَلَسَ إِلَيْنَا فَكَأَنَّ عَلَى رُؤُوْسِنَا اْلطَّيْرُ لَا يَتَكَلَّمُ أَحَدٌ مِنَّا
 “Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
Sungguh adab tersebut tak terdapatkan di umat manapun.

3.        Adab Bertanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An Nahl: 43).
Bertanyalah kepada para ulama, begitulah pesan Allah di ayat ini, dengan bertanya maka akan terobati kebodohan, hilang kerancuan, serta mendapat keilmuan. Tidak diragukan bahwa bertanya juga mempunyai adab di dalam Islam. Para ulama telah menjelaskan tentang adab bertanya ini. Mereka mengajarkan bahwa pertanyaan harus disampaikan dengan tenang, penuh kelembutan, jelas, singkat dan padat, juga tidak menanyakan pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya.
Di dalam Al-Qur’an terdapat kisah adab yang baik seorang murid terhadap gurunya, kisah Nabi Musa dan Khidir. Pada saat Nabi Musa ‘alihi salam meminta Khidir untuk mengajarkannya ilmu,
اِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا
“Khidir menjawab, Sungguh, engkau(musa) tidak akan sanggup sabar bersamaku” (QS. Al Kahfi: 67).
Nabi Musa, Kaliimullah dengan segenap ketinggian maqomnya di hadapan Allah, tidak diizinkan untuk mengambil ilmu dari Khidir, sampai akhirnya percakapan berlangsung dan membuahkan hasil dengan sebuah syarat dari Khidir.
فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْراً
“Khidir berkata, jika engkau mengikuti maka janganlah engkau menanyakanku tentang sesuatu apapun, sampai aku menerangkannya” (QS. Al Kahfi:70).
Jangan bertanya sampai diizinkan, itulah syarat Khidir kepada Musa. Maka jika seorang guru tidak mengizinkannya untuk bertanya maka jangalah bertanya, tunggulah sampai ia mengizinkan bertanya. Kemudian, doakanlah guru setelah bertanya seperti ucapan, Barakallahu fiik, atau Jazakallahu khoiron dan lain lain. Banyak dari kalangan salaf berkata,
مَا صَلَّيْتُ إِلاَّ وَدَعَيْتُ لِوَالِدَيَّ وَلِمَشَايِخِيْ جَمِيْعَا
“Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru guruku semuanya.”

4.        Adab dalam Mendengarkan Pelajaran
Wahai para penuntut ilmu, bagaimana rasanya jika kita berbicara dengan seseorang tapi tidak didengarkan? Sungguh jengkel dibuatnya hati ini. Maka bagaiamana perasaan seorang guru jika melihat murid sekaligus lawan bicaranya itu tidak mendengarkan? Sungguh merugilah para murid yang membuat hati gurunya jengkel. Agama yang mulia ini tak pernah mengajarkan adab seperti itu, tak didapati di kalangan salaf adab yang seperti itu.
Sudah kita ketahui kisah Nabi Musa yang berjanji tak mengatakan apa-apa selama belum diizinkan. Juga para sahabat Rasulullah yang diam pada saat Rasulullah berada di tengah mereka.
Bahkan diriwayatkan Yahya bin Yahya Al Laitsi tak beranjak dari tempat duduknya saat para kawannya keluar melihat rombongan gajah yang lewat di tengah pelajaran, Yahya mengetahui tujuannya duduk di sebuah majelis adalah mendengarkan apa yang dibicarakan gurunya bukan yang lain.
Apa yang akan Yahya bin Yahya katakan jika melihat keadaan para penuntut ilmu saat ini, jangankan segerombol gajah yang lewat, sedikit suarapun akan dikejar untuk mengetahuinya seakan tak ada seorang guru di hadapannya, belum lagi yang sibuk berbicara dengan kawan di sampingnya, atau sibuk dengan gadgetnya.

5.        Mendoakan guru
Banyak dari kalangan salaf berkata,
مَا صَلَّيْتُ إِلاَّ وَدَعَيْتُ لِوَالِدَيَّ وَلِمَشَايِخِيْ جَمِيْعَا
 “Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru guruku semuanya.”
Memperhatikan adab-adab dalam menyikapi kesalahan guru
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَ خَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ
“Setiap anak Adam pasti berbuat kesalahan, dan yang terbaik dari mereka adalah yang suka bertaubat” (HR. Ahmad)
Para guru bukan malaikat, mereka tetap berbuat kesalahan. Jangan juga mencari-cari kesalahannya, ingatlah firman Allah,
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya” (QS. Al Hujurot:12).
Allah melarang mencari kesalahan orang lain dan menggibahnya, larangan ini umum tidak boleh mencari kesalahan siapapun. Bayangkan bagaimana sikap seseorang jika ia mendengar aib saudara atau kawannya? Bukankah akan menyebabkan dampak yang buruk akan hubungan mereka? Prasangka buruk akan mencuat, jarak akan tambah memanjang, keinginan akrab pun tak terbenak lagi di pikiran.
Lantas, bagaimanakah jika aib para ulama, dan para pengajar kebaikan yang tersebar? Sungguh manusia pun akan menjauhi mereka, ilmu yang ada pada mereka seakan tak terlihat, padahal tidaklah lebih di butuhkan oleh manusia melainkan para pengajar kebaikan yang menuntut hidupnya ke jalan yang benar. Belum lagi aib-aib dusta yang tersebar tentang mereka.
Sungguh baik para Salaf dalam doanya,
اللهم اسْتُرْ عَيْبَ شَيْخِيْ عَنِّيْ وَلَا تُذْهِبْ بَرَكَةَ عِلْمِهِ مِنِّىْ
 “Ya Allah tutupilah aib guruku dariku, dan janganlah kau hilangkan keberkahan ilmuya dari ku.”
Para salaf berkata,
لُحُوْمُ اْلعُلَمَاءِ مَسْمُوْمَةٌ
“Daging para ulama itu mengandung racun.”
Guru kami DR. Awad Ar-Ruasti Hafidzohullah menjelaskan tentang makna perkataan ini,
“Siapa yang suka berbicara tentang aib para ulama, maka dia layaknya memakan daging para ulama yang mengandung racun, akan sakit hatinya, bahkan dapat mematikan hatinya.”
Namun, ini bukan berarti menjadi penghalang untuk berbicara kepada sang guru atas kesalahannya yang tampak, justru seorang tolabul ‘Ilm harus berbicara kepada gurunya jika ia melihat kesalahan gurunya. Adab dalam menegur merekapun perlu diperhatikan mulai dari cara yang sopan dan lembut saat menegur dan tidak menegurnya di depan orang banyak.

6.        Meneladani penerapan ilmu dan akhlaknya
Merupakan suatu keharusan seorang penuntut ilmu mengambil ilmu serta akhlak yang baik dari gurunya. Kamipun mendapati di tempat kami menimba ilmu saat ini, atau pun di tanah air, para guru, ulama, serta ustad begitu tinggi akhlak mereka, tak lepas wajahnya menebarkan senyum kepada para murid, sabarnya mereka dalam memahamkan pelajaran, sabar menjawab pertanyaan para tolibul ilm yang tak ada habisnya, jika berpapasan di jalan malah mereka yang memulai untuk bersalaman, sungguh akhlak yang sangat terpuji dari para penerbar sunnah.
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata,
“Jika gurumu itu sangat baik akhlaknya, jadikanlah dia qudwah atau contoh untukmu dalam berakhlak. Namun bila keadaan malah sebaliknya, maka jangan jadikan akhlak buruknya sebagai contoh untukmu, karena seorang guru dijadikan contoh dalam akhlak yang baik, bukan akhlak buruknya, karena tujuan seorang penuntut ilmu duduk di majelis seorang guru mengambil ilmunya kemudian akhlaknya.”

7.        Sabar menyertainya
Tidak ada satupun manusia di dunia ini kecuali pernah berbuat dosa, sebaik apapun agamanya, sebaik apapun amalnya, sebanyak apapun ilmunya, selembut apapun perangainya, tetap ada kekurangannya. Tetap bersabarlah bersama mereka dan jangan berpaling darinya.
Allah berfirman :
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS.Al Kahfi:28).
Karena tidak ada yang lebih baik kecuali bersama orang orang yang berilmu dan yang selalu menyeru Allah Azza wa Jalla.
Al Imam As Syafi Rahimahullah mengatakan,
اِصْبِرْ عَلَى مُرِّ الْجَفَا مِنْ مُعَلِّمٍ
فَإِنَّ رُسُوْبَ الْعِلْمِ فِيْ نَفَرَاتِهِ
“Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru,
Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya”
Besar jasa mereka para guru yang telah memberikan ilmunya kepada manusia, yang kerap menahan amarahnya, yang selalu merasakan perihnya menahan kesabaran, sungguh tak pantas seorang murid ini melupakan kebaikan gurunya, dan jangan pernah lupa menyisipkan nama mereka di lantunan doamu. Semoga Allah memberikan rahmat dan kebaikan kepada guru guru kaum Muslimin. Semoga kita dapat menjalankan adab adab yang mulia ini.

Sebagian ulama salaf mengatakan, ketika seseorang akan menuntut ilmu maka seyogianya ia memperhatikan hal-hal berikut :

1.             Memilih Guru.
هَذَا اْلعِلْمُ دِيْنٌ فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ
”Ilmu adalah agama, maka hendaknya kalian melihat (mempertimbangkan terlebih dahulu) kepada siapakah kalian mengambil agama kalian itu (menimba ilmu pengetahuan).
2.        Bersungguh-sungguh (berusaha keras) dalam mencari seorang guru yang diyakini memiliki pemahaman ilmu-ilmu syariat (agama Islam) yang mendalam serta diakui keahliannya oleh guru-guru yang lain. Seorang guru yang baik adalah orang yang banyak melakukan kajian (pembahasan/penelitian), perkumpulan (berdiskusi), serta bukan hanya orang yang mempelajari ilmu hanya melalui buku (tanpa melalui bimbingan seorang guru) ataupun dia tidak pernah bergaul dengan guruguru lain yang lebih cerdas. Imam as-Syafi’i berkata:
مَنْ تَفَقَّهَ مِنْ بُطُوْنِ اْلكُتُبِ ضَيَّعَ اْلاَحْكَامَ
“Barang siapa mempelajari ilmu pengetahuan yang hanya melalui buku, maka ia telah menyia-nyiakan hukum”.
3.        Seorang pelajar hendaknya patuh kepada gurunya serta tidak membelot dari pendapat (perintah dan anjuran-anjurannya). Bahkan idealnya, sikap seorang pelajar kepada gurunya adalah laksana seorang pasien kepada seorang dokter yang ahli dalam menangani penyakitnya. Oleh karena itu, ia hendaknya selalu meminta saran terlebih dahulu kepada sang guru atas apapun yang akan ia lakukan dan serta berusaha mendapatkan restunya.
4.        Memiliki pandangan yang mulia terhadap guru serta meyakini akan derajat kesempurnaan gurunya. Sikap demikian akan mendekatkan keberhasilan seorang pelajar dan meraih ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Diriwayatkan dari Abu Yusuf bahwa sebagian ulama salaf pernah berkata:
مَنْ لَا يَعْتَقِدْ جَلَالَةَ اُسْتَاذَةٍ لَا يُفْلِحْ
“Barang siapa tidak memiliki tekad memuliakan guru, maka ia termasuk orang yang tidak beruntung”
5.        Sebagai wujud penghormatan seorang pelajar kepada seorang guru, diantaranya adalah tidak memanggil gurunya dengan panggilan “ Kamu”, “Anda”  atau sebutan “Antum” sekalipun dan lain sebagainya, terlebih memanggil nama langsung gurunya itu.’ Apabila ia hendak memanggil gurunya, hendaknya ia memanggil dengan sebutan “ ya sayyidi ( wahai tuanku)”, “ ya ustadzi ( wahai Guruku)”, dan sejenisnya.
6.        Mengerti akan hak-hak seorang guru serta tidak melupakan keutamaankeutamaan dan jasa-jasanya. Selain itu ia hendaknya selalu mendo’akan gurunya baik ketika gurunya itu masih hidup ataupun telah meninggal dunia (wafat), serta menghormati keluarga dan orang-orang terdekat yang dicintainya.
7.        Bersabar atas kerasnya sikap atau perilaku yang kurang menyenangkan dari seorang guru. Sikap dan perilaku guru yang semacam itu hendaknya tidak mengurangi sedikitpun penghormatan seorang pelajar terhadapnya apalagi sampai beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh gurunya adalah suatu kesalahan.
8.        Meminta izin terlebih dahulu setiap kali hendak memasuki ruangan pribadi guru, baik ketika guru sedang sendirian ataupun saat ia bersama orang lain.
9.        Apabila seorang murid duduk dihadapan seorang guru, hendaknya ia duduk dengan penuh sopan dan santun.
10.    Hendaknya murid berbicara dengan sopan terhadap gurunya sebaik mungkin.
11.    Jika murid mendengarkan penjelasan guru tentang hukum suatu masalah atau tentang suatu faedah, atau guru menceritakan kisah
tertentu atau menyanyikan syair yang sudah dihafalnya, maka hendaknya ia mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan penuh antusias seolaholah belum pernah mendengarkannya.
‘Atha r.a. berkata:
“ Sungguh aku akan mendengarkan hadits dari seseorang, walaupun aku lebih tahu tentang hadits itu darinya, aku akan memperlihatkan diriku bahwa aku tidak lebih baik darinya”.
Lebih lanjut Atho’ berkata:
“Sesungguhnya ada beberapa pemuda yang sedang berdiskusi tentang sebuah hadits, lalu aku mendengarkannya seakan-akan aku belum pernah mendengar hadits itu sebelumnya, padahal aku telah mendengar hadits itu sebelum mereka dilahirkan”.
Jika murid ditanya guru tentang pelajaran yang sudah dihafalnya, maka hendaknya ia tidak menjawab dengan “ sudah”, sebab jawaban ini terkesan murid sudah tidak membutuhkan keberadaan guru, dan juga tidak dengan “ belum”, sebab dengan jawaban ini murid telah berbohong, tetapi hendaknya murid menjawab dengan “ saya sangat senang mendengar penjelasan pelajaran tersebut dari guru” atau “ saya masih ingin menimba ilmu dari guru”.
12.    Tidak mendahului seorang guru dalam menjelaskan suatu persoalan atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswa lain. Lebih-lebih dengan maksud menampakkan (pamer) pengetahuan (kepintarannya) di hadapan guru. Hendaknya ia juga tidak memotong pembicaraan/penjelasan gurunya ataupun mendahului perkataannya. Seorang murid juga harus berkonsentrasi ketika diberi penjelasan ataupun ketika diberi perintah, sehingga sang guru tidak perlu mengulanginya dua kali.
13.    Jika guru memberikan sesuatu kepada murid, hendaknya diterima dengan tangan kanan. Jika sesuatu itu berupa catatan pelajaran, maka hendaknya dibaca, atau berupa cerita, buku agama dan sejenisnya, maka hendaknya disebarluaskan.

Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk mengamalkan adab-adab kepada guru kita sehingga Allah memudahkan menyerap ilmu yang disampaikan mereka.


D.              Adab kepada Orang tua
Berikut ini beberapa adab yang baik dan akhlak yang mulia kepada orang tua:
1.        Tidak memandang orang tua dengan pandangan yang tajam atau tidak menyenangkan
2.        Tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan orang tua.
Dalil kedua ada di atas adalah hadits Al Musawwir bin Makhramah radhiallahu’anhu mengenai bagaimana adab para Sahabat Nabi terhadap Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, disebutkan di dalamnya:
وَإِذَا تَكَلَّمَ خَفَضُوا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ ، وَمَا يُحِدُّوْنَ إِلَيْهِ النَّظْرَ؛ تَعْظِيْمًا لَهُ
Jika para sahabat berbicara dengan Rasululloh, mereka merendahkan suara mereka dan mereka tidak memandang dengan pandangan tajam sebagai bentuk pengagungan terhadap Rasululloh.” (HR. Al Bukhari).
Syaikh Musthafa Al ‘Adawi mengatakan: “Setiap adab di atas terdapat dalil yang menunjukkan bahwa adab-adab tersebut merupakan sikap penghormatan”.
Maka dari hadits ini merendahkan suara dan tidak memandang dengan tajam merupakan akhlak yang mulia dan sikap penghormatan yang tentu sangat layak untuk kita terapkan kepada orang tua. Karena merekalah orang yang paling layak mendapatkan perlakuan yang paling baik dari kita. Sebagaimana telah dijelaskan pada materi sebelumnya.
3.        Tidak mendahului mereka dalam berkata-kata
Diantara adab yang mulia kepada orang tua adalah tidak mendahului mereka dalam berkata-kata dan mempersilakan serta membiarkan mereka berkata-kata terlebih dahulu hingga selesai.
Lihatlah bagaimana Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu menerapkan adab ini. Beliau berkata:
كُنَّا عِنْدَ النَّبيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتيَ بِجُمَّارٍ، فَقَالَ: إنَّ مِنَ الشَّجَرَةِ شَجَرَةً، مِثْلُهَا كَمَثْلِ الْمُسْلِمِ ، فَأَرَدْتُ أَنْ أَقُوْلَ: هِيَ النَّخْلَةُ، فَإِذَا أَنَا أَصْغَرُ اْلقَوْمِ، فَسَكَتُّ، فَقَالَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هِيَ النَّخْلَةُ
Kami pernah bersama Nabi Saw, di Jummar. Kemudian Nabi bersabda, ‘Sesungguhnya, ada sebuah pohon, yang perumpamaannya seperti seorang muslim.’ Ibnu Umar berkata, ‘Sebetulnya aku ingin mengatakan, -itu kurma-, karena aku yang paling muda maka aku diam. Kemudian Nabi Saw bersabda, ‘Itulah kurma.’ (HR al Bukhari dan uslim).

Ibnu Umar radhiallahu’anhuma melakukan demikian karena adanya para sahabat lain yang lebih tua usianya walau bukan orang tuanya. Maka tentu adab ini lebih layak lagi diterapkan kepada orang tua.

