Adab Sehari-hari
sesuai Tuntunan Sunah Nabi Muhammad Saw
A.
ADAB DI MAJLIS ILMU
Yang perlu diperhatikan oleh
penuntut ilmu di zaman ini adalah adab dalam menuntut ilmu. Di zaman modern
saat ini, beberapa pendidik merasa adab para murid mulai berkurang. Misalnya:
·
Kurang hormat dengan gurunya
·
Terlambat ketika menghadiri majelis ilmu
·
Tidak mengulangi (muraja’ah) pelajaran sebelumnya
Padahal dengan abda yang baik
maka ilmu tersebut menjadi berkah. Bagaimana ingin mendapatkan keberkahan ilmu
jika adabnya saja tidak diperhatikan. Ilmu tersebut mungkin tidak akan bertahan
lama
Padahal di zaman keemasannya adab
menuntut ilmu sangat diperhatikan oleh para ulama. Misalnya:
1)
Datang ke majelis ilmu sebelum pelajaran di mulai bahkan ada
yang sampai menginap agar dapat tempat duduk terdepan karena majelis ilmu saat itu
sangat ramai.
2)
Menghapal beberapa buku (matan/ringkasan isi) sebelum belajar ke
ulama. Bahkan beberapa ulama mempersyaratkan jika ingin belajar kepadanya harus
hafal dahulu. Misalnya imam Malik yang mempersyaratkan harus hafal kitab hadits
yang tebal yaituAl-Muwattha’.
3)
Menjaga suasana belajar dengan fokus dan tidak bermain-main.
Misalnya bermain gadget atau HP atau mengobrol dengan temannya.
Misalnya kisah
berikut ini, dikisahkan oleh Ahmad bin Sinan mengenai majelis Abdurrahman bin
Mahdi, guru Imam Ahmad, beliau berkata,
كَانَ عَبْدُ الرَحْمَنِ بْنُ مَهْدِي لاَ يَتَحَدَّثُ فِي مَجْلِسِهِ،
وَلَا يَقُوْمُ أَحَدٌ وَلاَ يَبْرَى فِيْهِ قَلَمٌ، وَلاَ يَتَبَسَّمُ أَحَدٌ
“Tidak ada seorangpun
berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada seorangpun yang berdiri,
tidak ada seorangpun yang mengasah/meruncingkan pena, tidak ada yang
tersenyum.” (Siyaru A’lamin Nubala’ 17/161, Mu’assasah Risalah,
Asy-syamilah).
Berikut beberapa kisah dari
ulama, mereka menekankan agar belajar adab dahulu baru ilmu. Imam Malik rahimahullahu mengisahkan,
قَالَ مَالِكٌ: قُلْتُ لِأُمِّيْ: ” أَذْهَبُ، فَأَكْتُبُ اْلعِلْمَ
“، فَقَالَتْ: ” تَعَالَ، فَالْبِسْ ثِيَابَ اْلعِلْمِ “، فَأَلْبَسَتْنِيْ مُسْمِرَّةَ،
وَوَضَعَتِ الطِّوِيْلَةَ عَلَى رَأْسِيْ، وَعَمَّمَتْنِيْ فَوْقَهَا، ثُمَّ قَالَتْ:
” اِذْهَبْ، فَاكْتُبْ اْلآنَ “، وَكَانَتْ تَقُوْلُ: ” اِذْهَبْ إِلَى رَبِيْعَةَ،
فَتَعَلًّمْ مِنْ أَدَبِهِ قَبْلَ عِلْمِهِ
“Aku berkata kepada ibuku,
‘Aku akan pergi untuk belajar.’ Ibuku berkata,‘Kemarilah!, Pakailah pakaian
ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan
meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu.
Setelah itu dia berpesan, ‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah
mengatakan, ‘Pergilah kepada Rabi’ah (guru Imam Malik, pen)!
Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’.” (‘Audatul Hijaab 2/207,
Muhammad Ahmad Al-Muqaddam, Dar Ibul Jauzi, Koiro, cet. Ke-1, 1426 H,
Asy-Syamilah).
Berkata Adz-Dzahabi rahimahullahu,
كَانَ يَجْتَمِعُ فِي مَجْلِسِ أَحْمَدَ زَهَاءَ خَمْسَةَ آلاَفٍ – أَوْ يَزِيْدُوْنَ نَحْوَ خَمْسَ مِائَةٍ – يَكْتُبُوْنَ، وَالْبَاقُوْنَ يَتَعَلَّمُوْنَ مِنْهُ حُسْنَ اْلأَدَبِ
وَالسَّمَتِ
“Yang menghadiri majelis
Imam Ahmad ada sekitar 5000 orang atau lebih. 500 orang menulis
[pelajaran] sedangkan sisanya hanya mengambil contoh keluhuran adab dan
kepribadiannya.” (Siyaru A’lamin Nubala’ 21/373,
Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah).
B.
Adab Bergaul dengan Lawan Jenis
Bukan hal yang mudah masa-masa remaja yang penuh dinamika
pubertas. Godaan-godaan untuk menjadi remaja yang islami sering kali datang
menggebu-gebu. Terlebih dilahirkan sebagai seorang wanita adalah anugerah yang
sangat indah dari Allah Ta’ala. Sebuah anugerah yang tidak dimiliki oleh
seorang pria, anugerah itu
bertambah manakala menjadi muslimah
yang mukminah yaitu wanita muslimah yang beriman kepada Allah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا
الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah
perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR.
Muslim)
Menjadi wanita muslimah yang beriman kepada Allah
tentu tidak mudah,karena banyak sekali godaan-godan dalam mencapainya.
Dikarenakan balasan yang Allah janjikan
pun tidak terbandingkan dan semua wanita pun menginginkannya.
Salah satu godaan yang amat
besar pada usia remaja adalah “rasa ketertarikan terhadap lawan jenis”. Memang,
rasa tertarik terhadap lawan jenis adalah fitrah manusia, baik wanita atau
lelaki. Namun kalau tidak bisa memenej perasaan tersebut,maka akan menjadi
malapetaka yang amat besar,baik untuk diri sendiri ataupun untuk orang yang
kita sukai. Sudah Allah tunjukkan dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ
زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا
الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى
وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Zina kedua mata adalah dengan melihat.
Zina kedua telingan adalah dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan
berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah
dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan atau berangan-angan. Dan
kemaluanlah yang membenarkannya (membenarkan atau mengingkari yang demikian).
(HR. Muslim).
Sebagai wanita muslimah tentu harus yakin bahwa
kehormatan diri harus dijaga dan dirawat, terlebih ketika berkomunikasi atau
bergaul dengan lawan jenis agar tidak ada mudhorot (bahaya) atau bahkan fitnah.
Di
bawah ini akan kami ungkapkan adab-adab bergaul
dengan lawan jenis. Di antaranya:
Pertama: Dilarang untuk berkholwat (berdua-duan)
TTM, teman tapi mesra,
kemana-mana bareng, ke kantin bareng, berangkat sekolah bareng, pulang sekolah
bareng. Hal ini merupakan gambaran remaja umumnya saat ini,di mana batas-batas
pergaulan di sekolah umum sudah sangat tidak wajar dan melanggar prinsip Islam.
Namun tidak mengapa kita sekolah di sekolah umum jika tetap bisa menjaga adab-adab bergaul dengan lawan
jenis. Jika ada seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan maka yang
ketiga sebagai pendampingnya adalah setan.
Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia
berkhutbah di hadapan manusia di Jabiyah (suatu perkampungan di Damaskus), lalu
ia membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ
الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
“Janganlah salah seorang di antara kalian berduaan dengan
seorang wanita (yang bukan muhrimnya) karena setan adalah yang ketiganya.” (HR.
Ahmad).
Daripada setan yang menemani
kita lebih baik malaikat bukan? Ngaji, membaca Al Quran dan memahami artinya serta menuntut
ilmu agama Insya Allah
malaikatlah yang akan mendampingi kita.Tentu sebagai insan yang cerdas, kita akan lebih
memilih untuk didampingi oleh malaikat.
Kedua: Menundukkan pandangan
Pandangan laki-laki terhadap
perempuan atau sebaliknya adalah termasuk panah-panah setan. Kalau hanya sekilas atau spontanitas atau
tidak sengaja maka tidak menjadi masalah pandangan mata tersebut, pandangan
pertama yang tidak sengaja diperbolehkan, namun selanjutnya adalah haram. Ketika melihat
lawan jenis, maka
cepatlah kita tundukkan pandangan itu, sebelum Iblis memasuki atau mempengaruhi pikiran dan hati kita.
Segera mohon pertolongan kepada Allah
agar kita tidak mengulangi pandangan itu.
Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ
نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku bertanya kepada Rasululloh Saw mengenai pandangan yang
tidak disengaja. Maka beliau memerintahkanku supaya memalingkan pandanganku.
(HR. Muslim).
Ketiga: Jaga aurat terhadap lawan jenis
Jagalah aurat dari pandangan lawan jenis yang bukan mahramnya. Maksudnya mahram di
sini adalah laki-laki yang haram untuk menikahi kita atau sebaliknya. Yang tidak termasuk mahram seperti teman
sekolah, teman bermain, teman pena bahkan teman dekat pun kalau dia bukan
mahram, maka kita wajib menutup aurat kita dengan sempurna. Maksud sempurna di
sini yaitu seorang
wanita wajib menggunakan
jilbab yang menjulur ke seluruh tubuh
dan menutupi dada. Kain yang dimaksud pun adalah kain yang disyariatkan :
1.
Kainnya tidak boleh tipis;
2.
Tidak boleh sempit; dan
3.
Tidak membentuk lekuk
tubuh kita.
Adapun yang bukan termasuk aurat dari seorang wanita
adalah kedua telapak tangan dan muka atau wajah.
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا
الشَّيْطَانُ
“Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan
akan memperindahnya di mata laki-laki.” (HR. Tirmidzi, shahih)
Keempat: Tidak boleh ikhtilat (campur baur antara
wanita dan pria)
Ikhtilat itu adalah campur baurnya seorang wanita
dengan laki-laki di satu tempat tanpa ada hijab. Di mana ketika tidak ada hijab
atau kain pembatas masing-masing wanita atau lelaki tersebut bisa melihat lawan
jenis dengan sangat mudah dan sesuka hatinya. Tentu seorang muslimah yang baik tidak
mau dijadikan obyek pandangan oleh banyak laki-laki bukan? Oleh karena itu ia wajib menundukkan pandangan, demikian pun yang laki-laki mempunyai kewajiban yang
sama untuk menundukkan pandangannya terhadap wanita yang bukan mahramnya,
karena ini adalah perintah Allah dalam Al Qur’an dan akan menjadi berdosa bila
tidak mentaatinya.
Kelima: Menjaga kemaluan
Menjaga kemaluan juga bukan hal yang mudah,karena dewasa
ini banyak sekali remaja yang terjebak ke dalam pergaulan dan seks bebas. Sebagai muslim-muslimah yang baik wajib tahu bagaimana caranya menjaga
kemaluan. Caranya antara lain :
1.
Dengan tidak melihat gambar-gambar yang senonoh atau membangkitkan nafsu
syahwat,
2.
Tidak terlalu sering membaca atau menonton kisah-kisah percintaan,
3.
Tidak terlalu sering berbicara atau berkomunikasi dengan lawan jenis, baik
bicara langsung (tatap muka) ataupun melalui telepon, SMS, chatting, YM dan
media komunikasi lainnya.
Sudah selayaknya sebagai seorang muslim-muslimah baik
remaja atau dewasa, kita mempunyai niat yang sungguh-sungguh untuk mematuhi
adab-adab bergaul dengan lawan jenis tersebut. Semoga Allah memudahkan usaha kita. Amin.
C.
Adab kepada Guru
Guru merupakan aspek besar
dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan adalah ilmu agama yang
mulia ini. Para pewaris nabi begitu julukan mereka para pemegang kemulian ilmu
agama. Tinggi kedudukan mereka di hadapan Sang Pencipta.
Ketahuilah, para pengajar agama mulai dari
yang mengajarkan iqra sampai para ulama besar, mereka semua itu ada di pesan
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau bersabda,
لَلَيْسَ مِنَّا مَنْ لَا يَرْحَمُ صَغِيْرَنَا وَلَا يُكْرِمُ
مُعَالِمِنَا
“Tidak termasuk golongan kami
orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda
serta yang tidak mengerti hak ulama” (HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam
Shahih Al Jami).
Tersirat dari perkatanya
shallahu ‘alaihi wa salam, bahwa mereka para ulama wajib di perlakukan sesuai
dengan haknya. Akhlak serta adab yang baik merupakan kewajiban yang tak boleh
dilupakan bagi seorang murid.
Guru kami DR. Umar As-Sufyani Hafidzohullah mengatakan,
“Jika seorang murid berakhlak
buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, hilangnya
berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak
dapat menyebarkan ilmunya. Itu semua contoh dari dampak buruk.”
Menghormati guru
Para Salaf, suri tauladan
untuk manusia setelahnya telah memberikan contoh dalam penghormatan terhadap
seorang guru. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,
كُنَّا جُلُوْسًا فِي الْمَسْجِدِ إذْ خَرَجَ رَسُوْلُ
اللهِ فَجَلَسَ إِلَيْنَا فَكَأَنَّ عَلَى رُؤُوْسِنَا اْلطَّيْرُ لَا يَتَكَلَّمُ
أَحَدٌ مِنَّا
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka
keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan
kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari
kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
Ibnu Abbas seorang sahabat yang ‘alim, mufasir Quran umat
ini, seorang dari Ahli Bait Nabi pernah menuntun tali kendaraan Zaid bin Tsabit
al-Anshari radhiallahu anhu dan berkata,
هَكَذَا أُمِرْنَا أَنْ نَفْعَلَ بِعُلَمَائِنَا
“Seperti inilah kami diperintahkan untuk
memperlakukan para ulama kami”.
Berkata Abdurahman bin
Harmalah Al Aslami,
مَا كَانَ إِنْسَانٌ يَجْتَرِئُ عَلَى سَعِيْدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ
يَسْأَلُهُ عَنْ شَيْءٍ حَتَّى يَسْتَأْذِنَهُ كَمَا يَسْتَأْذِنَ اْلأَمِيْرُ
“Tidaklah sesorang berani
bertanya kepada Said bin Musayyib, sampai dia meminta izin, layaknya meminta
izin kepada seorang raja”.
Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata,
مَا وَاللَّهِ اجْتَرَأْتُ أَنْ أَشْرَبَ الْمَاءَ
وَالشَّافِعِيُّ يَنْظُرُ إِلَيَّ هَيْبَةً لَهُ
“Demi Allah, aku tidak berani meminum air
dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”.