4.        Tidak duduk di depan orang tua sedangkan mereka berdiri
Dalilnya hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu:
اِشْتَكَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّيْنَا وَرَاءَهُ وَهُوَ قَاعِدٌ, وَأَبُوْ بَكْرٍ يُسْمِعُ النَّاسَ تَكْبِيْرَهُ, فَالْتَفَتَ إِلَيْنَا فَرَآناَ قِيَامًا فَأَشَارَ إِلَيْنَا فَقَعَدْنَا, فَصَلَّيْنَا بِصَلَاتِهِ قُعُوْدًا. فَلَمَّا سَلَّمَ قَالَ: إِنْ كِدْتُمُ آنِفًا لَتَفْعَلُوْنَ فِعْلَ فَارِسَ وَالرًّوْمِ, يَقُوْمُوْنَ عَلَى مُلُوْكِهِمْ وَهُمْ قُعُوْدٌ. فَلَا تَفْعَلُوْا. ائْتَمُّوْا بِأَئِمَّتِكُمْ. إِنْ صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوْا قِيَامًا وَإِنْ صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوْا قُعُوْدًا
 “Rasululloh Saw pernah mengaduh (karena sakit) ketika itu kami shalat dan Abu Bakar bermakmum di belakang beliau, sedangkan beliau dalam keadaan duduk. Lalu beliau menoleh kepada kami, maka memperdengarkan takbir kepada orang-orang. Beliau melihat kami shalat dalam keadaan berdiri. Lalu memberi isyarat kepada kami, lalu kami duduk, lalu kami shalat dengan mengikuti shalatnya dalam keadaan duduk. Ketika salam, maka beliau bersabda, ‘Hampir saja kalian benar-benar mengerjakan perbuatan bangsa Persia dan Bangsa Romawi, mereka berdiri di hadapan raja-rajanya dengan posisi duduk. Janganlah kalian lakukan! Berimamlah kalian kepada imam-imam kalian. Jika ia berdiri, berdirilah dan jika duduk, duduklah! (HR. Muslim).
Para ulama mengatakan dilarangnya hal tersebut karena merupakan kebiasaan orang kafir Persia dan Romawi. Maka hendaknya kita menyelisihi mereka.
5.        Lebih mengutamakan orang tua daripada diri sendiri atau iitsaar dalam perkara duniawi orang tua dalam perkara duniawi seperti makan, minum, dan perkara lainnya. Sebagaimana hadits dalam Shahihain mengenai kisah yang diceritakan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengenai tiga orang yang terjebak di dalam gua yang tertutup batu besar, kemudian mereka bertawassul kepada Allah dengan amalan-amalan mereka, salah satunya berkata:
اللهمّ  إِنَّهُ كَانَ لِيْ وَالِدَانِ شَيْخَانِ كَبِيْرَانِ . وَامْرَأَتِيْ . وَلِيْ صَبِيَّةٌ صَغَارٌ أَرْعَى عَلَيْهِمْ . فَإِذَا أَرْحْتُ عَلَيْهِمْ ، حَلَبْتُ فَبَدَأتُ بِوَالِدَيَّ فَسَقَيْتُهُمَا قَبْلِ بُنَيَّ . وَأَنَّهُ نَأَى ِبْي ذَاتَ يَوْمٍ الشَجَرُ . فَلَمْ آتِ حَتَّى أَمْسَيْتُ فَوَجَدْتُهُمَا قَدْ نَامَا . فَحَلَبْتُ كَمَا كُنْتُ أَحْلَبُ . فَجِئْتُ بِالحَلَابِ . فَقُمْتُ عِنْدَ رُؤُوْسِهِمَا . أَكْرَهُ أَنْ أُوْقِظَهُمَا مِنْ نَوْمِهِمَا . وَأَكْرَهُ أَنْ أَسْقِيَ الصَّبِيَّةَ قَبْلَهُمَا . وَالصَّبِيَّةُ يَتَضَاغُوْنَ عِنْدَ قَدَمِيْ
“Ya Alloh, sesungguhnya aku memiliki dua orang anak, orang tua yang sudah tua renta, dan aku juga memiliki seorang istri dan anak kecil yang aku beri makan dari mengembala ternak. Ketika selesai mengembala, aku perah susu untuk mereka. Aku dahulukan orang tuaku sebelum keluargaku. Dan suatu hari ketika panen kau pergi jauh, dan aku tidak pulang kecuali sudah sangat sore, dan aku dapati orang tuaku telah tidur. Lalu aku perahkan susu seperti biasanya, lalu aku bawakan bejana berisi susu untuk mereka. Aku berdiri di sisi mereka, tapi enggan membangunkan mereka. Dan aku pun enggan membangunkan anak perempuanku sebelum orang tuaku. Padahal anaku sudah meronta-ronta di kakiku karena kelaparan. Dan demikianlah terus keadaannya hingga terbit fajar.”

Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Wabillahi at taufiiq was sadaad.
Referensi: Fiqhul Ta’amul ma’al Walidain, Asy Syaikh Al Muhaddist Musthofa Al ‘Adawi hafizhahullah


E.               ADAB TILAWH AL-QUR’AN

15 Tips Agar Tilawah Al-Qur’an Membekas Dalam Jiwa

Agar Al-Qur’an memberi bekas ke dalam hati, ada adab-adab yang perlu diperhatikan saat membacanya. Berikut ini beberapa adab yang bisa dilakukan.
1)        Pilihlah waktu yang terkategori waktu Allah ber-tajalli kepada hamba-hamba-Nya. Di saat itu rahmat-Nya memancar. Bacalah Al-Quran di waktu sepertiga terakhir malam (waktu sahur), di malam hari, di waktu fajar, di waktu pagi, dan di waktu senggang di siang hari.
2)        Pilih tempat yang sesuai. Misalnya, di masjid atau sebuah ruangan di rumah yang dikosongkan dari gangguan dan kegaduhan. Meski begitu, membaca Al-Qur’an saat duduk dengan orang banyak, di kendaraan, atau di pasar, dibolehkan. Hanya saja kondisi seperti itu kurang maksimum untuk memberi bekas di hati Anda.
3)        Pilih cara duduk yang sesuai. Sebab, Anda sedang menerima pesan Allah swt. Jadi, harus tampak ruh ibadahnya. Harus terlihat ketundukan dan kepasrahan di hadapan-Nya. Arahkan wajah Anda ke kiblat. Duduk terbaik seperti saat tasyahud dalam shalat. Jika capek, silakan Anda mengubah posisi duduk. Tapi, dengan posisi yang menunjukkan penghormatan kepada Kalam Allah.
4)        Baca Al-Qur’an dalam keadaan diri Anda suci secara fisik. Harus suci dari jinabah. Bila Anda wanita, harus suci dari haid dan nifas. Berwudhulah. Tapi, Anda boleh membaca atau menghafal Al-Qur’an tanpa wudhu. Sebab, tidak ada nash yang mensyaratkan berwudhu sebagai syarat sah membaca Al-Qur’an. Bahkan, para ulama menfatwakan boleh membaca Al-Qur’an bagi wanita yang belajar dan mengajarkan Al-Qur’an saat ia sedang haid atau nifas dengan alasan darurat.
5)        Sucikan semua indera Anda -lidah, mata, telinga, hati– yang berhubungan dengan tilawah Al-Qur’an dari perbuatan maksiat. Sesungguhnya Al-Qur’an itu seperti hujan. Batu tidak akan menyerap air hujan. Air hujan hanya berinteraksi dengan lahan yang siap menyerap segala keberkahan. Jadi, jangan Anda bungkus lidah, mata, telinga, dan hati dengan lapisan masiat, dosa, dan kemunkaran yang kedap dari limpahan rahmat membaca Al-Qur’an.
6)        Hadirkan niat yang ikhlas hanya kepada Allah swt. Dengan begitu tilawah yang Anda lakukan akan mendapat pahala. Ketahuilah, amal dinilai berdasarkan niat. Sedangkan ilmu, pemahaman, dan tadabbur adalah nikmat dan rahmat yang murni dari Allah. Dan rahmat Allah tidak diberikan kepada orang yang hatinya bercampur aduk dengan niat-niat yang lain.
7)        Berharaplah akan naungan dan lindungan Allah swt. seperti orang yang kapalnya sedang tenggelam dan mencari keselamatan. Dengan perasaan itu Anda akan terbebas dari rasa memiliki daya dan upaya, ilmu, akal, pemahaman, kecerdasan, serta keyakinan secara pasti. Sebab, kesemuanya itu tidak akan berarti tanpa Allah swt. menganugerahkan tadabbur, pemahaman, pengaruh, dan komitmen untuk beramal kepada diri Anda.
8)        Bacalah isti’adzah dan basmalah. “Apabila kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (An-Nahl: 98). Basmalah dibaca saat awal membaca surat di awal, kecuali surat At-Taubah. Membaca basmalah juga dianjurkan saat Anda membaca Al-Qur’an di tengah surat dan ketika Anda memutus bacaan karena ada keperluan kemudian meneruskan bacaan Anda. Membaca basamalah adalah tabarruk (mencari berkah) dan tayammun (mencari rahmat) dengan menyebut nama Allah swt.
9)        Kosongkan jiwa Anda dari hal-hal yang menyita perhatian, kebutuhan, dan tuntutan yang harus dipenuhi sebelum membaca Al-Qur’an. Jika tidak, semua itu akan terbayang saat Anda membaca Al-Qur’an. Pintu tadabbur pun tertutup. Jadi, selesaikan dulu urusan Anda jika sedang lapar, haus, pusing, gelisah, kedinginan, atau ingin ke toilet. Setelah itu, baru baca Al-Qur’an dengan haqul tilawah.
10)    Saat membaca, batasi pikiran Anda hanya kepada Al-Qur’an saja. Pusatkan pikiran, buka jendela pengetahuan, dan tadabburi ayat-ayat dengan sepenuh jiwa, perasaan, cita rasa, imajinasi, pemikiran, dan bisikan hati. Dengan begitu, Anda akan merasakan limpahan rahmat dan lezatnya membaca Al-Qur’an.
11)    Hadirkan kekhusyu’an. Menangislah saat membaca ayat-ayat tentang azab. Hadirkan azab itu begitu nyata dalam penglihatan Anda dengan menyadari dosa-dosa dan maksiat yang masih lekat dengan diri Anda. Jika Anda tidak mampu berbuat seperti itu, tangisilah diri Anda yang tidak mampu tersentuh dengan ayat-ayat yang menggambarkan kedahsyatan azab neraka.
12)    Rasakan keagungan Allah swt. Yang Mahabesar yang dengan kemurahannya memancarkan nikmat dan anugerah-Nya kepada Anda. Pengagungan ini akan menumbuhkan rasa takzim Andfa kepada Allah dan Kalam-Nya. Dengan begitu interasi, tadabbur, dan tarbiyah Anda dengan Al-Qur’an akan memberi bekas, makna, hakikat, pelajaran, dan petunjuk yang sangat luar biasa manfaatnya.
13)    Perhatikan ayat-ayat untuk ditadabburi. Pahami maknanya. Resapi hakikat-hakikat yang terkandung di dalamnya. Kaitkan juga dengan berbagai ilmu, pengetahuan, dan pelajaran yang bisa menambah pengayaan Anda tentang ayat-ayat tersebut. Inilah tujuan tilawah. Tilawah tanpa tadabbur, tidak akan melahirkan pemahaman dan memberi bekal apa pun pada Anda. Al-Qur’an hanya sampai di tenggorokan Anda. Tidak sampai ke hati Anda.
14)    Hanyutkan perasaan dan emosi Anda sesuai dengan ayat-ayat yang Anda baca. Bergembiralah saat membaca kabar gembira. Takutlah saat membaca ayat peringatan dan tentang siksaan. Buka hati saat membaca ayat tentang perintah beramal. Koreksi diri saat bertemu tilawah Anda membaca sifar-sifat orang munafik. Resapi ayat-ayat yang berisi doa. Dengan begitu hati Anda hidup dan bergetar sesuai dengan sentuhan setiap ayat. Inilah ciri orang beriman yang sejati dengan imannya (Al-Anfal: 2).
15)    Rasakan bahwa diri Anda sedang diajak berbicara Allah swt. lewat ayat-ayat-Nya. Berhentilah sejenak saat bertemu dengan ayat yang didahului dengan kalimat “Wahai orang-orang yang beriman…, hai manusia….” Rasakan setiap panggilan itu hanya untuk Anda. Dengan begitu lanjutan ayat yang berisi perintah, larangan, teguran, peringatan, atau arahan akan dapat Anda respon dengan baik. Kami dengar dan kami taat. Bukan kami dengarkan lalu kami hiraukan.



F.                 ADAB DI MASJID
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِى بِهِ وَجْهَ اللَّهِ ، بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِى الْجَنَّةِ
Barangsiapa yang membangun masjid (karena mengharap wajah Allah), Allah akan membangunkan bangunan yang semisalnya di surga.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari ‘Utsman bin ‘Affan).
Masjid adalah rumah Allah yang berada di atas bumi. Memiliki kedudukan yang agung di mata kaum muslimin karena menjadi tempat bersatunya umat islam terutama ketika shalat berjamaah dan kegiatan beribadah lainnya. Mereka senantiasa akan mulia manakala kembali memakmurkan masjid seperti halnya generasi salaf dahulu.

 Sebagai rumah dari rumah-rumah Allah Ta’ala yang mempunyai peranan penting, ada beberapa etika yang telah digariskan oleh Islam ketika berada di dalamnya. Antara lain :
1)        Mengikhlaskan Niat Kepada Allah Ta’ala
Hendaknya seseorang yang ingin ke masjid mengikhlaskan niatnya sehingga Allah Ta’ala menerima ibadah yang ia lakukan di masjid. Hendaknya ia mendatangi masjid untuk menunaikan tugas seorang hamba yaitu beribadah kepada Allah Ta’ala tanpa dilandasi rasa ingin dipuji manusia atau ingin dilihat oleh masyarakat. Karena sesungguhnya setiap amalan itu tergantung dari niatnya.
2)        Berpakaian Indah Ketika Hendak Menuju Masjid
Sebagaimana perintah Allah Ta’ala dalam firman-Nya:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid” (Q.S. Al-A’raf : 31).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “dalam ayat ini, Allah tidak hanya memerintahkan hambanya untuk menutup aurat, akan tetapi mereka diperintahkan pula untuk memakai perhiasan. Oleh karena itu hendaklah mereka memakai pakaian yang paling bagus ketika shalat”.
Dan dijelaskan dalam kitab tafsir karangan Imam Ibnu Katsir rahimahullah, “berlandaskan ayat ini dan ayat yang semisalnya disunahkan berhias ketika akan shalat, lebih-lebih ketika hari Jumat dan hari raya. Termasuk perhiasan yaitu siwak dan parfum”.
3)        Menghindari Makanan Tidak Sedap Baunya
Maksudnya adalah larangan bagi seseorang yang makan makanan yang tidak sedap baunya, seperti mengonsumsi makanan yang menyebabkan mulut berbau, seperti bawang putih, bawang merah, jengkol, pete, dan termasuk juga merokok atau yang lainnya untuk menghadiri shalat jamaah, berdasarkan hadis,
Dari Jabir radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang memakan dari tanaman ini (sejenis bawang dan semisalnya), maka janganlah ia mendekati masjid kami, karena sesungguhnya malaikat   terganggu   dengan   bau   tersebut, sebagaimana manusia”.
Juga hadis Jabir, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ أَكَلَ ثَوْمًا أَوْبَصَلاً فًلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ قَالَ فَلْيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فيِ بَيْتِهِ
Barang siapa yang makan bawang putih atau bawang merah maka hendaklah menjauhi kita”, atau bersabda, “Maka hendaklah dia menjauhi masjid kami dan hendaklah dia duduk di rumahnya”.
Hadis tersebut bisa dibawa ke persamaan kepada segala sesuatu yang berbau tidak sedap yang bisa menganggu orang yang sedang shalat atau yang sedang beribadah lainnya. Namun jika seseorang sebelum ke masjid memakai sesuatu yang bisa mencegah bau yang tidak sedap tersebut dari dirinya seperti memakai pasta gigi dan lainnya, maka tidak ada larangan baginya setelah itu untuk menghadiri masjid.
4)        Bersegera Menuju Rumah Allah Ta’ala
Bersegera menuju masjid merupakan salah satu ciri dari semangat seorang muslim untuk melakukan ibadah. Jika waktu shalat telah tiba, hendaklah kita bersegera menuju masjid karena di dalamnya terdapat ganjaran yang amat besar, berdasarkan hadis:
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu  bahwasanya Rasululloh Saw bersabda,,
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا
Seandainya manusia mengetahui apa yang ada (yaitu keutamaan) di dalam seruan (adzan) dan shaf pertama, lalu mereka tidak bisa mendapatkan shaf tersebut kecuali dengan undian, sungguh mereka akan melakukan undian untuk mendapatkannya.” (HR. Bukhari 580)

Jangan sampai kita menyepelekan dan menunda-nunda waktu untuk sesegera mungkin menuju masjid. Hendaknya selalu bersemangat dalam menghidupkan masjid dan mengisinya dengan amalan-amalan ibadah lainnya.
5)        Berjalan Menuju Masjid Dengan Tenang dan Sopan
Hendaknya berjalan menuju shalat dengan khusyuk, tenang, dan tentram. NabiShallallahu’alaihi Wasallam melarang umatnya berjalan menuju shalat secara tergesa-gesa walaupun shalat sudah didirikan. Abu Qatadah radhiallahu’anhu berkata, “Saat kami sedang shalat bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, tiba-tiba beliau mendengar suara kegaduhan beberapa orang. Sesudah menunaikan shalat beliau mengingatkan,
مَا شَأْنُكُم؟ قَالُوْا: اِسْتَعْجَلْنَا إِلىَ الصَّلاَةِ. فَقَالَ: فَلاَ تَفْعَلُوْا, إِذَا أَتَيْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَعَلَيْكُمْ بِاالسَّكِيْنَةِ  فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا
Apa yang terjadi pada kalian?” Mereka menjawab, “Kami tergesa-gesa menuju shalat.” Rasulullah menegur mereka, “Janganlah kalian lakukan hal itu. Apabila kalian mendatangi shalat maka hendaklah berjalan dengan tenang, dan rakaat yang kalian dapatkan shalatlah dan rakaat yang terlewat sempurnakanlah”. (HR. Abu  Qatadah)
6)        Adab Bagi Wanita
Tidak terlarang bagi seorang wanita untuk pergi ke masjid. Namun rumah-rumah mereka lebih baik Jika seorang wanita hendak pergi ke masjid, ada beberapa adab khusus yang perlu diperhatikan:
1.     Meminta izin kepada suami atau mahramnya
2.     Tidak menimbulkan fitnah
3.     Menutup aurat secara lengkap
4.     Tidak berhias dan memakai parfum
5.     Shaf wanita semakin kebelakang semakin baik.
Perbuatan kaum wanita yang memakai parfum hingga tercium baunya dapat menimbulkan fitnah, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, “Siapa saja wanita yang memakai wangi-wangian kemudian keluiar menuju masjid, maka tidak akan diterima shalatnya sehingga ia mandi”.

Abu Musa radhiallahu’anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhamamd Saw bersabda,
كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ وَالْمَرْأَةُ إِذَا اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِالْمَجْلِسِ فَهِىَ كَذَا وَكَذَا يَعْنِى زَانِيَةً
Setiap mata berzina dan seorang wanita jika memakai minyak wangi lalu lewat di sebuah majelis (perkumpulan), maka dia adalah wanita yang begini, begini, yaitu seorang wanita pezina”.

Adapun wanita sesungguhnya rumah lebih baik bagi mereka dalam menjalankan kesempurnaan ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT., sehingga kalau pun mereka ke masjid maka Rasululloh Saw mengajarkan,
            خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

Sebaik-baiknya shaf(barisan) laki-laki adalah yang paling pertamnaya(paling depan) dan seburuk-buruknya adalh paling belakang, dan sebaik-baiknya shaf perempuan adalah di belakang dan yang shaf yang buruk adalh didepan”. (HR.Muslim)

7)        Ketika Masuk Masjid Berdoa dan Mendahulukan Kaki Kanan
Hendaklah orang yang keluar dari rumahnya membaca doa,
بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
Dengan menyebut nama Allah aku bertawakal kepada-Nya, tidak ada daya dan upaya selain dari Allah semata”.

Kemudian ketika berjalan menuju masjid hendaklah berdoa,
اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا
Yaa Allah… berilah cahaya di hatiku, di penglihatanku dan di pendengaranku, berilah cahaya di sisi kananku dan di sisi kiriku, berilah cahaya di atasku, di bawahku, di depanku dan di belakangku, Yaa Allah berilah aku cahaya”.

Sebuah  hadis dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu menjelaskan,
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ. وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid, maka ucapkanlah, ‘Allahummaftahlii abwaaba rahmatik’ (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu). Jika keluar dari masjid, ucapkanlah: ‘Allahumma inni as-aluka min fadhlik’ (Ya Allah, aku memohon pada-Mu di antara karunia-Mu).” (HR. Muslim)

8)        Shalat Tahiyatul Masjid
Di antara adab ketika memasuki masjid adalah melaksanakan shalat dua rakaat sebelum duduk. Shalat ini diistilahkan para ulama dengan shalat tahiyatul masjid. RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk”.

Yang dimaksud dengan tahiyatul masjid adalah shalat dua rakaat sebelum duduk di dalam masjid. Tujuan ini sudah tercapai dengan shalat apa saja yang dikerjakan sebelum duduk. Oleh karena itu, shalat sunnah wudhu, shalat sunnah rawatib, bahkan shalat wajib, semuanya merupakan tahiyatul masjid jika dikerjakan sebelum duduk. Merupakan suatu hal yang keliru jika tahiyatul masjid diniatkan tersendiri, karena pada hakikatnya tidak ada dalam hadis ada shalat yang namanya ‘tahiyatul masjid’. Akan tetapi ini hanyalah penamaan ulama untuk shalat dua rakaat sebelum duduk. Karenanya jika seorang masuk masjid setelah adzan lalu shalat qabliah atau sunah wudhu, maka itulah tahiyatul masjid baginya. Syariat ini berlaku untuk laki-laki maupun wanita. Hanya saja para ulama mengecualikan darinya khatib jumat, di mana tidak ada satupun dalil yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat tahiyatul masjid sebelum khutbah. Akan tetapi beliau datang dan langsung naik ke mimbar. Syariat ini juga berlaku untuk semua masjid, termasuk masjidil haram. Tahiyatul masjid disyariatkan pada setiap waktu seseorang itu masuk masjid dan ingin duduk di dalamnya. Termasuk di dalamnya waktu-waktu yang terlarang untuk shalat, menurut sebagian pendapat kalangan ulama.
9)        Mengagungkan Masjid
Bentuk pengagungan terhadap masjid berupa hendaknya seseorang tidak bersuara dengan suara yang tinggi, bermain-main, duduk dengan tidak sopan, atau meremehkan masjid. Hendaknya juga ia tidak duduk kecuali sudah dalam keadaan berwudhu untuk mengagungkan rumah Allah Ta’ala dan syariat-syariat-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
Demikianlah (perintah Allah). dan Barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”. (Q.S. Al Taubah ayat 18)
10)     Menuggu Ditegakkannya Shalat Dengan Berdoa Dan Berdzikir
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Setelah shalat dua rakaat hendaknya orang yang shalat untuk duduk menghadap kiblat dengan menyibukkan diri berdzikir kepada Allah, berdoa, membaca Alquran, atau diam dan janganlah ia membicarakan masalah duniawi belaka”.
Terdapat keutamaan yang besar bagi seorang yang duduk di masjid untuk menunggu shalat, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,
فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فيِ الصَّلاَةِ مَاكَانَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ واْلمَلاَئِكَةُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ أَحَدِكُمْ مَادَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلىَّ فِيْهِ يَقُوْلُوْنَ: اَللّهُمَّ ارْحَمْهُ الّلهُمَّ اغْفِرْ لَهُ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيْهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ
Apabila seseorang memasuki masjid, maka dia dihitung berada dalam shalat selama shalat tersebut yang menahannya (di dalam masjid), dan para malaikat berdoa kepada salah seorang di antara kalian selama dia berada pada tempat shalatnya, Mereka mengatakan, “Ya Allah, curahkanlah rahmat kepadanya, ya Allah ampunilah dirinya selama dia tidak menyakiti orang lain dan tidak berhadats”.
11)     Mengaitkan Hati Dengan Masjid
Berusaha untuk selalu mengaitkan hati dengan masjid dengan berusaha mendatangi ke masjid sebelum shalat, menunggu shalat dengan berdzikir dan beribadah, dan tidak buru-buru beranjak. Dan keutamaan inilah yang akan dinaungi oleh Allah Ta’ala ketika nanti tiada naungan selain naungan-Nya. Sebagaimana dalam hadis,
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ ... وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْـمَسَاجِدِ
 Tujuh jenis orang yang Allah Ta’ala akan menaungi mereka pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya… dan laki-laki yang hatinya selalu terkait dengan masjidHR. Bukhari dan Muslim)
12)     Anjuran Untuk Berpindah Tempat Ketika Merasa Ngantuk
Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, “Jika salah seorang di antara kalian mengantuk, saat berada di masjid, maka hendaknya ia berpindah dari tempat duduknya ke tempat lain”.
إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّى فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لاَ يَدْرِى لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبَّ نَفْسَهُ
“Jika salah seorang di antara kalian dalam keadaan mengantuk dalam shalatnya, hendaklah ia tidur terlebih dahulu hingga hilang ngantuknya. Karena jika salah seorang di antara kalian tetap shalat, sedangkan ia dalam keadaan mengantuk, ia tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta ampun tetapi ternyata ia malah mencela dirinya sendiri.” (HR. Bukhari).

13)     Anjuran Membuat Pintu Khusus untuk Wanita
Dianjurkan untuk membuat pintu khusus bagi wanita untuk menjaga agar mereka tidak bercampur baur dengan kaum pria. Karena akibat dari campur baurnya laki-laki dan perempuan amatlah besar. Dan keburukan seperti ini akan lebih berbahaya kalau dilakukan di rumah Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membimbing para shahabatnya dengan seraya bersabda,
لَوْتَرَكْنَا هَذَاالْبَابَ لِلنِّسَاءِ
Alangkah baiknya jika kita biarkan pintu ini untuk kaum wanita”. (HR. Muslim).

Beliau berbicara mengenai sebuah pintu dari pintu-pintu masjid.
14)     Dibolehkan Untuk Tidur Di Masjid
Dibolehkan tidur di dalam masjid bagi orang yang membutuhkannya, semisal orang yang kemalaman atau yang tidak punya sanak famili dan lainnya. Dahulu para sahabat Ahli Suffah (orang yang tidak punya tempat tinggal), mereka tidur di dalam masjid.
AI-Hafidz Ibnu Hajar menegaskan bahwa bolehnya tidur di dalam masjid adalah pendapat jumhur ulama. Dan dibolehkan juga tidur dengan terlentang. Berdasarkan riwayat:
عَنْ عَبَّادِ بْنِ تَمِيمٍ، عَنْ عَمِّهِ: أَنَّهُ أَبْصَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَضْطَجِعُ فِي الْمَسْجِدِ رَافِعًا إِحْدَى رِجْلَيْهِ عَلَى الأُخْرَى 
Dari Abbad Bin Tamim dari pamannya bahwasanya dia melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidur terlentang di dalam masjid dengan meletakkan salah satu kakinya di atas kakinya yang lain.
AI-Khattabi  berkata,  “Hadis ini  menunjukkan bolehnya bersandar, tiduran dan segala bentuk istirahat di dalam masjid”.
15)     Boleh Memakai Sandal Di Masjid
Berkata Imam At-Thahawi, “Telah datang atsar-atsar yang mutawatir tentang shalatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memakai sandal di dalam masjid”.
Berdasarkan hadis dari Sa’id Bin Yazid,  bahwasanya dia bertanya kepada Anas bin Malik, “Apakah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat memakai kedua sandalnya?” Anas menjawab: “Ya”.
Imam Nawawi berkata, “Hadis ini menunjukkan bolehnya shalat memakai sandal selama tidak terkena najis”.
Namun, jika kebolehan ini dilaksanakan di masjid-masjid sehingga  menimbulkan perselisihan dan pengingkaran, maka lebih baik dihindarkan. Karena menghindari kemadaratan lebih baik didahulukan dari pada mengambil kemaslahatan.

16)     Boleh Makan Dan Minum Di Masjid
Makan dan minum di dalam masjid dibolehkan asal tidak mengotori masjidnya. Berdasarkan hadis dari Abdullah bin Harits radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Kami makan daging bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam masjid”.
17)     Boleh Membawa Anak Kecil Ke Masjid
Dari Abu Qotadah radhiallahu’anhu dia berkata, “Suatu ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam  keluar (untuk shalat-pent) dengan menggendong Umamah Binti Abil ‘Ash, kemudian beliau shalat. Apabila rukuk beliau menurunkannya, dan apabila bangkit beliau menggendongnya kembali”.
Imam Al-’Aini rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bolehnya membawa anak kecil kedalam masjid”.
Adapun hadits yang berbunyi, “Jauhkanlah anak-anak kalian dari masjid,” adalah hadits yangdhaif (lemah), didaifkan oleh Ibnu Hajar, Ibnu Katsir, Ibnu Jauzi, AI-Mundziri, dan lainnya.
18)     Menjaga dari Ucapan yang Jorok dan Tidak Layak di Masjid
Tempat yang suci tentu tidak pantas kecuali untuk ucapan-ucapan yang suci dan terpuji pula. Oleh karena itu, tidak boleh bertengkar, berteriak-teriak, melantunkan syair yang tidak baik di masjid, dan yang semisalnya. Demikian pula dilarang berjual beli di dalam masjid dan mengumumkan barang yang hilang. Nabi saw bersabda (yang artinya), “Apabila kamu melihat orang menjual atau membeli di masjid maka katakanlah, ‘Semoga Allah tidak memberi keberuntungan dalam jual belimu!’ Dan apabila kamu melihat ada orang yang mengeraskan suara di dalam masjid untuk mencari barang yang hilang, katakanlah, ‘Semoga Allah  tidak mengembalikannya kepadamu’.
19)     Dilarang bermain-main di masjid selain permainan yang mengandung bentuk melatih ketangkasan dalam perang.
Hal ini sebagaimana dahulu orang-orang Habasyah bermain perang-perangan di masjid dan tidak dilarang oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
20)     Tidak Menjadikan Masjid Sebagai Tempat Lalu Lalang
Tidak sepatutnya seorang muslim berlalu di dalam masjid untuk suatu kepentingan tanpa mengerjakan shalat dua rakaat. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, ”Di antara tanda-tanda hari Kiamat adalah seorang melewati masjid namun tidak mengerjakan shalat dua rakaat di dalamnya dan seseorang tidak memberikan salam kecuali kepada orang yang dikenalnya)”.
21)     Tidak menghias masjid secara berlebihan
Di antara kesalahan yang terjadi di masjid adalah menghiasi masjid dan memahatnya secara berlebihan, berdasarkan hadis Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
إِذَا زَوَّقْتُمْ مَسَاجِدَكُمْ وَحَلَّيْتُمْ مَصَاحِفَكُمْ فَالدَّمَارُ عَلَيْكُمْ
Apabila kalian telah memperindah masjid kalian dan menghiasi mushaf-mushafmu maka kehancuran telah menimpa kalian”.

Dalam riwayat lain disebutkan RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهىَ النَّاسُ فِي اْلمَسَاجِدِ
Tidak akan terjadi hari kiamat sampai manusia berlomba-lomba di dalam (memperindah) masjid”.
Dilarang berlebih-lebihan dalam menghias masjid karena hal itu menyelisihi sunnah NabiShallallahu’alaihi Wasallam, “Apabila kalian telah menghiasi mushaf-mushaf kalian dan menghiasi masjid-masjid kalian, maka kehancuran akan menimpa kalian”. BeliauShallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda, “Di antara tanda-tanda hari kiamat adalah manusia berbangga-bangga dengan masjid”.
22)     Tidak Mengambil Tempat Khusus Di Masjid
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang seorang shalat seperti gagak mematuk, dan melarang duduk seperti duduknya binatang buas, dan mengambil tempat di masjid seperti unta mengambil tempat duduk. Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “hikmahnya adalah karena hal tersebut bisa mendorong kepada sifat pamer, riya, dan sumah, serta mengikat diri dengan adat dan ambisi. Demikian itu merupakan musibah. Maka dari itu, seorang hamba harus berusaha semaksimal mungkin agar tidak terjerumus ke dalamnya”.
23)               Larangan Keluar Setelah Adzan Kecuali Ada Alasan
Jika kita berada di dalam masjid dan azan sudah dikumandangkan, maka tidak boleh keluar dari masjid sampai selesai dtunaikannya shalat wajib, kecuali jika ada uzur. Hal ini sebagaimana dikisahkan dalam sebuah riwayat dari Abu as Sya’tsaa  radhiallahu’anhu, beliau berkata,
كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ الْمَسْجِدِ يَمْشِي فَأَتْبَعَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ بَصَرَهُ حَتَّى خَرَجَ مِنْ الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Kami pernah duduk bersama Abu Hurairah dalam sebuah masjid. Kemudian muazin mengumandangkan azan. Lalu ada seorang laki-laki yang berdiri kemudian keluar masjid. Abu Hurairah melihat hal tersebut kemudian beliau berkata, “Perbuatan orang tersebut termasuk bermaksiat terhadap Abul Qasim (Nabi Muhammad) Shallallahu’alaihi Wasallam”.
24)               Larangan Mencari Barang Yang Hilang Di Masjid Dan Mengumumkannya
Apabila didapati seseorang mengumumkan kehilangan di masjid, maka katakanlah, “Mudah-mudahan Allah tidak mengembalikannya kepadamu”. Sebagaimana sabda RasululllahShallallahu’alaihi Wasallam, “Barangsiapa mendengar seseorang mengumumkan barang yang hilang di dalam masjid, maka katakanlah, “Mudah-mudahan Allah tidak mengembalikannya kepadamu. Sesungguhnya masjid-masjid tidak dibangun untuk ini”.
25)     Larangan Jual Beli di Masjid
Jika jual beli dilakukan di masjid, maka niscaya fungsi masjid akan berubah menjadi pasar dan tempat jual beli sehingga jatuhlah kehormatan masjid dengan sebab itu. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “apabila kalian melihat orang yang jual beli di dalam masjid maka katakanlah padanya, ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan dalam jual belimu!”.
Imam As-Shan’ani berkata, “Hadis ini menunjukkan haramnya jual beli di dalam masjid, dan wajib bagi orang yang melihatnya untuk berkata kepada penjual dan pembeli semoga Allah tidak memberi keuntungan dalam jual belimu! Sebagai peringatan kepadanya”.
26)     Larangan Mengganggu Orang Yang Beribadah Di Masjid
Orang yang sedang menjalankan ibadah di dalam masjid membutuhkan ketenangan sehingga dilarang mengganggu kekhusyukan mereka, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Di antara kesalahan yang sering terjadi, membaca ayat secara nyaring di masjid sehingga mengganggu shalat dan bacaan orang lain.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat kepada Allah, maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian mengeraskan suara dalam membaca Alquran. Atau beliau berkata, “Dalam shalat”.
27)     Larangan Berteriak Dan Membuat Gaduh di Masjid
Sebab, masjid dibangun bukan untuk ini. Demikian pula mengganggu dengan obrolan yang keras. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketahuilah bahwa setiap kalian sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Rabbnya. Maka dari itu, janganlah sebagian kalian menyakiti yang lain dan janganlah mengeraskan bacaan atas yang lain”.
Apabila mengeraskan bacaan Alquran saja dilarang jika memang mengganggu orang lain yang sedang melakukan ibadah, lantas bagaimana kiranya jika mengganggu dengan suara-suara gaduh yang tidak bermanfaat?! Sungguh, di antara fenomena yang menyedihkan, sebagian orang—terutama anak-anak muda—tidak merasa salah membuat kegaduhan di masjid saat shalat berjamaah sedang berlangsung. Mereka asyik dengan obrolan yang tiada manfaatnya. Terkadang mereka sengaja menunggu imam rukuk, lalu lari tergopoh-gopoh dengan suara gaduh untuk mendapatkan rukuk bersama imam. Untuk yang seperti ini kita masih meragukan sahnya rakaat shalat tersebut karena mereka tidak membaca Al-Fatihah dalam keadaan sebenarnya mereka mampu.
Tetapi, mereka meninggalkannya dan justru mengganggu saudara-saudaranya yang sedang shalat. Hal ini berbeda dengan kondisi sahabat Abu Bakrah radhiallahu’anhu yang ketika datang untuk shalat bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam didapatkannya beliauShallallahu’alaihi Wasallam sedang rukuk lalu ia ikut rukuk bersamanya dan itu dianggap rakaat shalat yang sah.
28)     Larangan Lewat di Dalam Masjid Dengan Membawa Senjata Tajam
Janganlah seseorang lewat masjid dengan membawa senjata tajam, seperti pisau, pedang, dan sebagainya ketika melewati masjid. Sebab hal itu dapat mengganggu seorang muslim bahkan bisa melukai seorang muslim. Terkecuali jika ia menutup mata pedang dengan tangannya atau dengan sesuatu
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian lewat di dalam masjid atau pasar kami dengan membawa lembing, maka hendaklah ia memegang mata lembing itu dengan tangannya sehingga ia tidak melukai orang muslim”.
29)     Larangan Lewat di Depan Orang Shalat
Harap diperhatikan ketika kita berjalan di dalam masjid, jangan sampai melewati di depan orang yang sedang shalat. Hendaklah orang yang lewat di depan orang yang shalat takut akan dosa yang diperbuatnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam  bersabda,
لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَي الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ، لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِيْنَ، خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
Seandainya orang yang lewat di depan orang yang shalat  mengetahui (dosa) yang ditanggungnya, niscaya ia memilih untuk berhenti selama 40 (tahun), itu lebih baik baginya daripada lewat di depan orang yang sedang  shalat”.
Yang terlarang adalah lewat di depan orang yang shalat sendirian atau di depan imam. Adapun jika lewat di depan makmum maka tidak mengapa. Hal ini didasari oleh perbuatan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu ketika beliau menginjak usia balig. Beliau pernah lewat di sela-sela shaf jamaah yang diimami oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dengan menunggangi keledai betina, lalu turun melepaskan keledainya  baru kemudian beliau bergabung dalam shaf. Dan tidak ada seorang pun yang mengingkari perbuatan tersebut. Namun demikian, sebaiknya memilih jalan lain agar tidak lewat di depan shaf makmum.
30)     Larangan melingkar di dalam masjid untuk berkumpul untuk kepentingan dunia
Terdapat larangan melingkar di dalam masjid (untuk berkumpul) demi kepentingan dunia semata. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
يَأْتِ عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ يَحْلِقُوْنَ فيِ مَسَاجِدِهِمْ وَلَيْسَ هُمُوْمُهُمْ إِلاَّ الدُّنْيَا  وَلَيْسَ ِللهِ فِيْهِمْ حَاجَةٌ فَلاَ تُجَاِلسُوْهُمْ
Akan datang suatu masa kepada sekelompok orang, di mana mereka melingkar di dalam masjid untuk berkumpul dan mereka tidak mempunyai kepentingan kecuali dunia dan tidak ada bagi kepentingan apapun pada mereka maka janganlah duduk bersama mereka”.
31)     Larangan Keras Meludah Di Masjid
Masjid sebagai tempat yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala di muka bumi ini harus kita jaga kebersihannya. Oleh karena itu, dilarang meludah dan mengeluarkan dahak lalu membuangnya di dalam masjid, kecuali meludah di sapu tangan atau pakaiannya. Adapun di lantai masjid atau temboknya, hal ini dilarang. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
الْبُزَاقُ فِي الْمَسْجِدِ خَطِيْئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا
Meludah di masjid adalah suatu dosa, dan kafarat (untuk diampuninya) adalah dengan menimbun ludah tersebut” (HR. Shaih Bukhari).
`Yang dimaksud menimbun ludah di sini adalah apabila lantai masjid itu dari tanah, pasir, atau semisalnya. Adapun jika lantai masjid itu berupa semen atau kapur, maka ia meludah di kainnya, tangannya, atau yang lain.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam  juga bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian meludah ke arah kiblat, akan tetapi hendaknyaa ke arah kirinya atau ke bawah kakinya”.
32)     Keluar Masjid Dengan Mendahulukan Kaki Kiri Dan Membaca Doa
Apabila keluar masjid, hendaklah kita mendahulukan kaki kiri seraya berdoa. Dari Abu Humaidradhiallahu’anhu atau dari Abu Usaid radhiallahu’anhu dia berkata, RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaknya dia membaca, “Allahummaftahli abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan apabila keluar, hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika (Ya Allah, aku meminta kurnia-Mu)”.