Diriwayatkan oleh Al–Imam
Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan
تَوَاضَعُوْا لِمَنْ تَعَلَّمُوْنَ مِنْهُ
“ Tawadhulah kalian terhadap
orang yang mengajari kalian”.
Al Imam As Syafi’i berkata,
كُنْتُ أُصَفِّحُ اْلوَرَقَةَ بَيْنَ يَدَي مَالِكٍ صُفُحًا
رَفِيْقًا هَيْبَةً لَهُ لِئَلَّا يَسْمَعَ وَقْعَهَا
“Dulu aku membolak balikkan
kertas di depan Imam Malik dengan sangat lembut karena segan
padanya dan supaya dia tak mendengarnya”.
Abu ‘Ubaid Al Qosim bin Salam
berkata,
“Aku tidak pernah sekalipun
mengetuk pintu rumah seorang dari guruku, karena Allah berfirman
, وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوا حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ
لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Kalau sekiranya mereka sabar,
sampai kamu keluar menemui mereka, itu lebih baik untuknya” (QS. Al Hujurat:
5).
Sungguh mulia akhlak mereka
para suri tauladan kaum muslimin, tidaklah heran mengapa mereka menjadi ulama
besar di umat ini, sungguh keberkahan ilmu mereka buah dari akhlak mulia
terhadap para gurunya.
Perhatikanlah adab-adab seorang
pencari ilmu ketika berada di depan gurunya berikut!
1.
Adab Duduk
Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah di dalam kitabnya
Hilyah Tolibil Ilm mengatakan,
“Pakailah adab yang terbaik
pada saat kau duduk bersama syaikhmu, pakailah cara yang baik dalam bertanya
dan mendengarkannya.”
Syaikh Utsaimin
mengomentari perkataan ini,
“Duduklah dengan duduk yang
beradab, tidak membentangkan kaki, juga tidak bersandar, apalagi saat berada di
dalam majelis.”
Ibnul Jamaah mengatakan,
“Seorang penuntut ilmu harus duduk rapi, tenang,
tawadhu’, mata tertuju kepada guru, tidak membetangkan kaki, tidak bersandar,
tidak pula bersandar dengan tangannya, tidak tertawa dengan keras, tidak duduk
di tempat yang lebih tinggi juga tidak membelakangi gurunya”.
2.
Adab Berbicara
Berbicara dengan
seseorang yang telah mengajarkan kebaikan haruslah lebih baik dibandingkan jika
berbicara kepada orang lain. Imam Abu Hanifah pun jika berada depan Imam Malik
ia layaknya seorang anak di hadapan ayahnya.
Para Sahabat Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam,
muridnya Rasulullah, tidak pernah kita dapati mereka beradab buruk kepada
gurunya tersebut, mereka tidak pernah memotog ucapannya atau mengeraskan suara
di hadapannya, bahkan Umar bin khattab yang terkenal keras wataknya tak pernah
menarik suaranya di depan Rasulullah, bahkan di beberapa riwayat, Rasulullah
sampai kesulitan mendengar suara Umar jika berbicara. Di hadist Abi Said al
Khudry radhiallahu ‘anhu juga menjelaskan,
كُنَّا جُلُوْسًا فِي الْمَسْجِدِ إذْ خَرَجَ رَسُوْلُ
اللهِ فَجَلَسَ إِلَيْنَا فَكَأَنَّ عَلَى رُؤُوْسِنَا اْلطَّيْرُ لَا يَتَكَلَّمُ
أَحَدٌ مِنَّا
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka
keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan
kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari
kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
Sungguh adab
tersebut tak terdapatkan di umat manapun.
3.
Adab Bertanya
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang
yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An Nahl: 43).
Bertanyalah kepada
para ulama, begitulah pesan Allah di ayat ini, dengan bertanya maka akan terobati
kebodohan, hilang kerancuan, serta mendapat keilmuan. Tidak diragukan bahwa
bertanya juga mempunyai adab di dalam Islam. Para ulama telah menjelaskan
tentang adab bertanya ini. Mereka mengajarkan bahwa pertanyaan harus
disampaikan dengan tenang, penuh kelembutan, jelas, singkat dan padat, juga
tidak menanyakan pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya.
Di dalam Al-Qur’an
terdapat kisah adab yang baik seorang murid terhadap gurunya, kisah Nabi Musa
dan Khidir. Pada saat Nabi Musa ‘alihi salam meminta Khidir untuk
mengajarkannya ilmu,
اِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا
“Khidir menjawab, Sungguh,
engkau(musa) tidak akan sanggup sabar bersamaku” (QS. Al Kahfi: 67).
Nabi Musa,
Kaliimullah dengan segenap ketinggian maqomnya di hadapan Allah, tidak diizinkan
untuk mengambil ilmu dari Khidir, sampai akhirnya percakapan berlangsung dan
membuahkan hasil dengan sebuah syarat dari Khidir.
فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ
مِنْهُ ذِكْراً
“Khidir berkata, jika engkau
mengikuti maka janganlah engkau menanyakanku tentang sesuatu apapun, sampai aku
menerangkannya” (QS. Al Kahfi:70).
Jangan bertanya
sampai diizinkan, itulah syarat Khidir kepada Musa. Maka jika seorang guru
tidak mengizinkannya untuk bertanya maka jangalah bertanya, tunggulah sampai ia
mengizinkan bertanya. Kemudian, doakanlah guru setelah bertanya seperti ucapan,
Barakallahu fiik, atau Jazakallahu khoiron dan lain lain. Banyak dari kalangan
salaf berkata,
مَا صَلَّيْتُ إِلاَّ وَدَعَيْتُ لِوَالِدَيَّ وَلِمَشَايِخِيْ
جَمِيْعَا
“Tidaklah aku mengerjakan
sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru guruku semuanya.”
4.
Adab dalam Mendengarkan Pelajaran
Wahai para penuntut
ilmu, bagaimana rasanya jika kita berbicara dengan seseorang tapi tidak
didengarkan? Sungguh jengkel dibuatnya hati ini. Maka bagaiamana perasaan
seorang guru jika melihat murid sekaligus lawan bicaranya itu tidak
mendengarkan? Sungguh merugilah para murid yang membuat hati gurunya jengkel. Agama
yang mulia ini tak pernah mengajarkan adab seperti itu, tak didapati di
kalangan salaf adab yang seperti itu.
Sudah kita ketahui
kisah Nabi Musa yang berjanji tak mengatakan apa-apa selama belum diizinkan.
Juga para sahabat Rasulullah yang diam pada saat Rasulullah berada di tengah
mereka.
Bahkan diriwayatkan Yahya bin
Yahya Al Laitsi tak beranjak dari tempat duduknya saat para kawannya keluar
melihat rombongan gajah yang lewat di tengah pelajaran, Yahya mengetahui
tujuannya duduk di sebuah majelis adalah mendengarkan apa yang dibicarakan
gurunya bukan yang lain.
Apa yang akan Yahya
bin Yahya katakan jika melihat keadaan para penuntut ilmu saat ini, jangankan
segerombol gajah yang lewat, sedikit suarapun akan dikejar untuk mengetahuinya
seakan tak ada seorang guru di hadapannya, belum lagi yang sibuk berbicara
dengan kawan di sampingnya, atau sibuk dengan gadgetnya.
5.
Mendoakan guru
Banyak dari
kalangan salaf berkata,
مَا صَلَّيْتُ إِلاَّ وَدَعَيْتُ لِوَالِدَيَّ وَلِمَشَايِخِيْ
جَمِيْعَا
“Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali
aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru guruku semuanya.”
Memperhatikan
adab-adab dalam menyikapi kesalahan guru
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda,
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَ خَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ
“Setiap anak Adam pasti
berbuat kesalahan, dan yang terbaik dari mereka adalah yang suka bertaubat”
(HR. Ahmad)
Para guru bukan
malaikat, mereka tetap berbuat kesalahan. Jangan juga mencari-cari kesalahannya,
ingatlah firman Allah,
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
“Dan janganlah mencari-cari
keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di
antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya” (QS. Al Hujurot:12).
Allah melarang
mencari kesalahan orang lain dan menggibahnya, larangan ini umum tidak boleh
mencari kesalahan siapapun. Bayangkan bagaimana sikap seseorang jika ia
mendengar aib saudara atau kawannya? Bukankah akan menyebabkan dampak yang
buruk akan hubungan mereka? Prasangka buruk akan mencuat, jarak akan tambah
memanjang, keinginan akrab pun tak terbenak lagi di pikiran.
Lantas, bagaimanakah jika aib
para ulama, dan para pengajar kebaikan yang tersebar? Sungguh manusia pun akan
menjauhi mereka, ilmu yang ada pada mereka seakan tak terlihat, padahal
tidaklah lebih di butuhkan oleh manusia melainkan para pengajar kebaikan yang
menuntut hidupnya ke jalan yang benar. Belum lagi aib-aib dusta yang tersebar
tentang mereka.
Sungguh baik para
Salaf dalam doanya,
اللهم اسْتُرْ عَيْبَ شَيْخِيْ عَنِّيْ وَلَا تُذْهِبْ
بَرَكَةَ عِلْمِهِ مِنِّىْ
“Ya Allah tutupilah aib guruku dariku, dan
janganlah kau hilangkan keberkahan ilmuya dari ku.”
Para salaf berkata,
لُحُوْمُ اْلعُلَمَاءِ مَسْمُوْمَةٌ
“Daging para ulama itu mengandung
racun.”
Guru kami DR. Awad
Ar-Ruasti Hafidzohullah menjelaskan tentang makna perkataan ini,
“Siapa yang suka berbicara
tentang aib para ulama, maka dia layaknya memakan daging para ulama yang
mengandung racun, akan sakit hatinya, bahkan dapat mematikan hatinya.”
Namun, ini bukan
berarti menjadi penghalang untuk berbicara kepada sang guru atas kesalahannya
yang tampak, justru seorang tolabul ‘Ilm harus berbicara kepada gurunya jika ia
melihat kesalahan gurunya. Adab dalam menegur merekapun perlu diperhatikan
mulai dari cara yang sopan dan lembut saat menegur dan tidak menegurnya di
depan orang banyak.
6.
Meneladani penerapan ilmu dan
akhlaknya
Merupakan suatu
keharusan seorang penuntut ilmu mengambil ilmu serta akhlak yang baik dari
gurunya. Kamipun mendapati di tempat kami menimba ilmu saat ini, atau pun di
tanah air, para guru, ulama, serta ustad begitu tinggi akhlak mereka, tak lepas
wajahnya menebarkan senyum kepada para murid, sabarnya mereka dalam memahamkan
pelajaran, sabar menjawab pertanyaan para tolibul ilm yang tak ada habisnya,
jika berpapasan di jalan malah mereka yang memulai untuk bersalaman, sungguh
akhlak yang sangat terpuji dari para penerbar sunnah.
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata,
“Jika gurumu itu sangat baik
akhlaknya, jadikanlah dia qudwah atau contoh untukmu dalam berakhlak. Namun
bila keadaan malah sebaliknya, maka jangan jadikan akhlak buruknya sebagai
contoh untukmu, karena seorang guru dijadikan contoh dalam akhlak yang baik,
bukan akhlak buruknya, karena tujuan seorang penuntut ilmu duduk di majelis
seorang guru mengambil ilmunya kemudian akhlaknya.”
7.
Sabar menyertainya
Tidak ada satupun
manusia di dunia ini kecuali pernah berbuat dosa, sebaik apapun agamanya,
sebaik apapun amalnya, sebanyak apapun ilmunya, selembut apapun perangainya,
tetap ada kekurangannya. Tetap bersabarlah bersama mereka dan jangan berpaling
darinya.
Allah berfirman :
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم
بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ
تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن
ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu
bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari
dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari
mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti
orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti
hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS.Al Kahfi:28).
Karena tidak ada
yang lebih baik kecuali bersama orang orang yang berilmu dan yang selalu
menyeru Allah Azza wa Jalla.
Al Imam As Syafi Rahimahullah
mengatakan,
اِصْبِرْ عَلَى
مُرِّ الْجَفَا مِنْ مُعَلِّمٍ
فَإِنَّ رُسُوْبَ
الْعِلْمِ فِيْ نَفَرَاتِهِ
“Bersabarlah
terhadap kerasnya sikap seorang guru,
Sesungguhnya
gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya”
Besar jasa mereka
para guru yang telah memberikan ilmunya kepada manusia, yang kerap menahan
amarahnya, yang selalu merasakan perihnya menahan kesabaran, sungguh tak pantas
seorang murid ini melupakan kebaikan gurunya, dan
jangan pernah lupa menyisipkan nama mereka di lantunan doamu. Semoga Allah
memberikan rahmat dan kebaikan kepada guru guru kaum Muslimin. Semoga kita
dapat menjalankan adab adab yang mulia ini.
Sebagian ulama salaf
mengatakan, ketika seseorang akan menuntut ilmu maka seyogianya ia memperhatikan
hal-hal berikut :
1.
Memilih Guru.
هَذَا اْلعِلْمُ
دِيْنٌ فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ
”Ilmu
adalah agama, maka hendaknya kalian melihat (mempertimbangkan terlebih dahulu)
kepada siapakah kalian mengambil agama kalian itu (menimba ilmu pengetahuan).
2.
Bersungguh-sungguh (berusaha keras) dalam mencari seorang
guru yang diyakini memiliki pemahaman ilmu-ilmu syariat (agama Islam) yang
mendalam serta diakui keahliannya oleh guru-guru yang lain. Seorang guru yang
baik adalah orang yang banyak melakukan kajian (pembahasan/penelitian),
perkumpulan (berdiskusi), serta bukan hanya orang yang mempelajari ilmu hanya
melalui buku (tanpa melalui bimbingan seorang guru) ataupun dia tidak pernah
bergaul dengan guruguru lain yang lebih cerdas. Imam as-Syafi’i
berkata:
مَنْ تَفَقَّهَ مِنْ بُطُوْنِ اْلكُتُبِ ضَيَّعَ
اْلاَحْكَامَ
“Barang
siapa mempelajari ilmu pengetahuan yang hanya melalui buku, maka ia telah
menyia-nyiakan hukum”.
3.
Seorang pelajar hendaknya patuh kepada
gurunya serta tidak membelot dari pendapat (perintah dan anjuran-anjurannya).
Bahkan idealnya, sikap seorang pelajar kepada gurunya adalah laksana seorang
pasien kepada seorang dokter yang ahli dalam menangani penyakitnya. Oleh karena
itu, ia hendaknya selalu meminta saran terlebih dahulu kepada sang guru atas
apapun yang akan ia lakukan dan serta berusaha mendapatkan restunya.