Semoga Allah menjadikan kita hamba-Nya yang saleh dan selalu istiqamah di jalan-Nya. Amiin.
G.       ADAB BERPAKAIAN SESUAI TUNTUNAN SUNAH

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيْحَهَا، وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا
Artinya  : “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Ada dua golongan penghuni Neraka, yang belum pernah aku lihat, yaitu (1) Suatu kaum yang memegang cambuk seperti ekor sapi. Mereka mencambuk manusia dengannya. Dan (2) wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, ia berjalan berlenggak-lenggok menggoyangkan (bahu dan punggungnya) dan rambutnya (disasak) seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium aroma surga, padahal sesungguhnya aroma surga itu tercium sejauh perjalanan sekian dan sekian.”
 Islam melarang umatnya berpakaian terlalu tipis atau ketat (sempit sehingga membentuk tubuhnya yang asli). Kendati pun fungsi utama (sebagai penutup aurat) telah dipenuhi, namun apabila pakaian tersebut dibuat secara ketat (sempit) maka hal itu dilarang oleh Islam. Demikian juga halnya pakaian yang terlalu tipis. Pakaian yang ketat akan menampilkan bentuk tubuh pemakainya, sedangkan pakaian yang terlalu tipis akan menampakkan warna kulit pemakainya. Kedua cara tersebut dilarang oleh Islam karena hanya akan menarik perhatian dan menggugah nafsu syahwat bagi lawan jenisnya.
            Ada tiga macam fungsi pakaian, yakni sebagai penutup aurat, untuk menjaga kesehatan, dan untuk keindahan. Tuntunan Islam mengandung didikan moral yang tinggi. Dalam masalah aurat, Islam telah menetapkan bahwa aurat lelaki adalah antara pusar samapi kedua lutut. Sedangkan bagi perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.

Adab berpakaian adalah sebagai berikut :
1)      Pakaian harus menutupi aurat..
2)      Pakaian harus bersih dan rapi.
3)      Untuk laki-laki, agar memakai pakaian yang panjang sampai menutupi aurat.
4)      Sedangkan wanita, harus menggunakan pakaian yang menutupi anggota tubuhnya keculai wajah dan kedua telapak tangan.
5)      Para lelaki muslim, haram hukumnya menggunakan sutra dan emas. oleh karena itu, dilarang bagi lelaki muslim untuk menggunakan barang-barang diatas.sebagaimana sabda Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya dua benda ini (emas dan sutera) haram atas lelaki
ummatku." (H.R.Abu Daud).
6)      Dalam islam tidak diperkenankan lelaki memakai pakaian wanita dan sebaliknya. karena hal ini dapat menyebabkan "tassabuh".
7)      Dalam ajaran islam, hukumnya sunat memakai pakaian dengan diawali bagian kanan.
8)      Tidak diperkenankan memakai pakaian yang mewah.
9)      Lebih mengutamakan pakaian yang berwarna putih.
10)   Hendaklah berpakaian yang rapi dan sopan

Membaca do’a mengenakan pakaian baru,
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيهِ أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا صُنِعَ لَهُ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ

Artinya : “Ya Allah segala puji bagimu yang telah memberikan pakaian ini , sesungguhnya aku memohon kepadaMu dari kebaikan pakaian ini dari kebaikan yang dibuat untuknya. Dan aku berlindung kepadaMu dari kejahatan pakaian ini dan kejahatan yang dipakai ini dibuat untuknya

Membaca do’a mengenakan pakaian lama,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى كَسَانِى هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ

Artinya : “Segala puji bagi Allah yang memberi pakaian ini kepadaku sebagai rezeki dari-Nya tanpa ada daya dan kekuatan dariku.”

Doa Ketika Melepas Pakaian

بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلأَ هُوَ. (رواه ابن السني عن معاذ)
Artinya : “Dengan nama Allah yang tiada Tuhan selain Dia.”

Firman Allah SWT dalam Surah al-A'araf, ayat 26 yang bermaksud;
“Wahai anak-anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu (bahan- bahan untuk) pakaian menutup aurat kamu, dan pakaian perhiasan; dan pakaian yang berupa taqwa itulah yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah dari tanda-tanda (limpah kurnia) Allah (dan rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya) supaya mereka mengenangnya (dan bersyukur).”


H.                ADAB BERBICARA
 


1)        Semua perbicaraan harus kebaikan, dalam hadis Nabi Muhammad SAW disebutkan: “Barangsiapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik diam.” (HR Bukhari Muslim)
2)        Berbicara harus jelas dan benar, sebagaimana dalam hadis Aisyah ra:
“Bahawasanya perkataan Rasulullah SAW itu selalu jelas sehingga bisa difahami oleh semua yang mendengar.” (HR Abu Daud)
3)        Seimbang dan menjauhi berlarut-larutan, berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku nanti di hari Kiamat ialah orang yang banyak bercakap dan berlagak dalam berbicara.” Maka dikatakan: Wahai Rasulullah kami telah mengetahui erti ats-tsartsarun dan mutasyaddiqun, lalu apa makna al-mutafayhiqun? Maka jawab nabi SAW: “Orang-orang yang sombong.” (HR Tirmidzi dan dihasankannya)
4)        Menghindari banyak berbicara, kerana khuatir membosankan yang mendengar, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Wa’il:
“Adalah Ibnu Mas’ud ra senantiasa mengajari kami pada setiap hari Khamis, maka berkata seorang lelaki: Wahai Abu Abdurrahman (gelaran Ibnu Mas’ud) seandainya anda mahu mengajari kami setiap hari? Maka jawab Ibnu Mas’ud : Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku memenuhi keinginanmu, hanya aku khuatir membosankan kalian, kerana akupun pernah meminta yang demikian pada Rasulullah SAW dan beliau menjawab khuatir membosankan kami” (HR Muttafaq ‘alaih)
5)        Mengulangi kata-kata yang penting jika dibutuhkan, dari Anas ra bahwa adalah Nabi Muhammad SAW jika berbicara maka baginda mengulanginya 3 kali sehingga semua yang mendengarkannya menjadi faham, dan apabila baginda mendatangi rumah seseorang maka baginda pun mengucapkan salam 3 kali. (HR Bukhari)
6)        Menghindari mengucapkan yang bathil, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW:
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang diredhai Allah SWT yang ia tidak mengira yang akan mendapatkan demikian sehingga dicatat oleh Allah SWT keredhaan-NYA bagi orang tersebut sampai nanti hari Kiamat. Dan seorang lelaki mengucapkan satu kata yang dimurkai Allah SWT yang tidak dikiranya akan demikian, maka Allah SWT mencatatnya yang demikian itu sampai hari Kiamat.” (HR Tirmidzi dan ia berkata hadis hasan shahih; juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
7)        Menjauhi perdebatan sengit, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW:
“Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapatkan hidayah untuk mereka, melainkan karena terlalu banyak berdebat.” (HR Ahmad dan Tirmidzi) dan dalam hadis lain disebutkan sabda Nabi Muhammad SAW: “Aku jamin rumah di dasar syurga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah di tengah syurga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak syurga bagi yang baik akhlaqnya.” (HR Abu Daud)
8)        Menjauhi kata-kata keji, mencela, melaknat, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW: “Bukanlah seorang mukmin jika suka mencela, melaknat dan berkata-kata keji.” (HR Tirmidzi dengan sanad shahih)
9)        Menghindari banyak bercanda(bergurau), berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya seburuk-buruk orang disisi ALLAH SWT di hari Kiamat kelak ialah orang yang suka membuat manusia tertawa.” (HR Bukhari)
10)     Menghindari menceritakan aib orang dan saling memanggil dengan gelaran yang buruk, berdasarkan ayat al-quran, Al-Hujjurat:11, juga dalam hadis Nabi Muhammad SAW: “Jika seorang menceritakan suatu hal padamu lalu ia pergi, maka ceritanya itu menjadi amanah bagimu untuk menjaganya.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi dan ia menghasankannya)
11)     Menghindari dusta, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW:
“Tanda-tanda munafik itu ada tiga, jika ia bicara berdusta, jika ia berjanji mengingkari dan jika diberi amanah ia khianat.” (HR Bukhari)
12)     Menghindari ghibah(mengutuk) dan mengadu domba, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW:
“Janganlah kalian saling mendengki, dan janganlah kalian saling membenci, dan janganlah kalian saling berkata-kata keji, dan janganlah kalian saling menghindari, dan janganlah kalian saling meng-ghibbah satu dengan yang lain, dan jadilah hamba-hamba ALLAH yang bersaudara.” (HR Muttafaq ‘alaih)
13)     Berhati-hati dan adil dalam memuji, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW dari Abdurrahman bin Abi Bakrah dari bapanya berkata: Ada seorang yang memuji orang lain di depan orang tersebut, maka berkata Nabi SAW: “Celaka kamu, kamu telah mencelakakan saudaramu! Kamu telah mencelakakan saudaramu!” (dua kali), lalu kata baginda SAW: “Jika ada seseorang ingin memuji orang lain di depannya maka katakanlah: Cukuplah si fulan, semoga Allah mencukupkannya, kami tidak mensucikan seorangpun di sisi Allah, lalu barulah katakan sesuai kenyataannya.” (HR Muttafaq ‘alaih dan ini adalah lafzh Muslim).
Dan dari Mujahid dari Abu Ma’mar berkata: Berdiri seseorang memuji seorang pejabat di depan Miqdad bin Aswad secara berlebih-lebihan, maka Miqdad mengambil pasir dan menaburkannya di wajah orang itu, lalu berkata: Nabi Muhammad SAW memerintahkan kami untuk menaburkan pasir di wajah orang yang gemar memuji. (HR Muslim).


I.                   ADAB MAKAN DAN MINUM
Seorang muslim makan sambil berjalan, makan dengan tangan kiri, tanpa berdoa, bahkan menyisakan makanan, hal ini seakan sudah menjadi pemandangan umum di kantin-kantin kampus.
Betapa miris hati ini melihatnya. Bila amal ibadah yang ringan saja sudah ditinggalkan dan disepelekan, bagaimana dengan amalan yang besar pahalanya? Atau mungkinkah karena hal itu hanya merupakan suatu ibadah yang kecil kemudian kita meninggalkannya dengan alasan kecilnya pahala yang akan kita peroleh? Tidak begitu, yang sedikit apabila rutin dilakukan, maka akan menjadi banyak! Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul, dan janganlah kamu merusakkan segala amalmu.” (QS. Muhammad 33)
Cukuplah firman Allah Ta’ala tersebut menjadi nasihat bagi kita semua untuk selalu berusaha menaati perintah Allah dan perintah Rasul-Nya, baik perintah wajib maupun anjuran (sunnah) maupun atau perintah untuk menjauhi perkara yang dilarang. Saat ini banyak kita jumpai seorang muslim yang menyepelekan amalan sunnah, namun berlebihan pada perkara yang mubah. Maka perhatikanlah firman Allah Ta’ala,
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hayr : 7)
Dan di antara perintah dan larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah adab ketika makan dan minum.
1)        Memakan makanan dan minuman yang halal. Hendaknya kita memilih makanan yang halalAllah Ta’ala telah memerintahkan kepada kita agar memakan makanan yang halal lagi baik. Allah Ta’ala telah berfirman,
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Hai para rasul, makanlah yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mu`minun: 51)

2)        Mendahulukan makan daripada shalat jika makanan telah dihidangkan.Yang dimaksud dengan telah dihidangkan yaitu sudah siap disantap. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila makan malam telah dihidangkan dan shalat telah ditegakkan, maka mulailah dengan makan malam dan janganlah tergesa-gesa (pergi shalat) sampai makanmu selesai.” (Muttafaqun ‘alaih) Faidahnya supaya hati kita tenang dan tidak memikirkan makanan ketika shalat. Oleh karena itu, yang menjadi titik ukur adalah tingkat lapar seseorang. Apabila seseorang sangat lapar dan makanan telah dihidangkan hendaknya dia makan terlebih dahulu. Namun, hendaknya hal ini jangan sering dilakukan.
3)        Tidak makan dan minum dengan menggunakan wadah yang terbuat dari emas dan perak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang minum pada bejana perak sesungguhnya ia mengobarkan api neraka jahanam dalam perutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Al-Bukhari (5110) dan Muslim (2067) telah meriwayatkan dari Hudzaifah bin al-Yaman RA, dia berkata: "Pernah aku mendengar Rasulul-lah SAW bersabda:
 لاَتَشْرَبُوْا فِى آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ ٠ وَلاَ تَأْكُلُوْا فِى صِحَافِهَا ٬ فَاِنَّهَالَهُمْ فِى الدُّنْيَا وَلَنَا فِى الآ خِرَةِ٠ 
Artinya: "Janganlah kamu minum pada wadah-wadah (yang terbuat dari) emas dan perak, dan jangan pula makan pada piring-piringnya, karena semua itu untuk orang-orang kafir di dunia dan untuk kita kelak di akhirat. "

4)        Jangan berlebih-lebihan dan boros. Sesungguhnya berlebih-lebihan adalah di antara sifat setan dan sangat dibenci Allah Ta’ala sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Isra` ayat 26-27 dan Al-A’raf ayat 31. Berlebih-lebihan juga merupakan ciri orang-orang kafir sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seorang mukmin makan dengan satu lambung, sedangkan orang kafir makan dengan tujuh lambung.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5)        Mencuci tangan sebelum makan. Walaupun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mencontohkan hal ini, namun para salaf (generasi terdahulu yang shalih) melakukan hal ini. Mencuci tangan berguna untuk menjaga kesehatan dan menjauhkan diri dari berbagai penyakit.
6)        Jangan menyantap makanan dan minuman dalam keadaan masih sangat panas ataupun sangat dingin karena hal ini membahayakan tubuh. Mendinginkan makanan hingga layak disantap akan mendatangkan berkah berdasarkan sabda Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam,“Sesungguhnya yang demikian itu dapat mendatangkan berkah yang lebih besar.” (HR. Ahmad)
7)        Tuntunan bagi orang yang makan tetapi tidak merasa kenyang. Para sahabat radhiyallahu ‘anhum berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan tetapi tidak merasa kenyang.” Rasulullah saw menjawab, ”Barangkali kalian makan berpencar (sendiri-sendiri).” Mereka menjawab, ”Benar.” Beliau kemudian bersabda, “Berkumpullah kalian atas makanan kalian dan sebutlah nama Allah, niscaya makanan itu diberkahi untuk kalian.” (HR. Abu Dawud)
8)        Dianjurkan memuji makanan dan dilarang mencelanya. Rasulullah saw tidak pernah mencela makanan sama sekali. Apabila beliau menyukainya, maka beliau memakannya. Dan apabila beliau tidak suka terhadapnya, maka beliau meninggalkannya. (HR. Muslim)
9)        Membaca tasmiyah (basmallah) sebelum makan. Rasullah saw bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian makan, hendaklah ia membaca‘Bismillah’ (dengan menyebut nama Allah). Jika ia lupa membacanya sebelum makan maka ucapkanlah, ‘Bismillaahi fii awwalihi wa aakhirihi’ (dengan menyebut nama Allah pada awal dan akhir -aku makan-)” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)Di antara faedah membaca basmallah di setiap makan adalah agar setan tidak ikut makan apa yang kita makan. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk bersama seseorang yang sedang makan. Orang itu belum menyebut nama Allah hingga makanan yang dia makan itu tinggal sesuap. Ketika dia mengangkat ke mulutnya, dia mengucapkan, ‘Bismillaahi fii awwalihii wa aakhirihi’. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa dibuatnya seraya bersabda, “Masih saja setan makan bersamanya, tetapi ketika dia menyebut nama Allah maka setan memuntahkan semua yang ada dalam perutnya.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa`i)
10)     Makan dan minum dengan tangan kanan dan dilarang dengan tangan kiri. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, makanlah dengan tangan kanan dan minumlah dengan tangan kanan, karena sesungguhnya setan makan dan minum dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim)Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa salam mendoakan keburukan bagi orang yang tidak mau makan dengan tangan kanannya. Seseorang makan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dengan tangan kirinya, maka beliau bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu.” Orang itu menjawab, “Saya tidak bisa.” Beliau bersabda, “Semoga kamu tidak bisa!” Orang tersebut tidak mau makan dengan tangan kanan hanya karena sombong. Akhirnya dia benar-benar tidak bisa mengangkat tangan kanannya ke mulutnya. (HR. Muslim)
11)     Makan mulai dari makanan yang terdekat. Umar Ibnu Abi Salamah radhiyallahu’anhuma berkata, “Saya dulu adalah seorang bocah kecil yang ada dalam bimbingan (asuhan) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tangan saya (kalau makan) menjelajah semua bagian nampan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam menegur saya, ‘Wahai bocah bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari yang terdekat denganmu.’ Maka demikian seterusnya cara makan saya setelah itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)Hadits ini sekaligus sebagai penguat dari kedua adab makan sebelumnya dan menjelaskan bagaimana cara menasihati anak tentang adab-adab makan. Lihatlah bahwa nasihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam sangat dipatuhi oleh Umar Ibnu Abi Salamah pada perkataan beliau, “ … demikian seterusnya cara makan saya setelah itu.“
12)     Memungut makanan yang jatuh, membersihkannya, kemudian memakannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika salah satu dari kalian makan lalu makanan tersebut jatuh, maka hendaklah ia memungutnya dan membuang kotorannya kemudian memakannya. Jangan ia biarkan makanan itu untuk setan.” (HR. At-Tirmidzi). Sungguh betapa mulianya agama ini, sampai-sampai sesuap nasi yang jatuh pun sangat dianjurkan untuk dimakan. Hal ini merupakan salah satu bentuk syukur atas makanan yang telah Allah Ta’ala berikan dan bentuk kepedulian kita terhadap fakir miskin.
13)     Makan dengan tiga jari (yaitu dengan ibu jari, telunjuk, dan jari tengah) kemudian menjilati jari dan wadah makan selesai makan. Ka’ab bin Malik radhiyallahu ’anhu berkata, “Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dengan tiga jarinya. Apabila beliau telah selesai makan, beliau menjilatinya.” (HR. Muslim). Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian selesai makan, maka janganlah ia mengusap jari-jarinya hingga ia membersihkannya dengan mulutnya (menjilatinya) atau menjilatkannya pada orang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Maksudnya yaitu menjilatkan pada orang lain yang tidak merasa jijik dengannya, misalnya anaknya saat menyuapinya, atau suaminya.
14)     Cara duduk untuk makan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,Aku tidak makan dengan bersandar.” (HR. Bukhari). Maksudnya adalah duduk yang serius untuk makan. Adapun hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamsaat makan duduk dengan menduduki salah satu kaki dan menegakkan kaki yang lain adalah dhaif (lemah). Yang benar adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk bersimpuh (seperti duduk sopannya seorang perempuan dalam tradisi Jawa) saat makan.
15)     Apabila lalat terjatuh dalam minuman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Apabila lalat jatuh pada minuman salah seorang dari kalian maka hendaklah ia mencelupkan lalat tersebut kemudian barulah ia buang, sebab di salah satu sayapnya ada penyakit dan di sayap yang lain terdapat penawarnya.” (HR. Bukhari).

16)     Bersyukur kepada Allah Ta’ala setelah makan. Terdapat banyak cara bersyukur atas kenikmatan yang Allah Ta’ala berikan kepada kita, salah satunya dengan lisan kita selalu memuji Allah Ta’ala setelah makan (berdoa setelah makan). Salah satu doa setelah makan yaitu, “alhamdulillaahi hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi ghaira makfiyyin walaa muwadda’in walaa mustaghnan ‘anhu rabbanaa.”(Segala puji bagi Allah dengan puja-puji yang banyak dan penuh berkah, meski bukanlah puja-puji yang memadai dan mencukupi dan meski tidak dibutuhkan oleh Rabb kita.”) (HR. Bukhari).
17)     Buruknya makan sambil berdiri dan boleh minum sambil berdiri, tetapi yang lebih utama sambil duduk. Dari Amir Ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya radhiyallahu ’anhum, dia berkata, “Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil berdiri dan sambil duduk.” (HR. Tirmidzi, hadits hasan shahih). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang laki-laki minum sambil berdiri. Qatadah radhiyallahu ‘anhu berkata,“Kami bertanya kepada Anas, ‘Kalau makan?’ Dia menjawab, ‘Itu lebih buruk -atau lebih jelek lagi-.’” (HR. Muslim).
18)     Minum tiga kali tegukan seraya mengambil nafas di luar gelas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sebanyak tiga kali, menyebut nama Allah di awalnya dan memuji Allah di akhirnya. (HR.Ibnu As-Sunni dalam ‘Amalul Yaumi wallailah (472)). Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum, beliau bernafas tiga kali. Beliau bersabda, “Cara seperti itu lebih segar, lebih nikmat dan lebih mengenyangkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bernafas dalam gelas dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,“Apabila salah seorang dari kalian minum, janganlah ia bernafas di dalam gelas.”(HR. Bukhari).
19)     Berdoa sebelum minum susu dan berkumur-kumur sesudahnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika minum susu maka ucapkanlah, ‘Allahumma barik lana fihi wa zidna minhu’ (Ya Allah berkahilah kami pada susu ini dan tambahkanlah untuk kami lebih dari itu) karena tidak ada makanan dan minuman yang setara dengan susu.”(HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (5957), dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’(381)). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian minum susu maka berkumur-kumurlah, karena sesungguhnya susu meninggalkan rasa masam pada mulut.” (HR. Ibnu Majah (499)).

20)     Dianjurkan bicara saat makan, tidak diam dan tenang menikmati makanan seperti halnya orang-orang Yahudi. Ishaq bin Ibrahim berkata, “Pernah suatu saat aku makan dengan Abu ‘Abdillah (Imam Ahmad) dan sahabatnya. Kami semua diam dan beliau (Imam Ahmad) saat makan berkata, ‘Alhamdulillah wa bismillah’, kemudian beliau berkata, ‘Makan sambil memuji Allah Ta’ala  adalah lebih baik dari pada makan sambil diam.’”


J.                  ADAB DI KAKUS ATAU DI KAMAR MANDI

Pastinya setiap hari kita sering sekali bolak-balik kamar mandi. Entah itu mandi, buang air besar atau kecil, mencuci tangan sampai aktivitas mencuci pakaian. Apakah kita sudah mengetahui adab-adabnya ketika masuk kamar mandi dan ketika berada dalam kamar mandi?. Ternyata masuk kamar mandi pun ada adabnya dalam islam.
1)        Membaca Doa
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ بِسْمِ اللهِ
,”Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari godaan setan laki-laki dan perem-puan”.
(HR.Ahmad dari Anas bin Malik, dan di shahihkan oleh Al-Albani dalam shahih al-jami; (4712).
2)        Mendahulukan kaki kiri ketika masuk kamar mandi.
3)        Menggunakan alas kaki, sangat dianjurkan.
4)        Dianjurkan memakai tutup kepala ketika mandi di kamar mandi, agar syetan tidak mengotori dengan najis.
5)         Jangan berbicara ketika berada di dalam kamar mandi.
Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu Anhu’ bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam’ bersabda,”Bila dua orang diantara kamu buang air, hendaklah saling membelakangi dan jangan berbicara. Karena sesunguhnya Allah murka akan hal itu.”
6)        Disunnahkan berdehem tiga kali ketika selesai buang air kecil, agar semua kotorannya keluar.
7)        Tidak boleh menghadap atau membelakangi kiblat ketika Buang air kecil dan buang air besar
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu’ bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam’ Bersabda
“Bila kamu mendatangi tempat buang air, janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya.“ (HR. Bukhari dan Muslim)
8)        Tidak boleh menjawab salam ketika berada di dalam kamar mandi.
9)        Tidak boleh membawa atau membaca lafadz Allah swt dan Nabi Muhammad Saw atau ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits ke dalam kamar mandi
Berhati-hatilah apabila anda memiliki hp yang di dalamnya ada aplikasi Al-Qurannya. 
10)    Tidak boleh mandi berduaan di dalam kamar mandi, kecuali suami istri.
11)    Tidak boleh makan dan minum ketika berada di dalam kamar mandi.
12)    Berhati-hatilah dengan percikan najis
Rasulullah saw pernah bersabda:“Bahwa kebanyakan siksa kubur disebabkan karena tidak berhati-hati ketika beristinja”.
13)    Memakai  tabir penghalang/penutup kamar mandi, agar tidak terlihat orang lain
Rasulullah saw bersabda: “Bila kamu buang air hendaklah beristitar      (menutup tabir). Bila tidak ada tabir maka menghadaplah ke belakang.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).
14)    Mendahulukan kaki kanan ketika keluar kamar mandi.
15)    Membaca doa setelah keluar kamar mandi
Hadits Shahih dalam kitab Abu Dawud dan Imam At-Tirmidzi,’Bahwa Rasulullah saw mengucapkan doa berikut ini saat beliau keluar dari kamar mandi:
“Ghufraanaka”
“ Ya Allah”..Aku memohon Pengampunan-MU.”

K.               ADAB TIDUR SESUAI TUNTUNAN SUNNAH
 

Tidur menjadi sesuatu yang esensi dalam kehidupan kita. Karena dengan tidur, kita menjadi segar kembali. Tubuh yang lelah, urat-urat yang mengerut, dan otot-otot yang dipakai beraktivitas seharian, bisa meremaja lagi dengan melakukan tidur.

Dan berikut adalah beberapa kebiasaan Rasulullah seputar tidur:
1)          Tidur di Awal Malam dan Bangun di Akhir Malam     
2)          Tidur/Istirahat di Siang Hari
3)          Tata Cara Tidur
4)          Lebih Baik Tidur Menyamping Ke Kanan
5)          Tidur Tanpa Bantal
6)          Tidur di Ruangan Gelap

Tatacara Sesuai Sunah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
  يَجْمَعُ كَفَّيْهِ ثُمَّ يَنْفُثُ فَيَقْرَأُ فِيْهِمَا قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ وَقُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ اْلفَلَقِ وَقُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ ثُمَّ يَسْمَحُ بِهِمَا مِنْ جَسَدِهِ مَا اسْتَطَاعَ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلىَ رَأسِهِ وَ وَجِهِهِ وَمَا مِنْ اقَبْلَ جَسَدِهِ ۳x  
“Mengumpulkan dua telapak tangan. Lalu ditiup dan dibacakan: Qul Huwallaahu Ahad (surat al-Ikhlash), Qul A’undzu bi Rabbil Falaq (surat al-Falaq) dan Qul A’uudzu bi Rabbin Naas (surat an-Naas). Kemudian dengan dua telapak tangan mengusap tubuh yang dapat dijangkau dengannya. Dimulai dari kepala, wajah dan tubuh bagian depan sebanyak 3 kali”

Selanjutnya, membaca ayat Kursi:
وَإِلهُكُمْ إِلهٌ وَاحِدٌ لآ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحَمَنُ الرَّحِيمُ. اَللهُ لآ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَتَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَهُ مَافِي السَّموَاتِ وَمَافِي اْلأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَابَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَاخَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّموَاتِ وَاْلأَرْضَ وَلاَ يَئــُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ.
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Baqarah: 255)

Kemudian membaca 2 ayat terakhir dari surat al-Baqarah:

ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبـِـّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ  كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ. لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَاۚ  لَهَا مَاكَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَااكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَآإِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَاۚ رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآإِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَاۚ رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَطَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَآ  أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ.

“Rasul (Muhammad) telah beriman kepada apa (al-Qur-an) yang diturunkan kepadanya dan Rabb-nya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya dan Rasul-Rasul-Nya. (Mereka berkata): ‘Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari Rasul-Rasul-Nya,’dan mereka berkata: ‘Kami dengar dan kami taat.’ (Mereka berdo’a): ‘Ampundah kami ya Rabb kami dan kepada Engkau-lah tempat kami kembali.’Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakan dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo’a): ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelian kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkau-lah Pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir. (QS. Al-Baqarah: 285-286)

Dari al-Bara’ bin Azib radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku: ‘Apabila engkau hendak tidur, berwudhu’lah sebagaimana wudhu’-mu ketika hendak shalat.
Kemudian berbaringlah di atas bagian tubuh yang kanan, lalu bacalah:

اَللَّهُمَّ اَسْلَمْتُ نَفْسِيْ اِلَيْكَ وَفَوَّضْتُ اَمْرِيْ اِلَيْكَ وَوَضَعْتُ وَجْهِيْ اِلَيكَ وَاَلْجَأتُ ظَهْرِيْ اِلَيْكَ رَغْبَةً وَرَهْبَةً اِلَيْكَ لاَ مَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ اِلاَّ اِلَيْكَ اَمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِيْ اَنْزَلْتَ وَنَبِيِّكَ الَّذِيْ اَرْسَلْتَ 
‘Ya Allah, aku menyerahkan diriku kepada-Mu, aku menghadapkan wajahku kepada-Mu, aku serahkan semua urusanku kepada-Mu, aku menyandarkan punggungku ke-pada-Mu. Karena mengharap dan takut kepada-Mu. Sesungguhnya tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari (ancaman)-Mu kecuali kepada-Mu. Aku beriman kepada Kitab yang Engkau turunkan dan kepada Nabi yang Engkau utus.”
Kemudian membaca,
بِسْمِكَ رَبِّي وَضَعْتُ جَنْبِيْ وَبِكَ اَرْفَعُهُ فَاِنْ اَمْسَكْتَ نَفْسِيْ فَارْحَمْهَا وَاِنْ اَرْسَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا ِبمَا تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ
“Dengan Nama-Mu (aku tidur), wahai Rabb-ku, aku meletakkan lambungku. Dan dengan Nama-Mu pula aku bangun daripadanya. Apabila Engkau mencabut nyawaku, maka berikanlah rahmat-Mu padanya. Dan apabila Engkau membiarkan hidup, maka peliharalah, sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang shalih.
Kemudian membaca:
اَللَّهُمَّ خَلَقْتَ نَفْسِيْ وَاَنْتَ تَوَفَّهَا وَمَحْيَاهَا اِنْ اَحْيَيْتَهَا فَاحْفَظْهَا وَاِنْ اَمَتَّهَا فَاغْفِرْلَهَا اللَّهُمَّ اِنِّي اَسْأَلُكَ اْلعَافِيَةَ 
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah menciptakan diriku, dan Engkau-lah yang akan mematikannya. Mati dan hidupnya hanya milik-Mu. Apabila Engkau menghidupkannya, maka peliharalah. Apabila Engkau mematikannya, maka ampunilah. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon ke-selamatan kepada-Mu.”

اَللَّهُمَّ قِنِيْ عَذَابَكَ يَوْمَ تُبْعَثُ عِبَادُكَ 
“Ya Allah, lindungilah diriku dari siksaan-Mu pada hari ketika Engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu.”
بِسْمِكَ اللَّهُمَّ اَحْيَا وَاَمُوْتُ
 “Dengan Nama-Mu, ya Allah, aku mati dan aku hidup.”

“Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila hendak tidur, beliau membaca: Aliflaam miim tanziil as-Sajdah (QS. As-Sajdah: 1-30) dan Tabaarakalladzii biyadihil mulku. (QS. Al-Mulk: 1-30).”
سُبْحَانَ اللهِ (۳۳)
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ (۳۳)
اَلله ُ أَكْبَرُ (۳۳)
 “Mahasuci Allah.” (33x) “Segala puji bagi Allah.” (33x) “Allah Mahabesar.” (34x)
L.     Kaifiyat Bersuci
1.        Contoh-contoh air yang boleh dipakai bersuci.
Dalam kesempatan ini, akan diulas jenis-jenis  air untuk bersuci. Perlu diketahui bahwa sumber air yang dipakai untuk bersuci ada 7 jenis, yakni:
1.      Air hujan.
2.      Air laut.
3.      Air sumur.
4.      Air sungai.
5.       Mata air.
6.       Air salju (es).
7.        Embun.