4.
Memiliki pandangan yang mulia terhadap guru
serta meyakini akan derajat kesempurnaan gurunya. Sikap demikian akan
mendekatkan keberhasilan seorang pelajar dan meraih ilmu pengetahuan yang
bermanfaat. Diriwayatkan dari Abu Yusuf bahwa sebagian ulama salaf pernah
berkata:
مَنْ لَا يَعْتَقِدْ جَلَالَةَ اُسْتَاذَةٍ لَا
يُفْلِحْ
“Barang
siapa tidak memiliki tekad memuliakan guru, maka ia termasuk orang yang tidak
beruntung”
5.
Sebagai wujud penghormatan seorang pelajar kepada seorang
guru, diantaranya adalah tidak memanggil gurunya dengan panggilan “ Kamu”, “Anda” atau
sebutan “Antum” sekalipun dan lain sebagainya, terlebih memanggil nama langsung gurunya itu.’ Apabila
ia hendak memanggil gurunya, hendaknya ia memanggil dengan sebutan “ ya sayyidi
( wahai tuanku)”, “ ya ustadzi ( wahai Guruku)”, dan sejenisnya.
6.
Mengerti akan hak-hak seorang guru serta
tidak melupakan keutamaankeutamaan dan jasa-jasanya. Selain itu ia hendaknya
selalu mendo’akan gurunya baik ketika gurunya itu masih hidup ataupun telah
meninggal dunia (wafat), serta menghormati keluarga dan orang-orang terdekat
yang dicintainya.
7.
Bersabar atas kerasnya sikap atau perilaku
yang kurang menyenangkan dari seorang guru. Sikap dan perilaku guru yang
semacam itu hendaknya tidak mengurangi sedikitpun penghormatan seorang pelajar
terhadapnya apalagi sampai beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh gurunya
adalah suatu kesalahan.
8.
Meminta izin terlebih dahulu setiap kali
hendak memasuki ruangan pribadi guru, baik ketika guru sedang sendirian ataupun
saat ia bersama orang lain.
9.
Apabila seorang murid duduk dihadapan seorang
guru, hendaknya ia duduk dengan penuh sopan dan santun.
10. Hendaknya
murid berbicara dengan sopan terhadap gurunya sebaik mungkin.
11.
Jika murid mendengarkan penjelasan guru tentang hukum suatu masalah atau
tentang suatu faedah, atau guru menceritakan kisah
tertentu atau menyanyikan syair yang sudah dihafalnya,
maka hendaknya ia mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan penuh antusias
seolaholah belum pernah mendengarkannya.
‘Atha r.a. berkata:
“ Sungguh aku akan
mendengarkan hadits dari seseorang, walaupun aku lebih tahu tentang hadits itu
darinya, aku akan memperlihatkan diriku bahwa aku tidak lebih baik darinya”.
Lebih lanjut Atho’ berkata:
“Sesungguhnya ada
beberapa pemuda yang sedang berdiskusi tentang sebuah hadits, lalu aku
mendengarkannya seakan-akan aku belum pernah mendengar hadits itu sebelumnya,
padahal aku telah mendengar hadits itu sebelum mereka dilahirkan”.
Jika murid ditanya guru tentang pelajaran yang sudah dihafalnya, maka
hendaknya ia tidak menjawab dengan “ sudah”, sebab jawaban ini terkesan murid
sudah tidak membutuhkan keberadaan guru, dan juga tidak dengan “ belum”, sebab
dengan jawaban ini murid telah berbohong, tetapi hendaknya murid menjawab
dengan “ saya sangat senang mendengar penjelasan pelajaran tersebut dari guru”
atau “ saya masih ingin menimba ilmu dari guru”.
12.
Tidak
mendahului seorang guru dalam menjelaskan suatu persoalan atau menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh siswa lain. Lebih-lebih dengan maksud menampakkan (pamer)
pengetahuan (kepintarannya) di hadapan guru. Hendaknya ia juga tidak memotong
pembicaraan/penjelasan gurunya ataupun mendahului perkataannya. Seorang murid
juga harus berkonsentrasi ketika diberi penjelasan ataupun ketika diberi
perintah, sehingga sang guru tidak perlu mengulanginya dua kali.
13.
Jika
guru memberikan sesuatu kepada murid, hendaknya diterima dengan tangan kanan.
Jika sesuatu itu berupa catatan pelajaran, maka hendaknya dibaca, atau berupa
cerita, buku agama dan sejenisnya, maka hendaknya disebarluaskan.
Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk mengamalkan
adab-adab kepada guru kita sehingga Allah memudahkan menyerap ilmu yang
disampaikan mereka.
D.
Adab kepada Orang tua
Berikut ini beberapa adab yang
baik dan akhlak yang mulia kepada orang tua:
1.
Tidak memandang orang tua dengan pandangan yang tajam
atau tidak menyenangkan
2.
Tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan orang
tua.
Dalil kedua ada di
atas adalah hadits Al Musawwir bin Makhramah radhiallahu’anhu mengenai
bagaimana adab para Sahabat Nabi terhadap Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam,
disebutkan di dalamnya:
وَإِذَا تَكَلَّمَ خَفَضُوا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ ، وَمَا
يُحِدُّوْنَ إِلَيْهِ النَّظْرَ؛ تَعْظِيْمًا لَهُ
“Jika para sahabat berbicara
dengan Rasululloh, mereka merendahkan suara mereka dan mereka tidak memandang
dengan pandangan tajam sebagai bentuk pengagungan terhadap Rasululloh.” (HR. Al
Bukhari).
Syaikh Musthafa Al
‘Adawi mengatakan: “Setiap adab di atas terdapat dalil yang menunjukkan bahwa
adab-adab tersebut merupakan sikap penghormatan”.
Maka dari
hadits ini merendahkan suara dan tidak memandang dengan tajam merupakan akhlak
yang mulia dan sikap penghormatan yang tentu sangat layak untuk kita terapkan
kepada orang tua. Karena merekalah orang yang paling layak mendapatkan
perlakuan yang paling baik dari kita. Sebagaimana telah dijelaskan pada materi
sebelumnya.
3.
Tidak mendahului mereka
dalam berkata-kata
Diantara
adab yang mulia kepada orang tua adalah tidak mendahului mereka dalam
berkata-kata dan mempersilakan serta membiarkan mereka berkata-kata terlebih
dahulu hingga selesai.
Lihatlah
bagaimana Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu menerapkan adab ini. Beliau
berkata:
كُنَّا
عِنْدَ النَّبيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتيَ بِجُمَّارٍ، فَقَالَ:
إنَّ مِنَ الشَّجَرَةِ شَجَرَةً، مِثْلُهَا كَمَثْلِ الْمُسْلِمِ ، فَأَرَدْتُ أَنْ
أَقُوْلَ: هِيَ النَّخْلَةُ، فَإِذَا أَنَا أَصْغَرُ اْلقَوْمِ، فَسَكَتُّ، فَقَالَ
النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هِيَ النَّخْلَةُ
“Kami pernah bersama Nabi Saw, di Jummar.
Kemudian Nabi bersabda, ‘Sesungguhnya, ada sebuah pohon, yang perumpamaannya
seperti seorang muslim.’ Ibnu Umar berkata, ‘Sebetulnya aku ingin mengatakan,
-itu kurma-, karena aku yang paling muda maka aku diam. Kemudian Nabi Saw
bersabda, ‘Itulah kurma.’ (HR al Bukhari dan uslim).
Ibnu Umar
radhiallahu’anhuma melakukan demikian karena adanya para sahabat lain yang
lebih tua usianya walau bukan orang tuanya. Maka tentu adab ini lebih layak
lagi diterapkan kepada orang tua.
4.
Tidak duduk di depan orang tua
sedangkan mereka berdiri
Dalilnya hadits
Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu:
اِشْتَكَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَصَلَّيْنَا وَرَاءَهُ وَهُوَ قَاعِدٌ, وَأَبُوْ بَكْرٍ يُسْمِعُ النَّاسَ تَكْبِيْرَهُ,
فَالْتَفَتَ إِلَيْنَا فَرَآناَ قِيَامًا فَأَشَارَ إِلَيْنَا فَقَعَدْنَا, فَصَلَّيْنَا
بِصَلَاتِهِ قُعُوْدًا. فَلَمَّا سَلَّمَ قَالَ: إِنْ كِدْتُمُ آنِفًا لَتَفْعَلُوْنَ
فِعْلَ فَارِسَ وَالرًّوْمِ, يَقُوْمُوْنَ عَلَى مُلُوْكِهِمْ وَهُمْ قُعُوْدٌ. فَلَا
تَفْعَلُوْا. ائْتَمُّوْا بِأَئِمَّتِكُمْ. إِنْ صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوْا قِيَامًا
وَإِنْ صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوْا قُعُوْدًا
“Rasululloh Saw pernah mengaduh (karena sakit)
ketika itu kami shalat dan Abu Bakar bermakmum di belakang beliau, sedangkan
beliau dalam keadaan duduk. Lalu beliau menoleh kepada kami, maka
memperdengarkan takbir kepada orang-orang. Beliau melihat kami shalat dalam
keadaan berdiri. Lalu memberi isyarat kepada kami, lalu kami duduk, lalu kami
shalat dengan mengikuti shalatnya dalam keadaan duduk. Ketika salam, maka
beliau bersabda, ‘Hampir saja kalian benar-benar mengerjakan perbuatan bangsa
Persia dan Bangsa Romawi, mereka berdiri di hadapan raja-rajanya dengan posisi
duduk. Janganlah kalian lakukan! Berimamlah kalian kepada imam-imam kalian.
Jika ia berdiri, berdirilah dan jika duduk, duduklah! (HR. Muslim).
Para ulama mengatakan dilarangnya
hal tersebut karena merupakan kebiasaan orang kafir Persia dan Romawi. Maka
hendaknya kita menyelisihi mereka.
5.
Lebih mengutamakan orang tua daripada diri sendiri
atau iitsaar dalam perkara duniawi orang tua dalam perkara duniawi seperti
makan, minum, dan perkara lainnya. Sebagaimana hadits dalam Shahihain mengenai
kisah yang diceritakan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengenai
tiga orang yang terjebak di dalam gua yang tertutup batu besar, kemudian mereka
bertawassul kepada Allah dengan amalan-amalan mereka, salah satunya berkata:
اللهمّ إِنَّهُ
كَانَ لِيْ وَالِدَانِ شَيْخَانِ كَبِيْرَانِ . وَامْرَأَتِيْ . وَلِيْ صَبِيَّةٌ
صَغَارٌ أَرْعَى عَلَيْهِمْ . فَإِذَا أَرْحْتُ عَلَيْهِمْ ، حَلَبْتُ فَبَدَأتُ بِوَالِدَيَّ
فَسَقَيْتُهُمَا قَبْلِ بُنَيَّ . وَأَنَّهُ نَأَى ِبْي ذَاتَ يَوْمٍ الشَجَرُ . فَلَمْ
آتِ حَتَّى أَمْسَيْتُ فَوَجَدْتُهُمَا قَدْ نَامَا . فَحَلَبْتُ كَمَا كُنْتُ أَحْلَبُ
. فَجِئْتُ بِالحَلَابِ . فَقُمْتُ عِنْدَ رُؤُوْسِهِمَا . أَكْرَهُ أَنْ أُوْقِظَهُمَا
مِنْ نَوْمِهِمَا . وَأَكْرَهُ أَنْ أَسْقِيَ الصَّبِيَّةَ قَبْلَهُمَا . وَالصَّبِيَّةُ
يَتَضَاغُوْنَ عِنْدَ قَدَمِيْ
“Ya Alloh, sesungguhnya aku memiliki dua orang anak,
orang tua yang sudah tua renta, dan aku juga memiliki seorang istri dan anak
kecil yang aku beri makan dari mengembala ternak. Ketika selesai mengembala,
aku perah susu untuk mereka. Aku dahulukan orang tuaku sebelum keluargaku. Dan
suatu hari ketika panen kau pergi jauh, dan aku tidak pulang kecuali sudah
sangat sore, dan aku dapati orang tuaku telah tidur. Lalu aku perahkan susu
seperti biasanya, lalu aku bawakan bejana berisi susu untuk mereka. Aku berdiri
di sisi mereka, tapi enggan membangunkan mereka. Dan aku pun enggan
membangunkan anak perempuanku sebelum orang tuaku. Padahal anaku sudah
meronta-ronta di kakiku karena kelaparan. Dan demikianlah terus keadaannya
hingga terbit fajar.”
Semoga yang sedikit ini
bermanfaat. Wabillahi at taufiiq was sadaad.
Referensi: Fiqhul Ta’amul
ma’al Walidain, Asy Syaikh Al Muhaddist Musthofa Al ‘Adawi hafizhahullah
E.
ADAB TILAWH AL-QUR’AN
15
Tips Agar
Tilawah Al-Qur’an Membekas Dalam Jiwa
Agar Al-Qur’an
memberi bekas ke dalam hati, ada adab-adab yang perlu diperhatikan saat
membacanya. Berikut ini beberapa adab yang bisa dilakukan.
1)
Pilihlah
waktu yang terkategori waktu Allah ber-tajalli kepada hamba-hamba-Nya. Di saat
itu rahmat-Nya memancar. Bacalah Al-Quran di waktu sepertiga terakhir malam
(waktu sahur), di malam hari, di waktu fajar, di waktu pagi, dan di waktu
senggang di siang hari.
2)
Pilih
tempat yang sesuai. Misalnya, di masjid atau sebuah ruangan di rumah yang
dikosongkan dari gangguan dan kegaduhan. Meski begitu, membaca Al-Qur’an saat
duduk dengan orang banyak, di kendaraan, atau di pasar, dibolehkan. Hanya saja
kondisi seperti itu kurang maksimum untuk memberi bekas di hati Anda.
3)
Pilih
cara duduk yang sesuai. Sebab, Anda sedang menerima pesan Allah swt. Jadi,
harus tampak ruh ibadahnya. Harus terlihat ketundukan dan kepasrahan di
hadapan-Nya. Arahkan wajah Anda ke kiblat. Duduk terbaik seperti saat tasyahud
dalam shalat. Jika capek, silakan Anda mengubah posisi duduk. Tapi, dengan
posisi yang menunjukkan penghormatan kepada Kalam Allah.
4)
Baca
Al-Qur’an dalam keadaan diri Anda suci secara fisik. Harus suci dari jinabah.
Bila Anda wanita, harus suci dari haid dan nifas. Berwudhulah. Tapi, Anda boleh
membaca atau menghafal Al-Qur’an tanpa wudhu. Sebab, tidak ada nash yang
mensyaratkan berwudhu sebagai syarat sah membaca Al-Qur’an. Bahkan, para ulama
menfatwakan boleh membaca Al-Qur’an bagi wanita yang belajar dan mengajarkan
Al-Qur’an saat ia sedang haid atau nifas dengan alasan darurat.