2.      Jenis-jenis air dan boleh tidaknya untuk bersuci.

Setiap air yang disebutkan di atas, memiliki tempat tersendiri dalam zatnya, fungsinya dan hukum menggunakannya. Dalam hal ini, ada 4 jenis air ketika dihubungkan dengan thaharah, di antaranya:

1.    Air mutlak.
Air mutlak adalah air yang suci zatnya (tidak berubah salah satu dari tiga sifatnya: rasa, warna dan aromanya), bisa untuk mensucikan yang lainnya dan tidak makruh dipergunakan (untuk keperluan lain seperti mandi atau mencuci). Satu hal lagi, air ini tidak diiringi nama yang sudah melekat padanya (qayyid lazim). Misalnya air kelapa, air tebu, air nila dan lain-lain.

2.    Air musta’mal dan air mutaghayyar.
Adalah air suci tapi tidak mensucikan. Untuk itu tidak boleh dipakai untuk bersuci dalam wudlu, mandi dan intinja. Namun, kalau memungkinkan masih bisa dipakai untuk keperluan lain seperti mandi, mencuci, memasak dan lain-lain. Secara fisik, perubahan  air ini ada yang nampak dinamai mutaghayyar (berubah) dan tidak nampak dinamai musta’mal (bekas).

3.      Air musyammas.
Adalah air yang suci zatnya, mensucikan dan sah jika di gunakan untuk bersuci, tetapi makruh di gunakan untuk bersuci. Air jenis ini di sebut dengan Air Musyammas, yaitu air yang di panaskan oleh  sinar matahari. Hal ini makruh secara medis karena menyebabkan penyakit sopak (belang). Akan tetapi, tidak semua air yang dipanaskan dengan sinar matahari makruh di gunakan, sebab ada syarat-syarat tertentu yang menyebabkannya makruh di gunakan, yaitu :
ü  Air tersebut ketika dipanaskan berada pada tempat yang terbuat dari besi, tembaga, timah dan sejenisnya. Jika terbuat dari kayu, plastic, tanah, kulit, emas dan perak, air tersebut tidak makruh digunakan.
ü  Dipanaskan pada kondisi panas yang luar biasa
ü  Tidak mudah mendingin kembali
ü  Masih tersedia air yang lain selain air musyammas. Jika sama sekali tidak ada air lain selain air musyammas, maka boleh bahkan wajib menggunakan air musyammas untuk bersuci.
ü  Di gunakan pada badan. Jika digunakan untuk mensucikan pakaian atau tempat atau benda lain, maka hukumnya boleh.
4.      Air mutanajjis.
Adalah air yang terkena najis atau barang najis meskipun sedikit.

3.      Air sedikit dan banyak.
Bagian ini dibagi dua :
ü  Air yang sedikit. Air dikatakan sedikit jika ukurannya kurang dari dua kullah, jika air kurang dari dua kullah kemasukan najis, maka hukumnya menjadi najis walaupun tidak ada perubahan apapun karena kemasukan najis itu tadi. Air ini mutlak tidak boleh digunakan untuk bersuci.
ü  Air yang banyak. Air yang banyak adalah air yang mencukupi bahkan lebih dari dua kullah. Jika air ini kemasukan najis, maka hukumnya suci jika tidak terjadi perubahan pada warna, rasanya dan baunya. Tetapi jika ada perubahan walaupun sedikit pada salah satu sifatnya, maka hukumnya menjadi najis. Air ini tetap boleh digunakan bersuci dengan catatan tidak ada perubahan apapun jika kemasukan najis. Misalnya si A mengencingi air sungai, jika air kencing tersebut tidak menyebabkan bau, rasa dan baunya air sungai berubah, maka hukumnya tetap suci.

4.    Jenis-jenis bersuci
A.     Wudlu
Pengertian wudlu.
Secara harfiyah (bahasa) wudlu berarti bersih (nazhif) dan suci. Sedangkan menurut pendapat ulama fiqih (istilah) berarti suatu pekerjaan yang membolehkan seseorang untuk shalat, membaca Al-Qur’an dan thawwaf.
a.    Dasar perintah wudlu.
Diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6, Allah SWT berfirman yang artinya,
”Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak mendirikan shalat, maka hendaklah membasuh wajah kalian, dan tangan kalian sampai (berserta) sikutnya, dan sapulah kepala dan basuhlah kaki kalian sampai (beserta) kedua mata kaki.....’’
b.    Fardlu Wudlu
Sebagaimana dikatakan, bahwa fardlu wudlu ada enam, yakni:
1.    Niat. Berniat di dalam hati menghilangkan hadats, atau berniat untuk wudlu dengan maksud mencari kerida’an Allah.
2.    Membasuh muka. Panjangnya mulai dari tempat yang biasa tumbuhnya rambut kepala sampai dengan wilayah bawah kedua rahangnya, sedangkan lebarnya dari telinga kanan sampai telinga kiri.
3.    Membasuh kedua tangan dengan kedua sikutnya.
4.    Mengusap sesuatu di kepala, baik kulit ataupun rambutnya yang ada pada batas kepala.
5.    Membasuh kedua kaki beserta kedua mata kakinya.
6.    Tartib.
 
Perhatikanlah oleh kalian dengan seksama! Bagaimanakah urutan wudlu sesuai gambaran di atas? Diskusikan dengan temanmu!
c.             Do’a setelah wudlu.
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
”Aku bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah dan Aku bersaksi bahwasanya (Nabi) Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah hamba sebagian dari orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah pula hamba sebagiah hamba-hamba yang suka bersuci dan jadikanlah pula sebagai hamba-hamba-Mu yang salih.”
d.    Hikmah wudlu.
1.    mensyukuri nikmat Allah Ta’ala.
2.    menghilangkan hadast kecil.
3.    membersihkan diri dari kotoran lahir dan batin.
4.    menjalankan sunah nabi, menjaga diri senantiasa suci.
5.    dalam khabar nabawiy, kelak hari kiamat akan wajahnya akan bersinar laksana bulan purnama.
6.    mendapatkan pahala dan karunia mulia dari Allah, yakni diperbolehkan masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.

B.     Mandi Besar
Disebut Mandi besar karena wajibnya meratakan seluruh anggota badan dengan air dengan niat tertentu. Mandi ini hukumnya wajib jika terjadi hal-hal berikut :
1.      Jima. Hal ini terjadi pada pasangan suami isteri.
2.      Keluar mani (sperma). Bagi yang sudah sempurna umurnya 15 tahun baik laki-laki maupun perempuan.
3.      Haid (menstruasi). Yakni darah yang keluar dari kemaluan wanita dalam keadaan sehat setiap bulan.
4.      Nifas. Yakni darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah melahirkan.
5.      Wiladah (melahirkan). Meskipun tidak mengelaurkan darah, tetap wajib mandi besar. Sebab yang mengharuskannya bukan nifas tapi melahirkan.
6.      Maut (meninggal dunia).
Untuk itu, terdapat perbedaan yang jelas sekali antar mandi biasa dengan mandi besar. Agar mandi ini sah, sesuai dengan tunutan syara’, maka ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya, di antaranya fardlu mandi besar (ghusyl), kaifiyat dan jenis mandi yang dianjurkan.
Fardlu mandi besar ada 3perkara, yaitu :
1.      Niat (menyengaja melakukan sesuatu);
2.      Menghilangkan najis jika ada di badan;
3.      Meratakan air ke seluruh rambut dan kulit (tubuh).
Sementara sunah-sunahnya ada 5perkara, yakni :
1.      Basmalah (di dalam hati atau di luar kamar mandi);
2.      Berwudlu sebelumnya;
3.      Membolak-balikan tangan ke seluruh tubuh;
4.      Terus-menerus; dan,
5.      Mendahulukan bab anggota kanan dari kirinya.
            Jenis-jenis mandi yang disunahkan ada 7 macam mandi,
1.      hari jum’at;
2.      dua ‘id (‘idul fitri dan ‘idul adlha);
3.      istisqo (mandi sebelum sholat meminta turun hujan);
4.      gerhana (baik bulan maupun matahari);
5.      mandi setelah memandikan jenazah;
6.      yang kafir jika ia masuk islam;
7.      yang gila dan yang pingsan jika sembuh atau siuman;
8.      mandi (ketika) hendak ihram (memakai pakaian manasik);
9.      masuk kota Mekah;
10.  karena wuquf di ‘Arafah;
11.  mabit (menginap) di Mudzdalifah;
12.  karena melempar jumrah yang tiga;
13.  thowwaf (mengelilingi Ka’bah);
14.  sa’I (lari-lari dari Shofa ke Marwa); dan
15.  masuk Kota Madinah Rasululloh SAW.

C.           Tayamum
Syarat-syarat tayamum ada 5 perkara :
1.      ada udzur (halangan) karena perjalanan atau sakit;
2.      setelah masuk waktu sholat;
3.      mencari air (terlebih dahulu untuk memastikanada tidaknya);
4.      ada halangan menggunakannya atau diperlukannya setelah ia mencari air;
5.      tanahnya suci tidaktercampur tepung, jika tercampur tepung atau serbuk maka tidak mencukupi syarat.

Fardlu tayamum ada 4 perkara, yaitu;
1.      niat;
2.      mengusap wajah;
3.      mengusap kedua tangan dengan kedua sikutnya; dan
4.      tartib.

Kesunahannya ada 3 hal :
1.      tasmiah;
2.      mendahulukan anggota kanan dari kiri;
3.      terus-menerus.

Dan yang membatalkan tayamum ada 3 hal :
1.      apa-apa yang membatalkan wudlu;
2.      melihat air di waktu bukan sedang sholat;
3.      murtad (keluar islam).

Sementara orang yang menggunakan gif (pengaman), boleh mengusapnya bertayamum dan sholat serta tidak wajib i’adah (mengulangi shoalatnya), jika ia menggunakan/memakainya setelah suci.  Dan seseorang bertayamum hanya untuk sekali sholat fardlu saja, dan untuk sholat sunah boleh sebisa/semaunya (selama belum batal).
Description: http://muslim.or.id/wp-content/uploads/2011/04/khuf-2-150x150.jpg Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnJ_MMPqWxc4K-78POobAlq1OaP0cdTb_Hln1iQM2Jp4Ea0UujrC-036GUSpPyr-KfCOKsTTdeHHyA3K5ulFrMPPi-vCdEpPRN7672DM5BAuK3_YCBWQ7CArH_sFWxIgYbpq7mZL8-bsA/s200/iranian_troops2.jpg

Description: BNN 288
D.       Mashul Khuff (mengusap khuffain)
Khuff sama dengan sepatu yang menutup rapat telapak kaki atau kita bisa sebut sepatu/kaos kaki. Mengusap dua khuff dalam berwudlu itu merupakan rukhshah (keringanan) dari Allah SWT.


Masalah mengusap khuff ini sudah diisyaratkan dalam al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6,
يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ اَامَنُوْا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُؤُسِكُمْ وَاَرْجُلِكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Wahai orang-orang yang beriman jika kalian hendak mendirikan shalat maka basuhlah muka kalian, dan kedua tanyan kalian. Dan usaplah kepala kalian dan kaki-kaki kalian hingga kedua mata kakinya…….”
Ketika kata “arjulakum” dibaca “wa arjulakum” diathafkan pada kata ‘su’usikum’ yang sehingga maknannya ‘…..dan usaplah kepala kalian dan kaki kalian sampai mata kaki.
Selanjutnya masih pada ayat itu, Allah Ta’ala mengisyaratkan dengan firmanNya,

مَا يُرِيْدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَه٬ُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Allah tidak mengendaki membuat kesulitan pada kalian, akan tetapi Dia hendak mensucikan kamu dan menyempurnakan nikmatNya padaMu agar kamu bersyukur (QS. Al-Maidah, 6).

Seiring dengan ucapan Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud,

لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ . رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدَ.
Seandainya agama itu dengan logika semata, maka tentu bagian bawah khuf lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya. Namun sungguh aku sendiri telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas khufnya.”
Dalam hadist di atas dijelaskan bahwasanya Rasulullah telah mencontohkan mengusap khuff, dari atas sepatunya yang terbuat dari bahan yang kuat untuk dipakai jalan-jalan beberapa lamanya. Sebagaimana yang akan dijelaskan.
Sehingga apa yang dilakukan oleh kita semata-mata karena mengikuti apa yang beliau lakukan pula.

1.      Sebab-sebab anjuran mengusap khuff
Yang menyebabkan bolehnya mengusap khuf  (sepatu) di antaranya adalah:
a.        Membantu memudahkan dalam menunaikan kewajiban menjalankan syariat islam seperti menyempurnakan syarat dan rukun wudhu dan shalat.
b.        Menghilangkan rasa khawatir tertinggal shalat karena waktu sempit atau terhindar dari bahaya/ancaman musuh dalam perang.
c.        Melaksanakan keutamaan mengambil rukhshah sebagai kemudahan dari Allah Ta’ala.
d.       Karena perjalanan yang jauh selama 3 hari 3 malam untuk yang musafir sedangkan muqim 1 hari 1 malam.
2.      Syarat-syarat mengusap khuff (sepatu)
Kedua dalil di atas merupakan landasan mengusap sepatu ketiak bersuci. Agar sempurna, maka harus memenuhi syarat-syarat, di antaranya:
a.         Dengan tiga syarat : Mulai memakai (sepatu) nya setelah dalam keadan suci yang sempurna
b.        Sepatu (yang dipakai) menutupi seluruh bagian kaki yang wajib di basuh (dalam wudu)
c.         Dan sepatu tersebut terbuat dari bahan yang memungkinkan (kuat) untuk berjalan terus-menerus.
d.        Keadaan sepatunya suci, tidak baud an tidak ada najis.

Sebagaimana yang disampaikan dalam kitab al-tahdzib halaman 27-28.

وَالْمَسْحُ عَلَى الْخُفَيْنِ جَائِزٌ بِثَلاَثَةِ شَرَائِطَ ؛ اَنْ يَلْبَدِئَ لُبْسَهُمَا بَعْدَ كَمَالِ الطَّهَارَةِ وَاَنْ يَكُوْنَا سَاتِرَيْنِ لِمَحَلِّ غَسْلِ الْفَرْضِ مِنَ الْقَدَمَيْنِ وَاَنْ يَكُوْنَا مِمَّا يُمْكِنُ تَتَابُعُ الْمَشْيِ عَلَيْهِمَا ؛ التذهيب ٢٧~٢٨
Mengusap sepatu (sebagai ganti membasuh kaki dalam berwudu) hukumnya adalah boleh 1), dengan tiga syarat : Mulai memakai (sepatu) nya setelah dalam keadan suci yang sempurna; 2) Sepatu (yang dipakai) menutupi seluruh bagian kaki yang wajib di basuh (dalam wudu) ; 3) Dan sepatu tersebut terbuat dari bahan yang memungkinkan (kuat) untuk berjalan terus-menerus.

3.      Tata cara mengusap khuff.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW,
لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ . رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدَ.
Seandainya agama itu dengan logika semata, maka tentu bagian bawah khuf lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya. Namun sungguh aku sendiri telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas khufnya.”
Cara mengusap Khuff  itu ada dua, antara lain :
1.        Cara mengusap dua sepatu ini dilakukan setelah membersihkan anggota wudlu’ secara urut dan tertib, baru yang terakhir ngusap Khuff nya.
2.        Diusap atau disapukan kebagian atas khuff dengan tidak usah mengusap bagian bawahnya.

4.         Hal-hal yang membatalkannya.
Adapun hal-hal yang membatalkannya adalah :
a.         Melepas sepatu.
b.        Habis masa.
c.         Terjadi hal-hal yang menyebabkan mandi besar.
5.         Hikmahnya.
Pada pokoknya tujuan dari anjuran ini adalah meringankan (rukhshah) dari Allah Ta’ala, sebagai rahmat (kasih sayang)Nya.

E.       Menghilangkan Najis

النَّجْسُ لُغَةً قَذْرٌ وَاصْطِلاَحًا كُلُّ مُسْتَقْذِرٍ يَمْنَعُ صِحَةَ الصَّلاَةِ
“Najis menurut lughat (bahasa) artinya kotor, sedangkan menurut istilah (ulama Fiqh) setiap yang kotor yang menghalangi sahnya sholat .”

Para ulama membagi najis ke dalam tiga jenis, yakni :

1.      Najis mukhaffafah.
Secara umum para ulama memberikan batasan,
مُخَفَّفَةٌ وَهِيَ بَوْلُ الصَّبِيِّ الَّذِيْ لَمْ يَبْلُغْ حَوْلَيْنِ وَلَمْ يَتَغَذَّ بِغَيْرِ اللَّبَنِ
“Najis mukhafafah adalah (najis yang berasal dari) air seni (kencing) bayi laki-laki yang belum sempurna dua tahun dan belum makan apa pun kecuali air susu ibu (ASI).”
Najis mukhaffafah termasuk golongan najis ringan atau mudah. Disebut demikian karena cara mensucikannya cukup dengan diperciki air suci pada tempat. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.
 

Yang termasuk najis mukhoffafah adalah:

a.    Air seni atau air kencing bayi laki-laki yang hanya diberi minuman ASI tanpa makanan lain dan belum berumur 2 tahun.
بَوْلُ الْغُلَامِ يُنْضَحُ وَبَوْلُ الْجَارِيَةِ يُغْسَلُ
“Kencing anak kecil laki-laki (yang belum makan selain ASI) cukup dipercikkan, sedangkan kencing anak perempuan harus dicuci”. (H.R Ibnu Majah)
b.    Air madzi adalah cairan tipis dan lengket yang keluar dari kemaluan karena bangkitnya syahwat.
يَكْفِيكَ أَنْ تَأْخُذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَتَنْضَحَ بِهِ ثَوْبَكَ حَيْثُ تَرَى أَنَّهُ أَصَابَ مِنْهُ
“Cukup engkau mengambil seciduk air dengan tangan lalu percikkan di bagian pakaian yang terkena madzi”. (H.R Abu Dawud, atTirmidzi)
Adapun cara membersihkannya adalah sebagai berikut:
تَطْهِيْرُ النَّجَاسَةِ الْمُخَفَّفَةِ :لاَ يَجِبُ غَسْلُ  مَا اَصَابَهُ بَوْلُ الصَّبِيِّ مِنْ ثَوْبٍ اَوْ بَدَنٍ  اَوْ غَيْرِهِمَا بَلْ يَكْفِيْ رَشُّ اْلمَاءِ عَلَى مَحَلِّهِ
“Mensucikan najis mukhaffafah itu tidak perlu membasuh apa-apa yang terkena oleh air kencing
bayi tersebut yang mengenai pakaian, badan atay yang lainnya, tapi cukup dengan menjipratkan air ke atas tempatnya.”