5)
Sucikan semua indera Anda -lidah, mata, telinga, hati– yang
berhubungan dengan tilawah Al-Qur’an dari perbuatan maksiat. Sesungguhnya
Al-Qur’an itu seperti hujan. Batu tidak akan menyerap air hujan. Air hujan
hanya berinteraksi dengan lahan yang siap menyerap segala keberkahan. Jadi,
jangan Anda bungkus lidah, mata, telinga, dan hati dengan lapisan masiat, dosa,
dan kemunkaran yang kedap dari limpahan rahmat membaca Al-Qur’an.
6)
Hadirkan niat yang ikhlas hanya kepada Allah swt. Dengan begitu
tilawah yang Anda lakukan akan mendapat pahala. Ketahuilah, amal dinilai
berdasarkan niat. Sedangkan ilmu, pemahaman, dan tadabbur adalah nikmat dan
rahmat yang murni dari Allah. Dan rahmat Allah tidak diberikan kepada orang
yang hatinya bercampur aduk dengan niat-niat yang lain.
7)
Berharaplah akan naungan dan lindungan Allah swt. seperti orang yang
kapalnya sedang tenggelam dan mencari keselamatan. Dengan perasaan itu Anda
akan terbebas dari rasa memiliki daya dan upaya, ilmu, akal, pemahaman,
kecerdasan, serta keyakinan secara pasti. Sebab, kesemuanya itu tidak akan
berarti tanpa Allah swt. menganugerahkan tadabbur, pemahaman, pengaruh, dan
komitmen untuk beramal kepada diri Anda.
8)
Bacalah isti’adzah dan basmalah. “Apabila kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah
kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (An-Nahl:
98). Basmalah dibaca saat awal membaca surat di awal, kecuali surat At-Taubah.
Membaca basmalah juga dianjurkan saat Anda membaca Al-Qur’an di tengah surat
dan ketika Anda memutus bacaan karena ada keperluan kemudian meneruskan bacaan
Anda. Membaca basamalah adalah tabarruk (mencari berkah) dan tayammun (mencari
rahmat) dengan menyebut nama Allah swt.
9)
Kosongkan jiwa Anda dari hal-hal yang menyita perhatian, kebutuhan,
dan tuntutan yang harus dipenuhi sebelum membaca Al-Qur’an. Jika tidak, semua
itu akan terbayang saat Anda membaca Al-Qur’an. Pintu tadabbur pun tertutup.
Jadi, selesaikan dulu urusan Anda jika sedang lapar, haus, pusing, gelisah, kedinginan, atau ingin
ke toilet. Setelah itu, baru baca Al-Qur’an dengan haqul tilawah.
10)
Saat
membaca, batasi pikiran Anda hanya kepada Al-Qur’an saja. Pusatkan pikiran,
buka jendela pengetahuan, dan tadabburi ayat-ayat dengan sepenuh jiwa,
perasaan, cita rasa, imajinasi, pemikiran, dan bisikan hati. Dengan begitu,
Anda akan merasakan limpahan rahmat dan lezatnya membaca Al-Qur’an.
11)
Hadirkan
kekhusyu’an. Menangislah saat membaca ayat-ayat tentang azab. Hadirkan azab itu
begitu nyata dalam penglihatan Anda dengan menyadari dosa-dosa dan maksiat yang
masih lekat dengan diri Anda. Jika Anda tidak mampu berbuat seperti itu,
tangisilah diri Anda yang tidak mampu tersentuh dengan ayat-ayat yang
menggambarkan kedahsyatan azab neraka.
12)
Rasakan
keagungan Allah swt. Yang Mahabesar yang dengan kemurahannya memancarkan nikmat
dan anugerah-Nya kepada Anda. Pengagungan ini akan menumbuhkan rasa takzim
Andfa kepada Allah dan Kalam-Nya. Dengan begitu interasi, tadabbur, dan
tarbiyah Anda dengan Al-Qur’an akan memberi bekas, makna, hakikat, pelajaran,
dan petunjuk yang sangat luar biasa manfaatnya.
13)
Perhatikan
ayat-ayat untuk ditadabburi. Pahami maknanya. Resapi hakikat-hakikat yang
terkandung di dalamnya. Kaitkan juga dengan berbagai ilmu, pengetahuan, dan
pelajaran yang bisa menambah pengayaan Anda tentang ayat-ayat tersebut. Inilah
tujuan tilawah. Tilawah tanpa tadabbur, tidak akan melahirkan pemahaman dan
memberi bekal apa pun pada Anda. Al-Qur’an hanya sampai di tenggorokan Anda.
Tidak sampai ke hati Anda.
14)
Hanyutkan
perasaan dan emosi Anda sesuai dengan ayat-ayat yang Anda baca. Bergembiralah
saat membaca kabar gembira. Takutlah saat membaca ayat peringatan dan tentang
siksaan. Buka hati saat membaca ayat tentang perintah beramal. Koreksi diri
saat bertemu tilawah Anda membaca sifar-sifat orang munafik. Resapi ayat-ayat
yang berisi doa. Dengan begitu hati Anda hidup dan bergetar sesuai dengan
sentuhan setiap ayat. Inilah ciri orang beriman yang sejati dengan imannya
(Al-Anfal: 2).
15)
Rasakan
bahwa diri Anda sedang diajak berbicara Allah swt. lewat ayat-ayat-Nya.
Berhentilah sejenak saat bertemu dengan ayat yang didahului dengan kalimat
“Wahai orang-orang yang beriman…, hai manusia….” Rasakan setiap panggilan itu
hanya untuk Anda. Dengan begitu lanjutan ayat yang berisi perintah, larangan,
teguran, peringatan, atau arahan akan dapat Anda respon dengan baik. Kami
dengar dan kami taat. Bukan kami dengarkan lalu
kami hiraukan.
F.
ADAB
DI MASJID
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا
يَبْتَغِى بِهِ وَجْهَ اللَّهِ ، بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa
yang membangun masjid (karena mengharap wajah Allah), Allah akan membangunkan
bangunan yang semisalnya di surga.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari ‘Utsman
bin ‘Affan).
Masjid adalah rumah Allah yang
berada di atas bumi. Memiliki kedudukan yang agung di mata kaum muslimin karena
menjadi tempat bersatunya umat islam terutama ketika shalat berjamaah dan
kegiatan beribadah lainnya. Mereka senantiasa akan mulia manakala kembali
memakmurkan masjid seperti halnya generasi salaf dahulu.
Sebagai rumah dari rumah-rumah
Allah Ta’ala yang mempunyai peranan penting, ada beberapa
etika yang telah digariskan oleh Islam ketika berada di dalamnya. Antara lain :
1)
Mengikhlaskan
Niat Kepada Allah Ta’ala
Hendaknya seseorang yang ingin ke masjid mengikhlaskan
niatnya sehingga Allah Ta’ala menerima ibadah yang ia lakukan di
masjid. Hendaknya ia mendatangi masjid untuk menunaikan tugas seorang hamba
yaitu beribadah kepada Allah Ta’ala tanpa dilandasi rasa ingin
dipuji manusia atau ingin dilihat oleh masyarakat. Karena sesungguhnya setiap
amalan itu tergantung dari niatnya.
2)
Berpakaian
Indah Ketika Hendak Menuju Masjid
Sebagaimana perintah Allah Ta’ala dalam
firman-Nya:
يَا بَنِي آدَمَ
خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah
setiap (memasuki) masjid” (Q.S. Al-A’raf : 31).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “dalam ayat
ini, Allah tidak hanya memerintahkan hambanya untuk menutup aurat, akan tetapi
mereka diperintahkan pula untuk memakai perhiasan. Oleh karena itu hendaklah
mereka memakai pakaian yang paling bagus ketika shalat”.
Dan dijelaskan dalam kitab tafsir karangan Imam Ibnu Katsir rahimahullah,
“berlandaskan ayat ini dan ayat yang semisalnya disunahkan berhias ketika akan
shalat, lebih-lebih ketika hari Jumat dan hari raya. Termasuk perhiasan yaitu
siwak dan parfum”.
3)
Menghindari
Makanan Tidak Sedap Baunya
Maksudnya
adalah larangan bagi seseorang yang makan makanan yang tidak sedap baunya,
seperti mengonsumsi makanan yang menyebabkan mulut berbau, seperti bawang
putih, bawang merah, jengkol, pete, dan termasuk juga merokok atau yang lainnya
untuk menghadiri shalat jamaah, berdasarkan hadis,
Dari
Jabir radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang memakan dari tanaman ini
(sejenis bawang dan semisalnya), maka janganlah ia mendekati masjid kami,
karena sesungguhnya malaikat terganggu
dengan bau tersebut, sebagaimana manusia”.
Juga hadis Jabir, bahwa
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ أَكَلَ ثَوْمًا أَوْبَصَلاً فًلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ قَالَ
فَلْيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فيِ بَيْتِهِ
“Barang siapa yang makan bawang putih atau
bawang merah maka hendaklah menjauhi kita”, atau bersabda, “Maka
hendaklah dia menjauhi masjid kami dan hendaklah dia duduk di rumahnya”.
Hadis tersebut bisa dibawa ke persamaan kepada segala
sesuatu yang berbau tidak sedap yang bisa menganggu orang yang sedang shalat
atau yang sedang beribadah lainnya. Namun jika seseorang sebelum ke masjid
memakai sesuatu yang bisa mencegah bau yang tidak sedap tersebut dari dirinya
seperti memakai pasta gigi dan lainnya, maka tidak ada larangan baginya setelah
itu untuk menghadiri masjid.
4)
Bersegera
Menuju Rumah Allah Ta’ala
Bersegera
menuju masjid merupakan salah satu ciri dari semangat seorang muslim untuk
melakukan ibadah. Jika waktu shalat telah tiba, hendaklah kita bersegera menuju
masjid karena di dalamnya terdapat ganjaran yang amat besar, berdasarkan hadis:
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwasanya
Rasululloh Saw bersabda,,
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ
يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا
“Seandainya manusia mengetahui apa yang ada (yaitu
keutamaan) di dalam seruan (adzan) dan shaf pertama, lalu mereka tidak bisa
mendapatkan shaf tersebut kecuali dengan undian, sungguh mereka akan melakukan
undian untuk mendapatkannya.” (HR. Bukhari 580)
Jangan
sampai kita menyepelekan dan menunda-nunda waktu untuk sesegera mungkin menuju
masjid. Hendaknya selalu bersemangat dalam menghidupkan masjid dan mengisinya
dengan amalan-amalan ibadah lainnya.
5)
Berjalan
Menuju Masjid Dengan Tenang dan Sopan
Hendaknya berjalan menuju shalat
dengan khusyuk, tenang, dan tentram. NabiShallallahu’alaihi Wasallam melarang
umatnya berjalan menuju shalat secara tergesa-gesa walaupun shalat sudah
didirikan. Abu Qatadah radhiallahu’anhu berkata, “Saat
kami sedang shalat bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam,
tiba-tiba beliau mendengar suara kegaduhan beberapa orang. Sesudah menunaikan
shalat beliau mengingatkan,
مَا
شَأْنُكُم؟ قَالُوْا: اِسْتَعْجَلْنَا إِلىَ الصَّلاَةِ. فَقَالَ: فَلاَ
تَفْعَلُوْا, إِذَا أَتَيْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَعَلَيْكُمْ بِاالسَّكِيْنَةِ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا
“Apa yang terjadi pada kalian?” Mereka
menjawab, “Kami tergesa-gesa menuju shalat.” Rasulullah menegur mereka,
“Janganlah kalian lakukan hal itu. Apabila kalian mendatangi shalat maka
hendaklah berjalan dengan tenang, dan rakaat yang kalian dapatkan shalatlah dan
rakaat yang terlewat sempurnakanlah”. (HR. Abu Qatadah)
6)
Adab
Bagi Wanita
Tidak
terlarang bagi seorang wanita untuk pergi ke masjid. Namun rumah-rumah mereka
lebih baik Jika seorang wanita hendak pergi ke masjid, ada beberapa adab khusus
yang perlu diperhatikan:
1. Meminta izin kepada suami atau mahramnya
2. Tidak menimbulkan fitnah
3. Menutup aurat secara lengkap
4. Tidak berhias dan memakai parfum
5. Shaf wanita semakin kebelakang semakin baik.
Perbuatan
kaum wanita yang memakai parfum hingga tercium baunya dapat menimbulkan fitnah,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, “Siapa
saja wanita yang memakai wangi-wangian kemudian keluiar menuju masjid, maka
tidak akan diterima shalatnya sehingga ia mandi”.
Abu
Musa radhiallahu’anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhamamd Saw
bersabda,
كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ وَالْمَرْأَةُ إِذَا اسْتَعْطَرَتْ
فَمَرَّتْ بِالْمَجْلِسِ فَهِىَ كَذَا وَكَذَا يَعْنِى زَانِيَةً
“Setiap mata berzina dan seorang wanita
jika memakai minyak wangi lalu lewat di sebuah majelis (perkumpulan), maka dia
adalah wanita yang begini, begini, yaitu seorang wanita pezina”.
Adapun wanita sesungguhnya rumah
lebih baik bagi mereka dalam menjalankan kesempurnaan ibadah dan pengabdian
kepada Allah SWT., sehingga kalau pun mereka ke masjid maka Rasululloh Saw
mengajarkan,
خَيْرُ
صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ
آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baiknya
shaf(barisan) laki-laki adalah yang paling pertamnaya(paling depan) dan
seburuk-buruknya adalh paling belakang, dan sebaik-baiknya shaf perempuan
adalah di belakang dan yang shaf yang buruk adalh didepan”. (HR.Muslim)
7)
Ketika
Masuk Masjid Berdoa dan Mendahulukan Kaki Kanan
Hendaklah orang yang keluar dari
rumahnya membaca doa,
بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ
إِلاَّ بِاللَّهِ
“Dengan menyebut nama Allah aku bertawakal
kepada-Nya, tidak ada daya dan upaya selain dari Allah semata”.
Kemudian ketika berjalan menuju masjid hendaklah berdoa,
اللَّهُمَّ اجْعَلْ
فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ يَمِينِي
نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي
نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا
“Yaa Allah… berilah cahaya di hatiku, di
penglihatanku dan di pendengaranku, berilah cahaya di sisi kananku dan di sisi
kiriku, berilah cahaya di atasku, di bawahku, di depanku dan di belakangku, Yaa
Allah berilah aku cahaya”.