2.         Najis mughalazhah.
Prof. Mahmud Yunus dalam kitab Fiqh Wadlih memberi batasan,
مُغَلَّظَةٌ وَهِيَ نجَاَ سَةُ اْلكَلْبِ وَالْخِنْزِيْرُ وَمَا تَوَلَّدَ بَيْنَهُمَا
“Najis mukhafafah adalah najis anjing, babi dan yang menjadi keturunannya“
 

Yang termasuk najis mugholladhoh adalah:
1.        Anjing dan keturunannya
          .طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ
“Sucinya bejana kalian ketika dijilat anjing adalah dicuci 7 kali salah satunya dengan tanah.” (H.R Muslim)
إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ اغْسِلُوهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ وَعَفِّرُوهُ فِي الثَّامِنَةِ بِالتُّرَابِ
“Jika anjing menjilat di dalam bejana maka cucilah 7 kali dan lumurilah pada cucian ke-8 dengan tanah.” (H.R. Ahmad)
2.        Babi dan keturunnannya.
                        Cara mensucikan najis mughaladhah adalah
تَطْهِيْرُ النَّجَاسَةِ الْمُغَلَّظَةِ:كُلُّ شَيْءٍ يَتَنَجَّسُ بُوُلُوْغِ اْلكَلْبِ واَلخْنِزْيِرِ فَاِنَّهُ يَجِبُ غَسْلُهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ اِحْدَاهُنَّ مَخْلُوْطَةٌ بِالترُّاَبِ
 Setiap perkara yang terkena najis dengan jilatan anjing dan babi, maka wajib dibasuh air 7 kali yang salah satunya dicampur dengan tanah.” (H.R. Ahmad)

3.         Najis mutawassithah.
 مُتَوَسِّطَةٌ وَهِيَ مَا عَدَا هَذَيْنِ النَّوْعَيْنِ كَالْبَوْلِ وَالْغَائِطِ
“Najis mutawassithath adalah barang selain kedua jenis najis ini seperti air kencing dan kotoran.”
Description: Image result for cara menghilangkan najis mukhaffafah 















                   Najis yang termasuk kategori ini adalah:
1.        Kencing dan kotoran manusia (selain anak kecil laki yang hanya makan ASI).
2.        Kencing dan kotoran hewan-hewan tertentu yang terdapat dalil kenajisannya.
3.        Wadi, cairan putih yang keluar mengiringi kencing atau keluar karena keletihan.
4.        Darah haidh dan nifas.
5.        Bangkai.
6.        Daging keledai piaraan. Pada perang Khaibar Nabi mengharamkan daging keledai jinak (piaraan) dan menyatakan bahwa itu najis (H.R al Bukhari dan Muslim dari Anas)

Cara membersihkannya,
تَطْهِيْرُ النَّجَاسَةِ الْمُتَوَسِّطَةِ:اِذَاوَقَعَتْ نَجَاسَةٌ غَيْرُمَا سَبَقَ حُكْمُهَا عَلَى شَيْءٍ وَجَبَ غَسْلُهُ مَرَّةً وَاحِدَةً بِالْمَاءِ وَالتَّثْلِيْثُ اَفْضَلَ
Jika  ada najis yang mutawassithah mengenai sesusatu, maka wajib membasuhnya sekali dengan menggunakan air dan menigakalikannya lebih utama.”

M.     DZIKIR BA'DA SHOLAT LIMA WAKTU
أَسْتَغْفِرُ الله َ الْعَظِيمَ الَّذِى لآ إلَهَ إلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ (٣x)
"Saya memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung, tiada Tuhan selain Dia Yang Maha Hidup lagi Maha Mengatur dan saya kembali kepada-Nya".
لآ إلَهَ إلاَّ الله ُوَحْدَهُ ﻻَشَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (١٠x)
“Tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya-lah seluruh kerajaan, bagi-Nya semua pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
اَللّهُمَّ أجِرْنــِى (نــَا) مِنَ النَّارِ (۷x)
“Ya Allah, lindungilah diriku dari api neraka".

اَللَّهُمَّ أَنــْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ وَإِلَيْكَ يَعُودُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ دَارَ السَّلاَمِ تَبَارَكْتَ رَبَّناَ وَتَعَالَيْتَ ياَذاَ الْجَلالِ وَالإكْراَمِ.
“Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Menyelamatkan, dari Engkaulah keselamatan, kepada Engkaulah kembali keselamatan. Ya Tuhan kami… hidupkanlah kami dengan penuh keselamatan, masukkanlah kami ke dalam surga tempat keselamatan. Ya Tuhan kami… Maha Mulia Engkau lagi Maha Tinggi wahai Yang memiliki kebesaran dan kemuliaan”.

اَللّهُمَّ لاَمَانِعَ لِماَ أعْطَيْتَ وَلامُعْطِيَ لِماَ مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ.
“Ya Allah tiada yang dapat mencegah jika Engkau berkehendak memberikan, tiada yang dapat memberikan jika Engkau berkehendak mencegahnya, dan tiada berguna kesungguhan seseorang tanpa pertolongan dari Engkau”.

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ﴿1﴾ اَلــْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿2﴾ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ﴿3﴾ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ﴿4﴾ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿5﴾ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿6﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَالضَّآلِّينَ ﴿7﴾
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di hari Pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿1﴾ اَللَّهُ الصَّمَدُ ﴿2﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿3﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿4﴾ (۳x)
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Dia-lah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.  قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ﴿1﴾  مِن شَرِّ مَاخَلَقَ ﴿2﴾ وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ ﴿3﴾ وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فيِ الْعُقَدِ ﴿4﴾ وَمِن شَرِّ حاَسِدٍ إِذَا حَسَدَ ﴿5﴾
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki".

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴿1﴾ مَلِكِ النَّاسِ ﴿2﴾ إِلَهِ النَّاسِ ﴿3﴾ مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ ﴿4﴾ الَّذِي يُوَسْوِسُ فيِ صُدُورِ النَّاسِ ﴿5﴾ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ ﴿6﴾
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia, raja manusia, sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia".

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. الــم ﴿1﴾ ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ ِفيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ ﴿2﴾ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ ﴿3﴾ وَالَّذِينِ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِاْلآخِرَةِ هُمْ يُوِقنُونَ ﴿4﴾ أُولَـئِكَ عَلَى هُدًى مِن رَبِّهِمْ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿5﴾
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Alif lám mím. Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
وَإِلهُكُمْ إِلهٌ وَاحِدٌ لآ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحَمَنُ الرَّحِيمُ. اَللهُ لآ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَتَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَهُ مَافِي السَّموَاتِ وَمَافِي اْلأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَابَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَاخَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّموَاتِ وَاْلأَرْضَ وَلاَ يَئــُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ.
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.

لآ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ  قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ. اَللهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَآؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ  هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ.
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya".
للهِ مَافِي السَّمَاوَاتِ وَمَافِي اْلأَرْضِ ۗ وَإِن تُبْدُوا مَافِي أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَن يَشَآءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَآءُ ۗ وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ. ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبـِـّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ  كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ. لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَاۚ  لَهَا مَاكَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَااكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَآإِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَاۚ رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآإِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَاۚ رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَطَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَآ  أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ.
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdo’a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".

شَهِدَ الله ُأَنــَّهُ لآ إِلهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُولُوا الْعِلْمِ قَائِماً بِالْقِسْطِ لاَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ. إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ. قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. تُولِجُ اللَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِى اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ.
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)".

اللَّهُمَّ أَعِنِّى (نــَا) عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عَبَادَتِكَ، إِلَهِى يَارَبِّى اَنْتَ مَوْلَىنَا الْمَعْبُوْدُ سُبْحَانَ اللهِ
“Ya Allah tolonglah saya untuk selalu ingat kepada Engkau dan bersyukur kepada Engkau dan memperbaiki ibadah kepada Engkau, wahai Tuhanku dan Rabbku”.

سُبْحَانَ اللهِ (٣٣x) وَبِحَمِدِهِ دَائِمًا قَائِمًا الْحَمْدُ للهِ  
“Maha Suci Allah, dan senantiasa semua pujian hanya kepada-Nya”.

 اَلْحَمْدُ لِلَّهِ (٣٣x) اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ وَنِعْمَةٍ
“Segala puji bagi Allah, atas segala keadaan dan semua nikmat”.

اَلله ُ أَكْبَرُ (٣٣x)
“Allah Maha Besar”.
اَلله ُ أَكْبَرُ كَبِيراً وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً لآ إلهَ إلاَّ الله ُوَحْدَهُ ﻻَشَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ .
“Allah Mahabesar dengan kebesaran-Nya mutlak, dan segala puji hanya bagi Allah sebanyak-banyaknya, Maha Suci Allah di waktu pagi maupun sore hari, tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, Dialah pemilik semua kerajaan dan hanya kepada-Nya kembali pujian, Dia Maha Kuasa atasa segala sesuatu".

Do’a Selesai Shalat Lima Waktu.
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لآ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِينَ. حَمْداً كَثِيراً طَيِّباً مُباَرَكاً فِيْهِ. حَمْداً يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكاَفِئُ مَزِيْدَهُ. ياَرَبَّناَ لَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلاَلِ وَجْهِكَ الْكَرِيمِ وَعَظِيمِ سُلْطاَنِكَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.   .
اللهم اغْفِرْلَنَا وَلِوَلِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صَغِيْرًا
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيـَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً
اللهم اَكْفِنَا بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَاَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
اللهم لَا سَهْلَ اِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلًا وَاَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ اِذَاشِئْتَ سَهْلًا
اللهم ارْزُقْنَا فَهْمَ النَّبِيِّيْنَ وَحِفْظَ الْمُرْسَلِيْنَ وَاِلْهَامَ الْمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ
اللهم اَنْزِلْ عَلَيْنَامَائِدَةً مِنَ السَّمَآءِ تَكُوْنُ لَنَا عِيْدًا لِاَوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَآيَةً مِنْكَ وَارْزُقْنَا وَاَنْتَ خَيْرُالرَّازِقِيْنَ
رَبِّ اجْعَلْنَا مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِنْ ذُرِّيــَّـتَنَا رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءَناَ
اللهم سَهِّلْ اُمُوْرَنَا وَاُمُوْرَوَلِدِيْنَا وَاُمُوْرَاَوْلَادِنَا وَاُمُوْرَاَسَاتِيْذَتِنَا وَاُمُوْرَمَعْهَدِنَا هَذَا حَيَاةً طَيِّبَةً مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وْاْلاَرْضُ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ إِنِّي أعُوذُ بِكَ مِنَ الهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيـْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الهَرَمِ وعَذَابِ القَبْرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتــْنَـةِ الدَّجَّالِ.

Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung Yang tiada tuhan selain Dia Yang Maha Hidup dan Maha Mengurus makhluk-Nya, saya tobat kepada Allah. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, pujian yang sebanyak-banyaknya, pujian yang sebaik-baiknya dan penuh keberkahan, pujian yang akan menyempurnakan nikmat-nikmat-Nya dan melimpahkan tambahan karunia-Nya. Ya Tuhan kami, semua pujian hanya milik Engkau, segala ungkapan syukur hanya kepada Engkau sebagaimana layaknya keagungan Zat-Mu Yang Maha Mulia dan kebesaran kekuasaan-Mu.
Sampaikanlah shalawat dan salam sejahtera kepada penghulu kami Nabi Muhammad serta kepada seluruh keluarganya dan para sahabatnya.
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, kedua orangtua kami dan kasihanilah mereka sebagimana mereka telah memelihari kami sewaktu kamikecil
Ya Allah, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.
Ya Allah, cukuplahlah kami dengan rizki yang halal, jauhkanlah yang haram. Dan anugrahilah kami kecukupan atas karuniaMu bukan dari selainMu.
Ya Allah, tiada kemudahan melainkan apa-apa yang Engkau jadikan mudah. Dan Engkau yang membuat kesedihan menjadi kemudahan jika Engkau berkehendak..
Ya Allah, anugrahkanlah kepada kami pemahaman seperti para nabi, hafalan seperti para rasul dan ilham malaikat muqorrobin.
Ya Allah, turunkanlah kepada kami hidangan dari langit sebagai ‘id bagi yang pertama dan terakhir. Dan menjadi tanda kekuasaanMu dan limpahkanlah rizki kepada kami dan Engkau adalah sebaik-baiknya pemberi rizki.
Rabb, jadikanlah kami dan keturunan kami orang yang mendirikan shalat Rabbana terimalah do’a kami.
Ya Allah, mudahkanlah usrusan-urusan kami, urusan-urusan orang tua kami, anak-anak kami, guru-guru kami dan urusan pondok ini HayatanThayyibah selama ada (tegak) langit dan bumi dengan rahmatMu Wahai yang Maha pengasih di antara yang pengasih.
Ya Allah, saya berlindung kepada Engkau dari kebingungan dan kesedihan, saya berlindung kepada Engkau dari kelemahan dan kemalasan, saya berlindung kepada Engkau dari ketakutan dan kebakhilan, saya berlindung kepada Engkau dari himpitan hutang dan tekanan manusia, saya berlindung kepada Engkau dari penyakit tua dan siksa kubur, dan saya berlindung kepada Engkau dari fitnah dajjal".

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. Maha Suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam.

N.    Bacaan sholat

1.                                                                                                                                                    Do’a iftitah
اللهُ أكْبَرُكَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًاوَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةًوَاَصِيْلاًرواه مسلم)- ١
وَجَهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ. لَاشَرِيْكَ لَهُ وَبِذَالِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ.(رواه إبن مسلم) - ٢
اللهم بَاعِدْ  بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَابَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللهم نَقِّنِيْ مِنَ الْخَطَايَا كَمَايُنَقَّى الثَّوْبُ اْلاَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اللهم اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَاْلبَرَدِ (رواه البخاري ومسلم) - ٣
2.                            Surat fatihah;
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ﴿1﴾ اَلــْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿2﴾ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ﴿3﴾ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ﴿4﴾ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿5﴾ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿6﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَالضَّآلِّينَ ﴿7﴾
Diikuti amin آمِـيْنَ ..... (رواه الشيخان)

3.         Ruku;
سُبْحَانَ رِبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ (رواه مسلم ) ١
سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ الْمَلآئِكَةِ وَالرُّوْحِ (رواه مسلم )- ٢

4.         I’tidal;
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ (رواه البخاري ومسلم) ١
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّمَوَاتِ وَمِلْءُ اْلاَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ(رواه مسلم ) - ٢

5.                            Sujud dua kali;
 سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلاَعْلَى وَبِحَمْدِهِ (رواه مسلم) ١
سُبْحَانَكَ اللهم رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللهم اغْفِرْلِيْ (متفق عليه)- ٢
6.           Duduk di antara dua sujud;
رَبِّ اغْفِرْلِىْ رَبِّ اغْفِرْلِىْ (رواه ابو داودو النسائ) – ١
رَبِّ اغْفِرْلِىْ وَارْحَمْنِىْ وَاجْبُرْنِيْ وَارْفَعْنِىْ وَارْزُقْنِىْ وَاهْدِنِىْ (رواه احمد) - ٢
رَبِّ اغْفِرْلِىْ وَارْحَمْنِىْ وَاجْبُرْنِيْ وَارْفَعْنِىْ وَارْزُقْنِىْ وَاهْدِنِىْ وَعَافَنِىْ وَاعْفُ عَنِّيْ () -

7.           Tasyahud Awal
Jika shalat yang dilakukan memiliki dua tasyahud (zuhr, ashr, maghrib dan isya).
1.        Tasyahud awal sesuai dengan hadis yang diriwwayatkan oleh Abdullah Bin Abbas dan Abdulloh Bin Mas’ud,
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ, السَّلاَمُ عَلَيْكَ اَبُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ_  (رواه إبن مسعود وإبن عباس)

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Albani dalam Sifatu Shalatain Nabi Saw., bahwa disyariatkan membaca shalawat kepada Nabi Saw pada tasyahud pertama.