Sebuah hadis dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu menjelaskan,
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ
فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ. وَإِذَا خَرَجَ
فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid,
maka ucapkanlah, ‘Allahummaftahlii abwaaba rahmatik’ (Ya
Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu). Jika keluar dari masjid,
ucapkanlah: ‘Allahumma inni as-aluka min fadhlik’ (Ya
Allah, aku memohon pada-Mu di antara karunia-Mu).” (HR.
Muslim)
8)
Shalat
Tahiyatul Masjid
Di antara adab ketika memasuki
masjid adalah melaksanakan shalat dua rakaat sebelum duduk. Shalat ini diistilahkan
para ulama dengan shalat tahiyatul masjid. RasulullahShallallahu’alaihi
Wasallam bersabda,
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ
قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
“Jika salah seorang dari kalian masuk
masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk”.
Yang dimaksud dengan tahiyatul masjid adalah shalat dua
rakaat sebelum duduk di dalam masjid. Tujuan ini sudah tercapai dengan shalat
apa saja yang dikerjakan sebelum duduk. Oleh karena itu, shalat sunnah wudhu,
shalat sunnah rawatib, bahkan shalat wajib, semuanya merupakan tahiyatul masjid
jika dikerjakan sebelum duduk. Merupakan suatu hal yang keliru jika tahiyatul
masjid diniatkan tersendiri, karena pada hakikatnya tidak ada dalam hadis ada
shalat yang namanya ‘tahiyatul masjid’. Akan tetapi ini hanyalah penamaan ulama
untuk shalat dua rakaat sebelum duduk. Karenanya jika seorang masuk masjid
setelah adzan lalu shalat qabliah atau sunah wudhu, maka itulah tahiyatul
masjid baginya. Syariat ini berlaku untuk laki-laki maupun wanita. Hanya saja
para ulama mengecualikan darinya khatib jumat, di mana tidak ada satupun dalil
yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat
tahiyatul masjid sebelum khutbah. Akan tetapi beliau datang dan langsung naik
ke mimbar. Syariat ini juga berlaku untuk semua masjid, termasuk masjidil
haram. Tahiyatul masjid disyariatkan pada setiap waktu seseorang itu masuk
masjid dan ingin duduk di dalamnya. Termasuk di dalamnya waktu-waktu yang
terlarang untuk shalat, menurut sebagian pendapat kalangan ulama.
9)
Mengagungkan
Masjid
Bentuk
pengagungan terhadap masjid berupa hendaknya seseorang tidak bersuara dengan
suara yang tinggi, bermain-main, duduk dengan tidak sopan, atau meremehkan
masjid. Hendaknya juga ia tidak duduk kecuali sudah dalam keadaan berwudhu
untuk mengagungkan rumah Allah Ta’ala dan
syariat-syariat-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
“Demikianlah
(perintah Allah). dan Barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, Maka
Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”. (Q.S. Al Taubah ayat 18)
10)
Menuggu
Ditegakkannya Shalat Dengan Berdoa Dan Berdzikir
Imam
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Setelah shalat dua rakaat
hendaknya orang yang shalat untuk duduk menghadap kiblat dengan menyibukkan
diri berdzikir kepada Allah, berdoa, membaca Alquran, atau diam dan janganlah
ia membicarakan masalah duniawi belaka”.
Terdapat
keutamaan yang besar bagi seorang yang duduk di masjid untuk menunggu shalat,
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,
فَإِذَا
دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فيِ الصَّلاَةِ مَاكَانَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ
واْلمَلاَئِكَةُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ أَحَدِكُمْ مَادَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي
صَلىَّ فِيْهِ يَقُوْلُوْنَ: اَللّهُمَّ ارْحَمْهُ الّلهُمَّ اغْفِرْ لَهُ مَا
لَمْ يُؤْذِ فِيْهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ
“Apabila seseorang
memasuki masjid, maka dia dihitung berada dalam shalat selama shalat tersebut
yang menahannya (di dalam masjid), dan para malaikat berdoa kepada salah
seorang di antara kalian selama dia berada pada tempat shalatnya, Mereka
mengatakan, “Ya Allah, curahkanlah rahmat kepadanya, ya Allah ampunilah dirinya
selama dia tidak menyakiti orang lain dan tidak berhadats”.
11)
Mengaitkan
Hati Dengan Masjid
Berusaha
untuk selalu mengaitkan hati dengan masjid dengan berusaha mendatangi ke masjid
sebelum shalat, menunggu shalat dengan berdzikir dan beribadah, dan tidak
buru-buru beranjak. Dan keutamaan inilah yang akan dinaungi oleh Allah Ta’ala ketika
nanti tiada naungan selain naungan-Nya. Sebagaimana dalam hadis,
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ
يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ ... وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي
الْـمَسَاجِدِ
“Tujuh jenis orang yang Allah Ta’ala akan
menaungi mereka pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya… dan laki-laki yang
hatinya selalu terkait dengan masjid” HR. Bukhari dan Muslim)
12)
Anjuran
Untuk Berpindah Tempat Ketika Merasa Ngantuk
Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam, “Jika salah seorang di antara kalian mengantuk, saat berada di
masjid, maka hendaknya ia berpindah dari tempat duduknya ke tempat lain”.
إِذَا
نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّى فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ
، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لاَ يَدْرِى لَعَلَّهُ
يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبَّ نَفْسَهُ
“Jika salah seorang di antara kalian
dalam keadaan mengantuk dalam shalatnya, hendaklah ia tidur terlebih dahulu
hingga hilang ngantuknya. Karena jika salah seorang di antara kalian tetap
shalat, sedangkan ia dalam keadaan mengantuk, ia tidak akan tahu, mungkin ia
bermaksud meminta ampun tetapi ternyata ia malah mencela dirinya sendiri.” (HR.
Bukhari).
13)
Anjuran
Membuat Pintu Khusus untuk Wanita
Dianjurkan
untuk membuat pintu khusus bagi wanita untuk menjaga agar mereka tidak
bercampur baur dengan kaum pria. Karena akibat dari campur baurnya laki-laki
dan perempuan amatlah besar. Dan keburukan seperti ini akan lebih berbahaya
kalau dilakukan di rumah Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam membimbing para shahabatnya dengan seraya bersabda,
لَوْتَرَكْنَا
هَذَاالْبَابَ لِلنِّسَاءِ
“Alangkah
baiknya jika kita biarkan pintu ini untuk kaum wanita”. (HR. Muslim).
Beliau berbicara mengenai sebuah pintu dari pintu-pintu
masjid.
14)
Dibolehkan
Untuk Tidur Di Masjid
Dibolehkan
tidur di dalam masjid bagi orang yang membutuhkannya, semisal orang yang
kemalaman atau yang tidak punya sanak famili dan lainnya. Dahulu para sahabat
Ahli Suffah (orang yang tidak punya tempat tinggal), mereka tidur di dalam
masjid.
AI-Hafidz
Ibnu Hajar menegaskan bahwa bolehnya tidur di dalam masjid adalah pendapat
jumhur ulama. Dan dibolehkan juga tidur dengan terlentang. Berdasarkan
riwayat:
عَنْ
عَبَّادِ بْنِ تَمِيمٍ، عَنْ عَمِّهِ: أَنَّهُ أَبْصَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَضْطَجِعُ فِي الْمَسْجِدِ رَافِعًا إِحْدَى رِجْلَيْهِ عَلَى
الأُخْرَى
Dari
Abbad Bin Tamim dari pamannya bahwasanya dia melihat
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidur terlentang di dalam
masjid dengan meletakkan salah satu kakinya di atas kakinya yang lain.
AI-Khattabi berkata, “Hadis ini
menunjukkan bolehnya bersandar, tiduran dan segala bentuk istirahat di dalam
masjid”.
15)
Boleh
Memakai Sandal Di Masjid
Berkata
Imam At-Thahawi, “Telah datang atsar-atsar yang mutawatir tentang shalatnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memakai sandal di dalam masjid”.
Berdasarkan
hadis dari Sa’id Bin Yazid, bahwasanya dia bertanya kepada Anas bin
Malik, “Apakah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat memakai
kedua sandalnya?” Anas menjawab: “Ya”.
Imam
Nawawi berkata, “Hadis ini menunjukkan bolehnya shalat memakai sandal selama
tidak terkena najis”.
Namun,
jika kebolehan ini dilaksanakan di masjid-masjid sehingga menimbulkan perselisihan dan pengingkaran,
maka lebih baik dihindarkan. Karena menghindari kemadaratan lebih baik
didahulukan dari pada mengambil kemaslahatan.
16)
Boleh
Makan Dan Minum Di Masjid
Makan dan minum di dalam masjid dibolehkan asal tidak
mengotori masjidnya. Berdasarkan hadis dari Abdullah bin Harits radhiyallahu
‘anhu, dia berkata, “Kami makan daging bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam di dalam masjid”.
17)
Boleh
Membawa Anak Kecil Ke Masjid
Dari
Abu Qotadah radhiallahu’anhu dia berkata, “Suatu ketika
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam keluar (untuk shalat-pent)
dengan menggendong Umamah Binti Abil ‘Ash, kemudian beliau shalat. Apabila
rukuk beliau menurunkannya, dan apabila bangkit beliau menggendongnya kembali”.
Imam
Al-’Aini rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan
bolehnya membawa anak kecil kedalam masjid”.
Adapun hadits yang berbunyi, “Jauhkanlah anak-anak kalian dari masjid,”
adalah hadits yangdhaif (lemah), didaifkan oleh Ibnu Hajar, Ibnu
Katsir, Ibnu Jauzi, AI-Mundziri, dan lainnya.
18)
Menjaga
dari Ucapan yang Jorok dan Tidak Layak di Masjid
Tempat yang suci tentu tidak pantas kecuali untuk
ucapan-ucapan yang suci dan terpuji pula. Oleh karena itu, tidak boleh
bertengkar, berteriak-teriak, melantunkan syair yang tidak baik di masjid, dan
yang semisalnya. Demikian pula dilarang berjual beli di dalam masjid dan
mengumumkan barang yang hilang. Nabi saw bersabda (yang artinya), “Apabila kamu
melihat orang menjual atau membeli di masjid maka katakanlah, ‘Semoga Allah
tidak memberi keberuntungan dalam jual belimu!’ Dan apabila kamu melihat ada
orang yang mengeraskan suara di dalam masjid untuk mencari barang yang hilang,
katakanlah, ‘Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu’.
19)
Dilarang
bermain-main di masjid selain permainan yang mengandung bentuk melatih
ketangkasan dalam perang.
Hal ini sebagaimana dahulu orang-orang Habasyah bermain
perang-perangan di masjid dan tidak dilarang oleh Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam.
20)
Tidak
Menjadikan Masjid Sebagai Tempat Lalu Lalang
Tidak sepatutnya seorang muslim berlalu di dalam masjid
untuk suatu kepentingan tanpa mengerjakan shalat dua rakaat. Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda, ”Di antara tanda-tanda hari Kiamat adalah
seorang melewati masjid namun tidak mengerjakan shalat dua rakaat di dalamnya
dan seseorang tidak memberikan salam kecuali kepada orang yang dikenalnya)”.
21)
Tidak
menghias masjid secara berlebihan
Di
antara kesalahan yang terjadi di masjid adalah menghiasi masjid dan memahatnya
secara berlebihan, berdasarkan hadis Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam:
إِذَا زَوَّقْتُمْ مَسَاجِدَكُمْ وَحَلَّيْتُمْ مَصَاحِفَكُمْ
فَالدَّمَارُ عَلَيْكُمْ
“Apabila kalian
telah memperindah masjid kalian dan menghiasi mushaf-mushafmu maka kehancuran
telah menimpa kalian”.
Dalam
riwayat lain disebutkan RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهىَ النَّاسُ فِي
اْلمَسَاجِدِ
“Tidak akan terjadi
hari kiamat sampai manusia berlomba-lomba di dalam (memperindah) masjid”.
Dilarang berlebih-lebihan dalam menghias masjid karena hal itu menyelisihi
sunnah NabiShallallahu’alaihi Wasallam, “Apabila kalian telah
menghiasi mushaf-mushaf kalian dan menghiasi masjid-masjid kalian, maka
kehancuran akan menimpa kalian”. BeliauShallallahu’alaihi Wasallam juga
bersabda, “Di antara tanda-tanda hari kiamat adalah manusia berbangga-bangga
dengan masjid”.
22)
Tidak
Mengambil Tempat Khusus Di Masjid
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang
seorang shalat seperti gagak mematuk, dan melarang duduk seperti duduknya
binatang buas, dan mengambil tempat di masjid seperti unta mengambil tempat
duduk. Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “hikmahnya adalah
karena hal tersebut bisa mendorong kepada sifat pamer, riya, dan sumah, serta
mengikat diri dengan adat dan ambisi. Demikian itu merupakan musibah. Maka dari
itu, seorang hamba harus berusaha semaksimal mungkin agar tidak terjerumus ke
dalamnya”.
23)
Larangan
Keluar Setelah Adzan Kecuali Ada Alasan
Jika kita berada di dalam masjid
dan azan sudah dikumandangkan, maka tidak boleh keluar dari masjid sampai
selesai dtunaikannya shalat wajib, kecuali jika ada uzur. Hal ini sebagaimana
dikisahkan dalam sebuah riwayat dari Abu as Sya’tsaa radhiallahu’anhu,
beliau berkata,
كُنَّا
قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ
رَجُلٌ مِنْ الْمَسْجِدِ يَمْشِي فَأَتْبَعَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ بَصَرَهُ حَتَّى
خَرَجَ مِنْ الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى
أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Kami pernah duduk
bersama Abu Hurairah dalam sebuah masjid. Kemudian muazin mengumandangkan azan.
Lalu ada seorang laki-laki yang berdiri kemudian keluar masjid. Abu Hurairah
melihat hal tersebut kemudian beliau berkata, “Perbuatan orang tersebut
termasuk bermaksiat terhadap Abul Qasim (Nabi Muhammad) Shallallahu’alaihi
Wasallam”.
24)
Larangan
Mencari Barang Yang Hilang Di Masjid Dan Mengumumkannya
Apabila didapati seseorang mengumumkan kehilangan di
masjid, maka katakanlah, “Mudah-mudahan Allah tidak mengembalikannya
kepadamu”. Sebagaimana sabda RasululllahShallallahu’alaihi Wasallam,
“Barangsiapa mendengar seseorang mengumumkan barang yang hilang di dalam
masjid, maka katakanlah, “Mudah-mudahan Allah tidak mengembalikannya kepadamu.
Sesungguhnya masjid-masjid tidak dibangun untuk ini”.
25)
Larangan
Jual Beli di Masjid
Jika
jual beli dilakukan di masjid, maka niscaya fungsi masjid akan berubah menjadi
pasar dan tempat jual beli sehingga jatuhlah kehormatan masjid dengan sebab
itu. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, dari
Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda, “apabila kalian melihat orang yang jual beli di
dalam masjid maka katakanlah padanya, ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan
dalam jual belimu!”.
Imam
As-Shan’ani berkata, “Hadis ini menunjukkan haramnya jual beli di dalam masjid,
dan wajib bagi orang yang melihatnya untuk berkata kepada penjual dan pembeli
semoga Allah tidak memberi keuntungan dalam jual belimu! Sebagai peringatan
kepadanya”.
26)
Larangan
Mengganggu Orang Yang Beribadah Di Masjid
Orang
yang sedang menjalankan ibadah di dalam masjid membutuhkan ketenangan sehingga
dilarang mengganggu kekhusyukan mereka, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Di
antara kesalahan yang sering terjadi, membaca ayat secara nyaring di masjid
sehingga mengganggu shalat dan bacaan orang lain.
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda, “Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat
kepada Allah, maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian
mengeraskan suara dalam membaca Alquran. Atau beliau berkata, “Dalam shalat”.
27)
Larangan
Berteriak Dan Membuat Gaduh di Masjid
Sebab,
masjid dibangun bukan untuk ini. Demikian pula mengganggu dengan obrolan yang
keras. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketahuilah
bahwa setiap kalian sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Rabbnya. Maka
dari itu, janganlah sebagian kalian menyakiti yang lain dan janganlah
mengeraskan bacaan atas yang lain”.
Apabila
mengeraskan bacaan Alquran saja dilarang jika memang mengganggu orang lain yang
sedang melakukan ibadah, lantas bagaimana kiranya jika mengganggu dengan
suara-suara gaduh yang tidak bermanfaat?! Sungguh, di antara fenomena yang
menyedihkan, sebagian orang—terutama anak-anak muda—tidak merasa salah membuat
kegaduhan di masjid saat shalat berjamaah sedang berlangsung. Mereka asyik
dengan obrolan yang tiada manfaatnya. Terkadang mereka sengaja menunggu imam
rukuk, lalu lari tergopoh-gopoh dengan suara gaduh untuk mendapatkan rukuk
bersama imam. Untuk yang seperti ini kita masih meragukan sahnya rakaat shalat
tersebut karena mereka tidak membaca Al-Fatihah dalam keadaan sebenarnya mereka
mampu.
Tetapi, mereka meninggalkannya dan justru mengganggu
saudara-saudaranya yang sedang shalat. Hal ini berbeda dengan kondisi sahabat
Abu Bakrah radhiallahu’anhu yang ketika datang untuk shalat bersama
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam didapatkannya beliauShallallahu’alaihi
Wasallam sedang rukuk lalu ia ikut rukuk bersamanya dan itu dianggap
rakaat shalat yang sah.
28)
Larangan
Lewat di Dalam Masjid Dengan Membawa Senjata Tajam
Janganlah
seseorang lewat masjid dengan membawa senjata tajam, seperti pisau, pedang, dan
sebagainya ketika melewati masjid. Sebab hal itu dapat mengganggu seorang
muslim bahkan bisa melukai seorang muslim. Terkecuali jika ia menutup mata
pedang dengan tangannya atau dengan sesuatu
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian lewat di
dalam masjid atau pasar kami dengan membawa lembing, maka hendaklah ia memegang
mata lembing itu dengan tangannya sehingga ia tidak melukai orang muslim”.
29)
Larangan
Lewat di Depan Orang Shalat
Harap
diperhatikan ketika kita berjalan di dalam masjid, jangan sampai melewati di
depan orang yang sedang shalat. Hendaklah orang yang lewat di depan orang yang
shalat takut akan dosa yang diperbuatnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda,
لَوْ
يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَي الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ، لَكَانَ أَنْ
يَقِفَ أَرْبَعِيْنَ، خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
“Seandainya orang
yang lewat di depan orang yang shalat mengetahui (dosa) yang
ditanggungnya, niscaya ia memilih untuk berhenti selama 40 (tahun), itu lebih
baik baginya daripada lewat di depan orang yang sedang shalat”.
Yang
terlarang adalah lewat di depan orang yang shalat sendirian atau di depan imam.
Adapun jika lewat di depan makmum maka tidak mengapa. Hal ini didasari oleh
perbuatan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu ketika beliau menginjak
usia balig. Beliau pernah lewat di sela-sela shaf jamaah yang diimami oleh
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dengan menunggangi
keledai betina, lalu turun melepaskan keledainya baru kemudian beliau
bergabung dalam shaf. Dan tidak ada seorang pun yang mengingkari perbuatan
tersebut. Namun demikian, sebaiknya memilih jalan lain agar tidak lewat di
depan shaf makmum.
30)
Larangan
melingkar di dalam masjid untuk berkumpul untuk kepentingan dunia
Terdapat larangan melingkar di
dalam masjid (untuk berkumpul) demi kepentingan dunia semata. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda,
يَأْتِ عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ يَحْلِقُوْنَ فيِ مَسَاجِدِهِمْ
وَلَيْسَ هُمُوْمُهُمْ إِلاَّ الدُّنْيَا
وَلَيْسَ ِللهِ فِيْهِمْ حَاجَةٌ فَلاَ تُجَاِلسُوْهُمْ
“Akan datang suatu masa kepada sekelompok
orang, di mana mereka melingkar di dalam masjid untuk berkumpul dan mereka
tidak mempunyai kepentingan kecuali dunia dan tidak ada bagi kepentingan apapun
pada mereka maka janganlah duduk bersama mereka”.
31)
Larangan
Keras Meludah Di Masjid
Masjid sebagai tempat yang paling
dicintai oleh Allah Ta’ala di muka bumi ini harus kita jaga
kebersihannya. Oleh karena itu, dilarang meludah dan mengeluarkan dahak lalu
membuangnya di dalam masjid, kecuali meludah di sapu tangan atau pakaiannya.
Adapun di lantai masjid atau temboknya, hal ini dilarang. Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda,
الْبُزَاقُ فِي الْمَسْجِدِ خَطِيْئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا
“Meludah di masjid adalah suatu dosa, dan
kafarat (untuk diampuninya) adalah dengan menimbun ludah tersebut” (HR. Shaih
Bukhari).
`Yang
dimaksud menimbun ludah di sini adalah apabila lantai masjid itu dari tanah,
pasir, atau semisalnya. Adapun jika lantai masjid itu berupa semen atau kapur,
maka ia meludah di kainnya, tangannya, atau yang lain.
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam juga bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian
meludah ke arah kiblat, akan tetapi hendaknyaa ke arah kirinya atau ke bawah
kakinya”.
32)
Keluar
Masjid Dengan Mendahulukan Kaki Kiri Dan Membaca Doa
Apabila keluar masjid, hendaklah
kita mendahulukan kaki kiri seraya berdoa. Dari Abu Humaidradhiallahu’anhu atau
dari Abu Usaid radhiallahu’anhu dia berkata, RasulullahShallallahu’alaihi
Wasallam bersabda,
إِذَا دَخَلَ
أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Jika salah seorang di antara kalian masuk
masjid, maka hendaknya dia membaca, “Allahummaftahli abwaaba rahmatika” (Ya
Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan apabila keluar, hendaknya dia
mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika (Ya Allah, aku meminta
kurnia-Mu)”.
Semoga
Allah menjadikan kita hamba-Nya yang saleh dan selalu istiqamah di jalan-Nya.
Amiin.
G.
ADAB BERPAKAIAN SESUAI
TUNTUNAN SUNAH
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ
أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا
النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُؤُوْسُهُنَّ
كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ
رِيْحَهَا، وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا
Artinya : “Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : Ada dua golongan penghuni Neraka, yang belum pernah aku
lihat, yaitu (1) Suatu kaum yang memegang cambuk seperti ekor sapi. Mereka
mencambuk manusia dengannya. Dan (2) wanita-wanita yang berpakaian tetapi
telanjang, ia berjalan berlenggak-lenggok menggoyangkan (bahu dan punggungnya)
dan rambutnya (disasak) seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan
masuk surga dan tidak akan mencium aroma surga, padahal sesungguhnya aroma
surga itu tercium sejauh perjalanan sekian dan sekian.”
Islam melarang umatnya berpakaian terlalu
tipis atau ketat (sempit sehingga membentuk tubuhnya yang asli). Kendati pun
fungsi utama (sebagai penutup aurat) telah dipenuhi, namun apabila pakaian
tersebut dibuat secara ketat (sempit) maka hal itu dilarang oleh Islam.
Demikian juga halnya pakaian yang terlalu tipis. Pakaian yang ketat akan
menampilkan bentuk tubuh pemakainya, sedangkan pakaian yang terlalu tipis akan
menampakkan warna kulit pemakainya. Kedua cara tersebut dilarang oleh Islam
karena hanya akan menarik perhatian dan menggugah nafsu syahwat bagi lawan
jenisnya.
Ada tiga macam fungsi pakaian, yakni
sebagai penutup aurat, untuk menjaga kesehatan, dan untuk keindahan. Tuntunan
Islam mengandung didikan moral yang tinggi. Dalam masalah aurat, Islam telah
menetapkan bahwa aurat lelaki adalah antara pusar samapi kedua lutut. Sedangkan
bagi perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
Adab
berpakaian adalah sebagai berikut :
1) Pakaian harus menutupi aurat..
2) Pakaian harus bersih dan rapi.
3) Untuk laki-laki, agar memakai pakaian yang panjang sampai menutupi
aurat.
4) Sedangkan wanita, harus menggunakan pakaian yang menutupi anggota
tubuhnya keculai wajah dan kedua telapak tangan.
5) Para lelaki muslim, haram hukumnya menggunakan sutra dan emas. oleh
karena itu, dilarang bagi lelaki muslim untuk menggunakan barang-barang
diatas.sebagaimana sabda Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya dua benda ini (emas dan sutera) haram atas lelaki
ummatku." (H.R.Abu Daud).
6) Dalam islam tidak diperkenankan lelaki memakai pakaian wanita dan
sebaliknya. karena hal ini dapat menyebabkan "tassabuh".
7) Dalam ajaran islam, hukumnya sunat memakai pakaian dengan diawali
bagian kanan.
8) Tidak diperkenankan memakai pakaian yang mewah.
9) Lebih mengutamakan pakaian yang berwarna putih.
10) Hendaklah berpakaian yang rapi dan sopan
Membaca do’a mengenakan pakaian baru,
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ
كَسَوْتَنِيهِ أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا صُنِعَ لَهُ وَأَعُوذُ بِكَ
مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ
Artinya
: “Ya Allah segala puji bagimu yang telah memberikan pakaian ini , sesungguhnya
aku memohon kepadaMu dari kebaikan pakaian ini dari kebaikan yang dibuat
untuknya. Dan aku berlindung kepadaMu dari kejahatan pakaian ini dan kejahatan
yang dipakai ini dibuat untuknya”
Membaca do’a mengenakan pakaian lama,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى كَسَانِى هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ
حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ
Artinya : “Segala puji bagi Allah yang
memberi pakaian ini kepadaku sebagai rezeki dari-Nya tanpa ada daya dan
kekuatan dariku.”
Doa Ketika Melepas Pakaian
بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ
إِلأَ هُوَ. (رواه ابن السني عن معاذ)
Artinya :
“Dengan nama Allah yang tiada Tuhan selain Dia.”
Firman Allah SWT dalam Surah
al-A'araf, ayat 26 yang bermaksud;
“Wahai anak-anak
Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu (bahan- bahan untuk)
pakaian menutup aurat kamu, dan pakaian perhiasan; dan pakaian yang berupa
taqwa itulah yang sebaik-baiknya. Yang
demikian itu adalah dari tanda-tanda (limpah kurnia) Allah (dan rahmat-Nya
kepada hamba-hamba-Nya) supaya mereka mengenangnya (dan bersyukur).”
H.
ADAB BERBICARA
1)
Semua perbicaraan harus
kebaikan, dalam hadis Nabi Muhammad SAW disebutkan: “Barangsiapa yang
beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik
diam.” (HR Bukhari Muslim)
2)
Berbicara harus jelas dan
benar, sebagaimana dalam hadis Aisyah ra:
“Bahawasanya perkataan Rasulullah SAW itu selalu jelas sehingga bisa
difahami oleh semua yang mendengar.” (HR Abu Daud)
3)
Seimbang
dan menjauhi berlarut-larutan, berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya
orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku nanti di hari Kiamat ialah
orang yang banyak bercakap dan berlagak dalam berbicara.” Maka dikatakan: Wahai Rasulullah kami telah mengetahui erti
ats-tsartsarun dan mutasyaddiqun, lalu apa makna al-mutafayhiqun? Maka jawab
nabi SAW: “Orang-orang yang sombong.” (HR Tirmidzi
dan dihasankannya)
4)
Menghindari banyak
berbicara, kerana khuatir membosankan yang mendengar, sebagaimana dalam hadis
yang diriwayatkan oleh Abu Wa’il:
“Adalah Ibnu Mas’ud ra senantiasa mengajari kami pada setiap hari Khamis,
maka berkata seorang lelaki: Wahai Abu Abdurrahman (gelaran Ibnu Mas’ud)
seandainya anda mahu mengajari kami setiap hari? Maka jawab Ibnu Mas’ud :
Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku memenuhi keinginanmu, hanya aku
khuatir membosankan kalian, kerana akupun pernah meminta yang demikian pada
Rasulullah SAW dan beliau menjawab khuatir membosankan kami” (HR Muttafaq
‘alaih)
5)
Mengulangi kata-kata yang
penting jika dibutuhkan, dari Anas ra bahwa adalah Nabi Muhammad SAW jika
berbicara maka baginda mengulanginya 3 kali sehingga semua yang mendengarkannya
menjadi faham, dan apabila baginda mendatangi rumah seseorang maka baginda pun
mengucapkan salam 3 kali. (HR Bukhari)
6)
Menghindari mengucapkan
yang bathil, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW:
“Sesungguhnya seorang hamba
mengucapkan satu kata yang diredhai Allah SWT yang ia tidak mengira yang akan
mendapatkan demikian sehingga dicatat oleh Allah SWT keredhaan-NYA bagi orang
tersebut sampai nanti hari Kiamat. Dan seorang lelaki mengucapkan satu kata
yang dimurkai Allah SWT yang tidak dikiranya akan demikian, maka Allah SWT
mencatatnya yang demikian itu sampai hari Kiamat.”