2.              Tasyahud awal yang disepakati para muhadis (muttafaq ‘alaih),
 التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ, السَّلاَمُ عَلَيْكَ اَبُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ رَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ_(متفق عليه)

8.           Tasyahud Akhir
Setelah melakukan rakaat keempat (zuhr, ashr dan isya) atau ketiga (maghrib), Nabi Saw duduk tasyahud akhir membaca bacaan pada tasyahud pertama di atas, kemudian dilanjutkan dengan membaca shalawat kepada Nabi Saw.
Selanjutnya, menurut Imam Nawawi dalam al-Maqoshid bahwa shalawat kamilah atau Ibrahimiah merupakan bentuk shalawat yang paling utama yang perlu dibaca dalam tasyahud akhir.
وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ  فِيْ اْلعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ (متفق عليه)

Sehingga bacaan tasyahud akhir setelah digabungkan seperti ini sebagaimana yang disepakati para muhadis (muttafaq ‘alaih),
 التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ, السَّلاَمُ عَلَيْكَ اَبُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ رَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ_(متفق عليه)
وَعَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ , وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمَ  اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ (متفق عليه)
Lebih utama dilanjutkan dengan do’a mohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara
اللهم إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ  وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ(رواه مسلم)
اللهم اِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ ظُلْمًا كَثِيْرًا وَلَايَغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلاَّ اَنْتَ فَاغْفِرْلِيْ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِيْ اِنَّكَ اَنْتَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ (متفق عليه)
اللهم حَاسِبْنِيْ حِسَابًايَسِيْرًا (رواه احمد والحاكم)
اللهم اغْفِرْلِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا اَخَّرْتُ وَمَا اَسْرَرْتُ وَمَا اَعْلَنْتُ وَمَا اَسْرَفْتُ وَمَا اَنْتَ اَعْلَمُ بِهِ مِنِّيْ اَنْتَ الْمُقَدَّمُ وَاَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لَا اِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ (رواه علي)
9.           Salam pertama.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ الله وَبَرَكَاتُهُ (رواه ابو داود)
10.       Do’a mengusap wajah sesuai riwayat dari Anas bin Malik dan Sāib Bin Yazid.
أَشْهَدُ اَنْ لَااِلَهَ اِلاَّهُوَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمُ اللهم اَذْهِبْ عَنِّيَ الْهَمَّ وَاْلحَزَنَ(رواه انس بن مالك)

O.    Do’a Qunut sesuai riwayat Husain Bin Aliy, Al-Nasa-i, Abu Dawud dan Ahmad.

اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرَّمَا قََضَيْتَ،فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ وَاَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Ya Allah tunjukkanlah akan daku sebagaimana mereka yang telah Engkau tunjukkan.Dan berilah kesihatan kepadaku sebagaimana mereka yang Engkau telah berikan kesihatan.Dan peliharalah daku sebagaimana orang yang telah Engkau peliharakan.Dan berilah keberkatan bagiku pada apa-apa yang telah Engkau kurniakan.Dan selamatkan aku dari bahaya kejahatan yang Engkau telah tentukan.Maka sesungguhnya Engkaulah yang menghukum dan bukan kena hukum.Maka sesungguhnya tidak hina orang yang Engkau pimpin.Dan tidak mulia orang yang Engkau memusuhinya.Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha tinggi Engkau.Maha bagi Engkau segala pujian di atas yang Engkau hukumkan.Ku memohon ampun dari Engkau dan aku bertaubat kepada Engkau.(Dan semoga Allah) mencurahkan rahmat dan sejahtera ke atas junjungan kami Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

P.     Do’a wudlu

Rasululah Saw bersabda,
Apabila seorang hamba yg muslim atau mukmin itu berwudhu di mana sewaktu ia membasuh mukanya, maka keluarlah semua dosa yg dilihat dengan kedua matanya dari mukanya bersama-sama dengan air itu atau bersama-sama dengan tetesan air yg terakhir. Jika ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah semua dosa yg diperbuat oleh kedua tangannya itu bersama-sama dengan air itu atau bersama-sama dengan tetesan air terakhir. Dan jika ia membasuh kedua kakinya, maka keluarlah semua dosa yg diperbuat oleh kedua kakinya itu bersama-sama dengan air itu atau bersama-sama dengan tetesan air yg terakhir, sehingga ia benar-benar bersih dari semua dosa. (HR. Muslim).
Image result for tata cara wudlu






Imam Ghazalid alam Bidayatul Hidayah menjelasakan bahwa jika seseorang selesai istinja, seyogianya bersiwak (nyusur), karena menjaga mulut tetap bersih, dicintai Rabb-nya dan dibenci oleh syaitan. Bukankah shalat dengan bersiwak itu lebih utama daripada 70 kali shalat tanpa siwak.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radiallohu ‘anhu bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda ,
لَوْلَا اَنْ اَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ فِىْ كُلِّ صَلَاةٍ
       ”Sekiranya tidak membuat umatku kesulitan, akan aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali hendak shalat.”
       Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah Saw bersabda,
أُمِرْتُ بِالسِّوَّاكِ حَتَّى خَشِيْتُ اَنْ يُكْتَبَ عَلَيَّ
”Aku diperintahkan bersiwak, sehingga aku khawatir kalau nantinya diwajibkan atasku.”

Ketika wudlu dianjurkan duduk menghadap kiblat pada tempat yang tinggi agar tidak terkena percikan air. Lalu membaca,
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ , رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنَ وَأَعُوْذُبِكَ رَبِّ اَنْ يَحْضُرُوْنِ
”Dengan menyebut nama Allah yang Mahapengasih Mahapenyayang. Rabb aku berlindung kepadaMu dari bisikan syaitan dan aku berlindung kepadaMu jika mereka mendatangiku.”
1)             Kemudian membasuh telapak tangan tiga kali sebelum memasukan tangan ke dalam bejana atau bak air. Seraya membaca,
اللهم إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْيُمْنَى وَاْلبَرَكَةَ وَأَعُوْذُبِكَ مِنَ الشُّؤْمِ وَالْهَلَكَةِ
”Ya Allahsesungguhnya aku memohon kepadaMu kekuatan dan keberkahan, dan aku berlindung kepadaMu dari kejelekan dan keruksakan.”

2)        Doa ketika berkumur:
اللَّهُمَّ اَعِنِّي عَلَى تِلَاوَةِ كِتَابِكَ وَكَثْرَةِ الذِكْرِ لَكَ وَثَبِّتْنِيْ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِىْ الاَخِرَةِ
Ya Allah, berilah aku pertolongan untuk dapat membaca kitabMu dan memperbanyak ingat kepadaMu serta teguhkan aku dengan kailmat (tauhid) di dunia dan akhirat.

3)        Doa ketika menghirup air ke dalam hidung:
اَللَّهُمَّ أَرِحْنِي رَائِحَة الجَـنَّةْ وَاَنْتَ عَنِّيْ رَاضٍ
Ya Allah, hembuskanlah kepadaku aroma surge dalam keadaan Engkau ridla kepadamu
Ketika menyemburkan air dari dalam hidung,
اَللَّهُمَّ اِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ رَوَائِحِ النَّارِ وَسُوْءِ الدَّارِ
Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari bau neraka dan tempat yang buruk di akhirat.

Dianjurkan melafalkan niat wudlu,
نَوَيْتُ اْلوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَصْغَرِلِاسْتِبَاحَةِ الصَّلَاةِ فَرْضًالِّلهِ تَعَالَى:
Aku berniat untuk melakukan wudlu menghilangkan hadas kecil agar diperbolehkan shalat fardlu karena Allah Ta’ala.

4)        Doa ketika membasuh muka (setelah membaca niat wudhu dalam
hati):
اَللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِى بِنُوْرِكَ يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهُ اَوْلِيَاءِكَ وَلَاتُسَوِّدّْ وَجْهِيْ
 بِظُلُمَاتِكَ يَوْمَ تَسْوَدُّ وُجُوْهُ اَعْدَاءِكَ
Ya Allah sinarilah wajahku dengan cahayaMu di hari kiamat, yaitu saat bersinarnya wajah para waliMu dan janganlah Engkau suramkan wajahku di hari kiamat, yaitu saat enghitamnya wajah para musuhMu.

5)        Doa ketika basuh tangan kanan:
اَللَّهُمَّ اَعْطِنِى كِتاَبِى بِيَمِيْنِى وَحَاسِبْنِى حِسَاباً يَسِيْرًا
Ya Allah! berikanlah kepadaku kitabku dengan tangan kananku dan perhitungkanlah amalanku dengan perhitungan yang mudah.

6)        Doa ketika membasuh tangan kiri:
اَللَّهُمَّ  اِنِّي أَعُوْذُ بِكَ اَنْ تُعْطِيَنِى كِتاَبِى بِشِمَالِى وَ لاَ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِىْ
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari menerima kitab amalku dengan tangan kiriku atau dari sebelah belakang punggungku.

7)        Doa saat membasahi kepala:
اَللَّهُمَّ غَشِّنِيْ بِرَحْمَتِكَ وَاَنْزِلْ عَلَيَّ مِنْ بَرَكَاتِكَ وَاَظِلَّنِيْ تَحْتَ ظِلِّ عَرْشِكَ
يَوْمَ لَا ظِلَّ اِلَّا ظِلُّكَ, اَللَّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِيْ وَبَشَرِيْ عَلَى النَّارِ
Ya Allah, selimutilah aku dengan rahmatMu dan limpahkanlah atas diriku berbagai berkahMu. Naungilah aku di bawah naungan ‘ArsyMu di hari kiamat, yaitu saat tidak ada lagi naungan kecuali dariMu. Ya Allah, haramkan rambutku dan kulit kepalaku dari panas api neraka.

8)        Doa ketika membasuh dua telinga:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ اْلقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ, اللهم اَسْمِعْنِيْ مُنَادِيَ الْجَنَّةِ فِي الْجَنَّةِ مَعَ اْلاَبْرَارِ
Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mendengar ucapan yang baik dan mengikuti sesuatu yang terbaik. Ya Allah jadikanlah aku dapat mendengar panggilan juru panggil surgaMu di surge bersama orang-orang yang baik.

9)        Kemudian usaplah lehermu dengan air sambil membaca do’a,
اَللَّهُمَّ فُكَّ رَقَبَتِيْ مِنَ النَّارِ وَاَعُوْذُبِكَ مِنَ السَّلاَسِلِ وَاْلاَغْلَالِ
Ya Allah,bebeaskanlah leherku dari belenggun neraka dan aku berlindung kepadaMu dari rnatai –rantai api neraka.

10)    Doa saat membasuh kaki kanan
اَللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمَيَّ عَلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ مَعَ اَقْدَامِ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
Ya Allah, tetapkan kedua kakiku di atas titian (shirat mustaqim) bersama telapak kaki hamba-hambaMu yan salih.

11)    Doa saat membasuh kaki kiri
اَللَّهُمَّ اِنِّي أَعُوْذُ بِكَ اَنْ تَزِلَّ قَدَمَيَّ عَلَى الصِّرَاطِ فِى النَّارِ يَوْمَ تَزِلُّ
اَقْدَامُ الْمُنَافِقِيْنَ وَالْمُشْرِكِيْنَ
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari tergelincirnya telapak kakiku dari titian (jambatan) ke dalam api neraka di hari tergelincirnya telapak kaki orang-orang munafik dan syirik.

12)    Doa setelah berwudhu:
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ , سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ عَمِلْتُ سُوْءًا وَظَلَمْتَ نَفْسِيْ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ فَاغْفِرْلِيْ وَتُبْ عَلَيَّ اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِي مِنَ اْلمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِي صَبُوْرًاشَكُوْرًا وَاجْعَلْنِي اَذْكُرُكَ ذِكْرًاكَثِيْرًا وَاُسَبِّحُكَ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, tiada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu hamba dan utusanNya.Mahasuci Engkau ya Allah dan dengan memuji kepdaMu. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Engkau. Aku telah melakukan banyak keburukandan telahmenzalimi diriku sendiri. Aku mohon ampun kepadaMu serta terimalah tobatku, sungguh Engkau adalah Maha Menerima tobat dan Maha Penyayang. Ya Allah, jadikanlahaku termasuk golongan orang-orang yang gemar bertaubat dan jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang bersuci. Dan jadikanlah aku termasuk golongan hamba-hambaMu yang salih, jadikanlah aku orang-orang yang penyabar, banyak bersyukur dan jadikanlah aku orang yang banyak mengingatMu serta bertasbih kepadaMu di pagi dan sore hari.
   
Q.                ADAB BEPERGIAN (SAFAR)

Islam mengajarkan tata krama atau sopan santun dalam perjalanan atau bebergian. Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa; " Bepergian itu sebagian dari siksa karna dalam bebergian itu sesorang mencegah makan, minum, dan tidur karenanya bila sudah cukup keperluannya cepat-cepat pulang bersama keluarga." (HR. Bukhari). Dari hadis di atas terdapat pesan moral kepada kita agar kita lakukan dengan baik, lancar, dan selamat, maka perlu persiapan, antara lain sebagai berikut :

Persiapan- Persiapan Dalam Perjalanan
·           Rencana yang matang dan persiapan bekal yang cukup agar selamat. Dan selalu berdoa memohon perlingdungan selama perjalanan kita berlangsung.
·           Menjaga kesucian baik lahir maupun batin selama dalam perjalanan.
·           Menjaga diri dari sifat tergesa-gesa, menjaga sopan santun, menjaga silaturahmi dan menebarkan kebaikan.
·           Meminta izin kepada orang tua terutama jika bebergian sendirian.
·           Lapor kepada RT/RH, Hansip, bilamana akan bebergian jauh dan rumah di tinggal tanpa penjagaan. dengan ini apa yang kita tinggalkan bisa terjaga.
·           Apabila hendak bebergian jauh, Salatlah 2 rakaat.
·           Memperhitungkan biaya dan bekal yang cukup serta periksa kendaraan yang akan di pakai.

Tata Krama Bebergian

1) Tata Krama ketika Menempuh Perjalanan Dengan Jalan Kaki
·           Mengikuti aturan dalam berjalan kaki, seperti berjalan di sebelah kiri.
·           Hindari perlilaku yang tidak terpuji, seperti berkelakar secara berlebihan.
·            Tidak makan, minum, buang sampah di sembarang tempat.
·            Tidak membuang air di sembarang tempat.
·            Tidak bergaul secara berlebihan dengan lawan jenis.
·            Menyebrang jalan dengan hati-hati.
·            Tidak mengunakan barang berharga ketika berjalan.
·            Bersikap waspada selama perjalanan
2) Tata Krama Dalam Kendaraan Umum
·           Naik kendaraan mencari kondisi yang baik.
·           Simpan dompet dan benda berharga.
·           Menyediakan tempat duduk bagi orang yang udah lanjut usia.
·           Memeriksa kendaraan yang akan di tumpangi untuk menghindari masalah.
·           Membawa ongkos dan membayar sesuai tarif
·           Hindari bercanda, berteriak, dan menjerit.
·           Menolak pemberian makanan dan minuman dari orang tak di kenal.
3) Tata krama Berkendaraan Pribadi.
·            Lengkapi kendaraan dengan surat -suratnya.
·            Tidak kebut-kebutan atau Ugal-ugalan dalam berkendara.
·            Gunakan Helm dengan baik.
·            Beristirahatlah jika dalam perjalanan kalian merasa lelah.
·            Menaati rambu-rambu lalu-lintas dengan baik
·            Segera memperbaiki kendaraan jika terjadi masalah.
·            Perlu persediaan alat secukupnya apabila terjadi kerusakan mesin.
·            Membawa persediaan uang yang cukup.

Tatacara Safar

·           Shalat safar 2 raka’at;
·           Saat naik kendaraan, dahulukan kaki kanan seraya membaca do’a,
,بسم الله setelah duduk membaca الحمد لله, lalu ketika kendaraan berjalan
أللهُ أَكْبَرُ, أللهُ أَكْبَرُ, أللهُ أَكْبَرُ. سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنْ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِي الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَالأَهْلِ (رواه المسلم وابن ماجه)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Mahasuci (Allah) Dzat Yang telah menundukkan kendaraan ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu mengusasinya, dan sesungguhnya kepada Tuhan kami tempat kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan dan ketakwaan dan amal yang Engkau ridhoi pada perjalanan kami ini. Ya Allah, ringankanlah perjalanan kami ini dan dekatkanlah jaraknya yang jauh. Ya Allah, Engkaulah kawan (yang melindungi) perjalanan dan wakil (yang menjaga) keluarga kami. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan perjalanan dan keburukan pemandangan dan kejelekan di saat kembali, pada harta dan keluarga. 
·           Jika mendapati jalan menanjak اَللهُ أَكْبَرُ
·           Jalan menurun سُبْحَانَ اللهِ
·           Jalan datar اْلحَمْدُ لِلهِ
·           Jalan berkelok-kelok لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ
·           Melihat tempat ibadah  اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
·           Melihat tempat ibadah non-muslim  لَا ِالَهَ اِلاَّ اللهُ لاَ مَعْبُوْدَ اِلاَّ اللهُ
·           Melihat jembatan اللَّهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ
·           Melihat keindahan alam اللَّهُمَّ اِنِّيْ اَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ اْلاَخِرَةِ
·           Melihat perkampungan اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْهَا اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا جَنَاهَا وَحَبِّبْنَا اِلَى اَهْلِهَا وَحَبِّبْ صَالِحِي اَهْلِهَا اِلَيْنَا
·           Melihat wanita ajnabiy اللَّهُمَّ اِنِّيْ اَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ النِّسَاءِ
·           Berhenti di tengah jalan atau penginapan أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَاتِ مِنْ شَرِّ مَاخَلَقَ
·           Turun dari kendaraan اللَّهُمَّ اَنْزِلْنِيْ مَنْزِلاً مُبَارَكًا وَاَنْتَ خَيْرُ اْلمُنْزِلِبْنَ
·           Melihat kota asal,
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ , لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ اْلحَمْدُ يَحْيِىْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ دَائِمٌ بِيِدِهِ اْلخَيْرُ وَهُوَ عَلَي كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

R.                 ADAB BERTAMU

Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata krama dalam bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata krama ini dilanggar maka tujuan bertamu itu justru akan menjadi rusak, yakni merenggangnya hubungan persaudaran.. Islam telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada waktu yang bisa menimbulkan fitnah atau menyusahkan pribumi (tiga waktu aurat).

Yang dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis zuhur, sesudah isya’, dan sebelum subuh. Allah SWT berfirman:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An Nur : 58)


            Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya digunakan. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang sederhana (karena panas misalnya) sehingga sebagian dari auratnya terbuka. Apabila budak dan anak-anak kecil saja diharuskan meminta izin bila akan masuk ke kamar ayah dan ibunya, apalagi orang lain yang bertamu. Bertamu pada waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru akan menyusahkan tuan rumah yang hendak istirahat, karena terpaksa harus berpakaian rapi lagi untuk menerima kedatangan tamunya.

Cara Bertamu yang Baik

·         Berpakaian yang rapi dan pantas
·         Memberi isyarat dan salam ketika dating
·         Jangan mengintip ke dalam rumah
·         Minta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali
·         Memperkenalkan diri sebelum masuk
·         Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan     rumah hanya seorang wanita
·         Masuk dan duduk dengan sopan
·         Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati
·         Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdallah
·         Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memili
·         Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran
·         Segeralah pulang setelah selesai urusan

Adab Menerima Tamu

Sebagai agama yang sempurna, Islam juga memberi tuntunan bagi uamtnya dalam menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini (menerima tamu) sehingga Rasulullah SAW menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman.


Cara Menerima Tamu yang Baik

1) Berpakaian yang pantas
2) Menerima tamu dengan sikap yang baik
3) Menjamu tamu sesuai kemampuan
4) Tidak perlu mengada-adakan
5) Lama waktu
6) Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang
















Menjaga kehormatan, ikhlas, malu dan zuhud

Salah satu hal terpenting dalam membangun kepribadian seseorang muslim adalah sikap terhadap diri, orang lain dan lingkungan sekelilingnya. ...