(HR Tirmidzi dan ia berkata hadis hasan shahih; juga diriwayatkan oleh Ibnu
Majah)
7)
Menjauhi perdebatan sengit,
berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW:
“Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapatkan hidayah untuk mereka,
melainkan karena terlalu banyak berdebat.” (HR Ahmad dan Tirmidzi) dan dalam
hadis lain disebutkan sabda Nabi Muhammad SAW: “Aku jamin rumah di dasar syurga
bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah di
tengah syurga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku
jamin rumah di puncak syurga bagi yang baik akhlaqnya.” (HR Abu Daud)
8)
Menjauhi kata-kata keji,
mencela, melaknat, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW: “Bukanlah seorang
mukmin jika suka mencela, melaknat dan berkata-kata keji.” (HR Tirmidzi
dengan sanad shahih)
9)
Menghindari banyak
bercanda(bergurau), berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya
seburuk-buruk orang disisi ALLAH SWT di hari Kiamat kelak ialah orang yang suka
membuat manusia tertawa.” (HR Bukhari)
10)
Menghindari menceritakan
aib orang dan saling memanggil dengan gelaran yang buruk, berdasarkan ayat
al-quran, Al-Hujjurat:11, juga dalam hadis Nabi Muhammad SAW: “Jika seorang
menceritakan suatu hal padamu lalu ia pergi, maka ceritanya itu menjadi amanah
bagimu untuk menjaganya.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi dan ia menghasankannya)
11)
Menghindari dusta,
berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW:
“Tanda-tanda munafik itu ada tiga, jika ia bicara berdusta, jika ia berjanji
mengingkari dan jika diberi amanah ia khianat.” (HR Bukhari)
12)
Menghindari
ghibah(mengutuk) dan mengadu domba, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW:
“Janganlah kalian saling mendengki, dan janganlah kalian saling membenci,
dan janganlah kalian saling berkata-kata keji, dan janganlah kalian saling
menghindari, dan janganlah kalian saling meng-ghibbah satu dengan yang lain,
dan jadilah hamba-hamba ALLAH yang bersaudara.” (HR Muttafaq ‘alaih)
13)
Berhati-hati dan adil dalam
memuji, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW dari Abdurrahman bin Abi Bakrah
dari bapanya berkata: Ada seorang yang memuji orang lain di depan orang
tersebut, maka berkata Nabi SAW: “Celaka kamu, kamu telah mencelakakan
saudaramu! Kamu telah mencelakakan saudaramu!” (dua kali), lalu kata baginda
SAW: “Jika ada seseorang ingin memuji orang lain di depannya maka katakanlah:
Cukuplah si fulan, semoga Allah mencukupkannya, kami tidak mensucikan
seorangpun di sisi Allah, lalu barulah katakan sesuai kenyataannya.” (HR
Muttafaq ‘alaih dan ini adalah lafzh Muslim).
Dan dari Mujahid dari Abu Ma’mar
berkata: Berdiri seseorang memuji seorang pejabat di depan Miqdad bin Aswad
secara berlebih-lebihan, maka Miqdad mengambil pasir dan menaburkannya di wajah
orang itu, lalu berkata: Nabi Muhammad SAW memerintahkan kami untuk menaburkan
pasir di wajah orang yang gemar memuji. (HR Muslim).
I.
ADAB
MAKAN DAN MINUM
Seorang muslim makan sambil berjalan, makan
dengan tangan kiri, tanpa berdoa, bahkan menyisakan makanan, hal ini seakan
sudah menjadi pemandangan umum di kantin-kantin kampus.
Betapa miris hati ini melihatnya. Bila amal
ibadah yang ringan saja sudah ditinggalkan dan disepelekan, bagaimana dengan
amalan yang besar pahalanya? Atau mungkinkah karena hal itu hanya merupakan
suatu ibadah yang kecil kemudian kita meninggalkannya dengan alasan kecilnya
pahala yang akan kita peroleh? Tidak begitu, yang sedikit apabila rutin
dilakukan, maka akan menjadi banyak! Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلا تُبْطِلُوا
أَعْمَالَكُمْ
“Wahai
orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul, dan
janganlah kamu merusakkan segala amalmu.” (QS. Muhammad 33)
Cukuplah firman Allah Ta’ala tersebut
menjadi nasihat bagi kita semua untuk selalu berusaha menaati perintah Allah
dan perintah Rasul-Nya, baik perintah wajib maupun anjuran (sunnah) maupun atau
perintah untuk menjauhi perkara yang dilarang. Saat ini banyak kita jumpai
seorang muslim yang menyepelekan amalan sunnah, namun berlebihan pada perkara
yang mubah. Maka perhatikanlah firman Allah Ta’ala,
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ
فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah
kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hayr : 7)
Dan di antara perintah dan
larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah adab
ketika makan dan minum.
1)
Memakan
makanan dan minuman yang halal. Hendaknya kita memilih makanan yang halal. Allah Ta’ala telah
memerintahkan kepada kita agar memakan makanan yang halal lagi baik.
Allah Ta’ala telah berfirman,
يَا أَيُّهَا
الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا
تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Hai para rasul, makanlah yang baik-baik, dan
kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS.
Al-Mu`minun: 51)
2)
Mendahulukan
makan daripada shalat jika makanan telah dihidangkan.Yang dimaksud dengan telah
dihidangkan yaitu sudah siap disantap. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Apabila makan malam telah dihidangkan dan
shalat telah ditegakkan, maka mulailah dengan makan malam dan janganlah
tergesa-gesa (pergi shalat) sampai makanmu selesai.” (Muttafaqun
‘alaih) Faidahnya supaya hati kita tenang dan tidak memikirkan makanan
ketika shalat. Oleh karena itu, yang menjadi titik ukur adalah tingkat
lapar seseorang. Apabila seseorang sangat lapar dan makanan telah dihidangkan
hendaknya dia makan terlebih dahulu. Namun, hendaknya hal ini jangan sering
dilakukan.
3)
Tidak
makan dan minum dengan menggunakan wadah yang terbuat dari emas dan perak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang
yang minum pada bejana perak sesungguhnya ia mengobarkan api neraka jahanam
dalam perutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Al-Bukhari
(5110) dan Muslim (2067) telah meriwayatkan dari Hudzaifah bin al-Yaman RA, dia
berkata: "Pernah aku mendengar Rasulul-lah SAW bersabda:
لاَتَشْرَبُوْا
فِى آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ ٠ وَلاَ تَأْكُلُوْا فِى صِحَافِهَا ٬ فَاِنَّهَالَهُمْ
فِى الدُّنْيَا وَلَنَا فِى الآ خِرَةِ٠
Artinya:
"Janganlah kamu minum pada wadah-wadah (yang terbuat dari) emas dan perak,
dan jangan pula makan pada piring-piringnya, karena semua itu untuk orang-orang
kafir di dunia dan untuk kita kelak di akhirat. "
4)
Jangan
berlebih-lebihan dan boros. Sesungguhnya berlebih-lebihan adalah di antara
sifat setan dan sangat dibenci Allah Ta’ala sebagaimana disebutkan dalam QS.
Al-Isra` ayat 26-27 dan Al-A’raf ayat 31. Berlebih-lebihan juga merupakan ciri
orang-orang kafir sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Seorang mukmin makan dengan satu lambung, sedangkan orang kafir makan
dengan tujuh lambung.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5)
Mencuci
tangan sebelum makan. Walaupun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak mencontohkan hal ini, namun para salaf (generasi
terdahulu yang shalih) melakukan hal ini. Mencuci tangan berguna untuk menjaga
kesehatan dan menjauhkan diri dari berbagai penyakit.
6)
Jangan
menyantap makanan dan minuman dalam keadaan masih sangat panas ataupun sangat
dingin karena hal ini membahayakan tubuh. Mendinginkan makanan hingga layak
disantap akan mendatangkan berkah berdasarkan sabda Rasulullahshallallahu
‘alaihi wa sallam,“Sesungguhnya yang demikian itu dapat mendatangkan
berkah yang lebih besar.” (HR. Ahmad)
7)
Tuntunan
bagi orang yang makan tetapi tidak merasa kenyang. Para sahabat radhiyallahu
‘anhum berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan
tetapi tidak merasa kenyang.” Rasulullah saw menjawab, ”Barangkali
kalian makan berpencar (sendiri-sendiri).” Mereka menjawab, ”Benar.” Beliau
kemudian bersabda, “Berkumpullah kalian atas makanan kalian dan
sebutlah nama Allah, niscaya makanan itu diberkahi untuk kalian.” (HR.
Abu Dawud)
8)
Dianjurkan
memuji makanan dan dilarang mencelanya. Rasulullah saw tidak
pernah mencela makanan sama sekali. Apabila beliau menyukainya, maka beliau
memakannya. Dan apabila beliau tidak suka terhadapnya, maka beliau
meninggalkannya. (HR. Muslim)
9)
Membaca tasmiyah
(basmallah) sebelum makan. Rasullah saw bersabda, “Apabila salah
seorang di antara kalian makan, hendaklah ia membaca‘Bismillah’ (dengan
menyebut nama Allah). Jika ia lupa membacanya sebelum makan maka ucapkanlah, ‘Bismillaahi
fii awwalihi wa aakhirihi’ (dengan menyebut nama Allah pada awal dan
akhir -aku makan-)” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)Di antara faedah
membaca basmallah di setiap makan adalah agar setan tidak ikut makan apa yang
kita makan. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang
duduk bersama seseorang yang sedang makan. Orang itu belum menyebut nama Allah
hingga makanan yang dia makan itu tinggal sesuap. Ketika dia mengangkat ke
mulutnya, dia mengucapkan, ‘Bismillaahi fii awwalihii wa aakhirihi’. Maka
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa dibuatnya seraya
bersabda, “Masih saja setan makan bersamanya, tetapi ketika dia
menyebut nama Allah maka setan memuntahkan semua yang ada dalam perutnya.” (HR.
Abu Dawud dan An-Nasa`i)
10) Makan dan minum dengan tangan kanan dan dilarang
dengan tangan kiri. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, makanlah dengan
tangan kanan dan minumlah dengan tangan kanan, karena sesungguhnya setan
makan dan minum dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim)Rasulullahshallallahu
‘alaihi wa salam mendoakan keburukan bagi orang yang tidak mau makan
dengan tangan kanannya. Seseorang makan di hadapan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa salam dengan tangan kirinya, maka beliau bersabda, “Makanlah
dengan tangan kananmu.” Orang itu menjawab, “Saya tidak
bisa.” Beliau bersabda, “Semoga kamu tidak bisa!” Orang
tersebut tidak mau makan dengan tangan kanan hanya karena sombong. Akhirnya dia
benar-benar tidak bisa mengangkat tangan kanannya ke mulutnya. (HR. Muslim)
11) Makan mulai dari makanan yang terdekat. Umar Ibnu
Abi Salamah radhiyallahu’anhuma berkata, “Saya dulu adalah
seorang bocah kecil yang ada dalam bimbingan (asuhan) Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Tangan saya (kalau makan) menjelajah semua bagian nampan.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam menegur saya, ‘Wahai bocah bacalah
bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari yang terdekat
denganmu.’ Maka demikian seterusnya cara makan saya setelah itu.” (HR.
Bukhari dan Muslim)Hadits ini sekaligus sebagai penguat dari kedua adab makan
sebelumnya dan menjelaskan bagaimana cara menasihati anak tentang adab-adab
makan. Lihatlah bahwa nasihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam sangat
dipatuhi oleh Umar Ibnu Abi Salamah pada perkataan beliau, “ … demikian
seterusnya cara makan saya setelah itu.“
12) Memungut makanan yang jatuh, membersihkannya,
kemudian memakannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Jika salah satu dari kalian makan lalu makanan tersebut jatuh, maka
hendaklah ia memungutnya dan membuang kotorannya kemudian
memakannya. Jangan ia biarkan makanan itu untuk setan.” (HR.
At-Tirmidzi). Sungguh betapa mulianya agama ini, sampai-sampai sesuap nasi yang
jatuh pun sangat dianjurkan untuk dimakan. Hal ini merupakan salah satu bentuk
syukur atas makanan yang telah Allah Ta’ala berikan dan bentuk
kepedulian kita terhadap fakir miskin.
13) Makan dengan tiga jari (yaitu dengan ibu jari,
telunjuk, dan jari tengah) kemudian menjilati jari dan wadah makan selesai
makan. Ka’ab bin Malik radhiyallahu ’anhu berkata, “Saya
melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dengan tiga jarinya.
Apabila beliau telah selesai makan, beliau menjilatinya.” (HR.
Muslim). Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila
salah seorang dari kalian selesai makan, maka janganlah ia mengusap
jari-jarinya hingga ia membersihkannya dengan mulutnya (menjilatinya) atau
menjilatkannya pada orang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Maksudnya yaitu menjilatkan pada
orang lain yang tidak merasa jijik dengannya, misalnya anaknya saat
menyuapinya, atau suaminya.
14) Cara duduk untuk makan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,“Aku tidak makan dengan bersandar.” (HR.
Bukhari). Maksudnya adalah duduk yang serius untuk makan. Adapun hadits yang
menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamsaat makan
duduk dengan menduduki salah satu kaki dan menegakkan kaki yang lain
adalah dhaif (lemah). Yang benar adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam duduk bersimpuh (seperti duduk sopannya seorang
perempuan dalam tradisi Jawa) saat makan.
15) Apabila lalat terjatuh dalam minuman
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Apabila lalat
jatuh pada minuman salah seorang dari kalian maka hendaklah ia
mencelupkan lalat tersebut kemudian barulah ia buang, sebab di salah satu
sayapnya ada penyakit dan di sayap yang lain terdapat penawarnya.” (HR.
Bukhari).
16) Bersyukur kepada Allah Ta’ala setelah
makan. Terdapat banyak cara bersyukur atas kenikmatan yang Allah Ta’ala berikan
kepada kita, salah satunya dengan lisan kita selalu memuji Allah Ta’ala setelah
makan (berdoa setelah makan). Salah satu doa setelah makan yaitu, “alhamdulillaahi
hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi ghaira makfiyyin walaa muwadda’in
walaa mustaghnan ‘anhu rabbanaa.”(Segala puji bagi Allah dengan
puja-puji yang banyak dan penuh berkah, meski bukanlah puja-puji yang memadai
dan mencukupi dan meski tidak dibutuhkan oleh Rabb kita.”) (HR.
Bukhari).
17) Buruknya makan sambil berdiri dan boleh minum
sambil berdiri, tetapi yang lebih utama sambil duduk. Dari Amir Ibn Syu’aib
dari ayahnya dari kakeknya radhiyallahu ’anhum, dia
berkata, “Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam minum
sambil berdiri dan sambil duduk.” (HR. Tirmidzi, hadits hasan shahih).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang laki-laki minum
sambil berdiri. Qatadah radhiyallahu ‘anhu berkata,“Kami
bertanya kepada Anas, ‘Kalau makan?’ Dia menjawab, ‘Itu lebih buruk
-atau lebih jelek lagi-.’” (HR. Muslim).
18) Minum tiga kali tegukan seraya mengambil nafas
di luar gelas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam minum
sebanyak tiga kali, menyebut nama Allah di awalnya dan memuji Allah di
akhirnya. (HR.Ibnu As-Sunni dalam ‘Amalul Yaumi wallailah (472)).
Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum, beliau
bernafas tiga kali. Beliau bersabda, “Cara seperti itu lebih segar,
lebih nikmat dan lebih mengenyangkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bernafas dalam gelas dilarang oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,“Apabila salah seorang dari kalian
minum, janganlah ia bernafas di dalam gelas.”(HR. Bukhari).
19) Berdoa sebelum minum susu dan berkumur-kumur
sesudahnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika
minum susu maka ucapkanlah, ‘Allahumma barik lana fihi wa zidna minhu’
(Ya Allah berkahilah kami pada susu ini dan tambahkanlah untuk kami lebih dari
itu) karena tidak ada makanan dan minuman yang setara dengan susu.”(HR.
Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (5957), dinilai hasan oleh
Al-Albani dalam Shahih al-Jami’(381)). Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian minum susu maka
berkumur-kumurlah, karena sesungguhnya susu meninggalkan rasa masam pada
mulut.” (HR. Ibnu Majah (499)).
20)
Dianjurkan bicara saat makan,
tidak diam dan tenang menikmati makanan seperti halnya orang-orang Yahudi.
Ishaq bin Ibrahim berkata, “Pernah suatu saat aku makan dengan Abu ‘Abdillah (Imam
Ahmad) dan sahabatnya. Kami semua diam dan beliau (Imam Ahmad) saat makan
berkata, ‘Alhamdulillah wa bismillah’, kemudian beliau berkata,
‘Makan sambil memuji Allah Ta’ala adalah lebih baik dari pada
makan sambil diam.’”
J.
ADAB DI KAKUS ATAU DI
KAMAR MANDI
Pastinya
setiap hari kita sering sekali bolak-balik kamar mandi. Entah itu mandi, buang
air besar atau kecil, mencuci tangan sampai aktivitas mencuci pakaian. Apakah
kita sudah mengetahui adab-adabnya ketika masuk kamar mandi dan ketika berada
dalam kamar mandi?. Ternyata masuk kamar mandi pun ada adabnya dalam islam.
1)
Membaca Doa
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ
وَالْخَبَائِثِ بِسْمِ اللهِ
,”Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari godaan
setan laki-laki dan perem-puan”.
(HR.Ahmad dari Anas bin Malik, dan di shahihkan oleh Al-Albani
dalam shahih al-jami; (4712).
2)
Mendahulukan kaki kiri ketika masuk kamar mandi.
3)
Menggunakan alas kaki, sangat dianjurkan.
4)
Dianjurkan memakai tutup kepala ketika mandi di
kamar mandi, agar syetan tidak mengotori dengan najis.
5)
Jangan berbicara ketika berada
di dalam kamar mandi.
Dari
Jabir bin Abdillah Radhiyallahu Anhu’ bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam’ bersabda,”Bila dua orang diantara kamu buang air, hendaklah saling
membelakangi dan jangan berbicara. Karena sesunguhnya Allah murka akan hal
itu.”
6)
Disunnahkan berdehem tiga kali ketika selesai buang air kecil, agar
semua kotorannya keluar.
7)
Tidak boleh menghadap atau membelakangi kiblat ketika Buang air kecil
dan buang air besar
“Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu’ bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam’ Bersabda
“Bila kamu mendatangi tempat buang air, janganlah menghadap kiblat
atau membelakanginya.“ (HR. Bukhari dan Muslim)
8)
Tidak boleh menjawab salam ketika berada di dalam kamar mandi.
9)
Tidak boleh membawa atau membaca lafadz Allah swt dan Nabi Muhammad Saw atau ayat-ayat Al-Qur’an dan
hadits-hadits ke dalam kamar mandi
Berhati-hatilah
apabila anda memiliki hp yang di dalamnya ada aplikasi Al-Qurannya.
10) Tidak boleh mandi berduaan di dalam kamar
mandi, kecuali suami istri.
11) Tidak boleh makan dan minum ketika berada
di dalam kamar mandi.
12) Berhati-hatilah dengan percikan najis
Rasulullah
saw pernah bersabda:“Bahwa kebanyakan siksa kubur disebabkan karena tidak
berhati-hati ketika beristinja”.
13) Memakai tabir penghalang/penutup
kamar mandi, agar tidak terlihat orang lain
Rasulullah
saw bersabda: “Bila kamu buang air hendaklah beristitar (menutup tabir). Bila tidak ada tabir maka menghadaplah ke belakang.” (HR Abu Daud
dan Ibnu Majah).
14) Mendahulukan kaki kanan ketika keluar
kamar mandi.
15) Membaca doa setelah keluar kamar mandi
Hadits
Shahih dalam kitab Abu Dawud dan Imam At-Tirmidzi,’Bahwa Rasulullah saw
mengucapkan doa berikut ini saat beliau keluar dari kamar mandi:
“Ghufraanaka”
“ Ya Allah”..Aku memohon Pengampunan-MU.”
K.
ADAB TIDUR SESUAI
TUNTUNAN SUNNAH
Tidur menjadi sesuatu yang esensi dalam kehidupan kita. Karena
dengan tidur, kita menjadi segar kembali. Tubuh yang lelah, urat-urat yang
mengerut, dan otot-otot yang dipakai beraktivitas seharian, bisa meremaja lagi
dengan melakukan tidur.
Dan berikut adalah beberapa kebiasaan Rasulullah seputar tidur:
1)
Tidur di Awal Malam dan Bangun
di Akhir Malam
2)
Tidur/Istirahat di Siang Hari
3)
Tata Cara Tidur
4)
Lebih Baik Tidur Menyamping Ke
Kanan
5)
Tidur Tanpa Bantal
6)
Tidur di Ruangan Gelap
Tatacara Sesuai Sunah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
يَجْمَعُ
كَفَّيْهِ ثُمَّ يَنْفُثُ فَيَقْرَأُ فِيْهِمَا قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ وَقُلْ اَعُوْذُ
بِرَبِّ اْلفَلَقِ وَقُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ ثُمَّ يَسْمَحُ بِهِمَا مِنْ جَسَدِهِ
مَا اسْتَطَاعَ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلىَ رَأسِهِ وَ وَجِهِهِ وَمَا مِنْ اقَبْلَ جَسَدِهِ
۳x
“Mengumpulkan
dua telapak tangan. Lalu ditiup dan dibacakan: Qul Huwallaahu
Ahad (surat al-Ikhlash), Qul A’undzu bi Rabbil Falaq (surat
al-Falaq) dan Qul A’uudzu bi Rabbin Naas (surat an-Naas). Kemudian
dengan dua telapak tangan mengusap tubuh yang dapat dijangkau dengannya.
Dimulai dari kepala, wajah dan tubuh bagian depan sebanyak 3 kali”
Selanjutnya, membaca ayat Kursi:
وَإِلهُكُمْ
إِلهٌ وَاحِدٌ لآ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحَمَنُ الرَّحِيمُ. اَللهُ لآ إِلهَ
إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَتَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَهُ مَافِي
السَّموَاتِ وَمَافِي اْلأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلاَّ
بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَابَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَاخَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ
بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّموَاتِ
وَاْلأَرْضَ وَلاَ يَئــُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ.
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus
(makhluk-Nya). tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di
langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa
izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa
berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Baqarah: 255)
Kemudian membaca 2 ayat terakhir dari surat al-Baqarah:
ءَامَنَ
الرَّسُولُ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبـِـّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ ءَامَنَ
بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن
رُّسُلِهِۚ
وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ
الْمَصِيرُ. لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَاۚ لَهَا مَاكَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَااكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لاَ
تُؤَاخِذْنَآإِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَاۚ رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ
عَلَيْنَآإِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَاۚ
رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَطَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ
عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَآ
أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ.
“Rasul
(Muhammad) telah beriman kepada apa (al-Qur-an) yang diturunkan kepadanya dan
Rabb-nya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah,
Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya dan Rasul-Rasul-Nya. (Mereka berkata):
‘Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari Rasul-Rasul-Nya,’dan mereka
berkata: ‘Kami dengar dan kami taat.’ (Mereka berdo’a): ‘Ampundah kami ya Rabb
kami dan kepada Engkau-lah tempat kami kembali.’Allah tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan)
yang diusahakan dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka
berdo’a): ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami
melakukan kesalahan. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban
yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelian kami. Ya
Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami
memikulnya. Maafkanlah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkau-lah
Pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir. (QS.
Al-Baqarah: 285-286)
Dari
al-Bara’ bin Azib radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata:
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku:
‘Apabila engkau hendak tidur, berwudhu’lah sebagaimana wudhu’-mu ketika hendak
shalat.
Kemudian
berbaringlah di atas bagian tubuh yang kanan, lalu bacalah:
اَللَّهُمَّ
اَسْلَمْتُ نَفْسِيْ اِلَيْكَ وَفَوَّضْتُ اَمْرِيْ اِلَيْكَ وَوَضَعْتُ وَجْهِيْ
اِلَيكَ وَاَلْجَأتُ ظَهْرِيْ اِلَيْكَ رَغْبَةً وَرَهْبَةً اِلَيْكَ لاَ مَلْجَأَ
وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ اِلاَّ اِلَيْكَ اَمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِيْ اَنْزَلْتَ
وَنَبِيِّكَ الَّذِيْ اَرْسَلْتَ
‘Ya Allah, aku
menyerahkan diriku kepada-Mu, aku menghadapkan wajahku kepada-Mu, aku serahkan
semua urusanku kepada-Mu, aku menyandarkan punggungku ke-pada-Mu. Karena
mengharap dan takut kepada-Mu. Sesungguhnya tidak ada tempat berlindung dan
menyelamatkan diri dari (ancaman)-Mu kecuali kepada-Mu. Aku beriman kepada
Kitab yang Engkau turunkan dan kepada Nabi yang Engkau utus.”
Kemudian membaca,
بِسْمِكَ رَبِّي وَضَعْتُ
جَنْبِيْ وَبِكَ اَرْفَعُهُ فَاِنْ اَمْسَكْتَ نَفْسِيْ فَارْحَمْهَا وَاِنْ اَرْسَلْتَهَا
فَاحْفَظْهَا ِبمَا تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ
“Dengan Nama-Mu
(aku tidur), wahai Rabb-ku, aku meletakkan lambungku. Dan dengan Nama-Mu pula
aku bangun daripadanya. Apabila Engkau mencabut nyawaku, maka berikanlah rahmat-Mu
padanya. Dan apabila Engkau membiarkan hidup, maka peliharalah, sebagaimana
Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang shalih.
Kemudian membaca:
اَللَّهُمَّ خَلَقْتَ
نَفْسِيْ وَاَنْتَ تَوَفَّهَا وَمَحْيَاهَا اِنْ اَحْيَيْتَهَا فَاحْفَظْهَا
وَاِنْ اَمَتَّهَا فَاغْفِرْلَهَا اللَّهُمَّ اِنِّي اَسْأَلُكَ اْلعَافِيَةَ
“Ya Allah,
sesungguhnya Engkau telah menciptakan diriku, dan Engkau-lah yang akan
mematikannya. Mati dan hidupnya hanya milik-Mu. Apabila Engkau menghidupkannya,
maka peliharalah. Apabila Engkau mematikannya, maka ampunilah. Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon ke-selamatan kepada-Mu.”
اَللَّهُمَّ قِنِيْ عَذَابَكَ يَوْمَ تُبْعَثُ عِبَادُكَ
“Ya Allah,
lindungilah diriku dari siksaan-Mu pada hari ketika Engkau membangkitkan
hamba-hamba-Mu.”
بِسْمِكَ اللَّهُمَّ اَحْيَا وَاَمُوْتُ
“Dengan Nama-Mu, ya Allah, aku mati dan aku hidup.”
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila hendak
tidur, beliau membaca: Aliflaam miim tanziil as-Sajdah (QS.
As-Sajdah: 1-30) dan Tabaarakalladzii biyadihil mulku. (QS. Al-Mulk:
1-30).”
سُبْحَانَ اللهِ (۳۳)
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ (۳۳)
اَلله ُ أَكْبَرُ (۳۳)
“Mahasuci Allah.” (33x) “Segala puji bagi
Allah.” (33x) “Allah Mahabesar.” (34x)
L. Kaifiyat Bersuci
1.
Contoh-contoh air yang boleh dipakai bersuci.
Dalam kesempatan ini,
akan diulas jenis-jenis air untuk
bersuci. Perlu diketahui bahwa sumber air yang dipakai untuk bersuci ada 7
jenis, yakni:
1. Air
hujan.
2. Air
laut.
3. Air sumur.
4. Air sungai.
5. Mata air.
6. Air salju (es).
7. Embun.
2. Jenis-jenis air
dan boleh tidaknya untuk bersuci.
Setiap air yang
disebutkan di atas, memiliki tempat tersendiri dalam zatnya, fungsinya dan
hukum menggunakannya. Dalam hal ini, ada 4 jenis air ketika dihubungkan dengan
thaharah, di antaranya:
1.
Air mutlak.
Air mutlak adalah air yang suci zatnya (tidak berubah
salah satu dari tiga sifatnya: rasa, warna dan aromanya), bisa untuk mensucikan
yang lainnya dan tidak makruh dipergunakan (untuk keperluan lain seperti mandi
atau mencuci). Satu hal lagi, air ini tidak diiringi nama yang sudah melekat
padanya (qayyid lazim). Misalnya air kelapa, air tebu, air nila
dan lain-lain.
2.
Air musta’mal dan
air mutaghayyar.
Adalah air suci tapi tidak mensucikan. Untuk itu tidak
boleh dipakai untuk bersuci dalam wudlu, mandi dan intinja. Namun, kalau
memungkinkan masih bisa dipakai untuk keperluan lain seperti mandi, mencuci,
memasak dan lain-lain. Secara fisik, perubahan
air ini ada yang nampak dinamai mutaghayyar (berubah) dan
tidak nampak dinamai musta’mal (bekas).
3.
Air musyammas.
Adalah air yang suci zatnya, mensucikan dan sah
jika di gunakan untuk bersuci, tetapi makruh di gunakan untuk bersuci. Air jenis ini di sebut
dengan Air Musyammas, yaitu air yang di panaskan oleh sinar matahari. Hal ini makruh secara medis
karena menyebabkan penyakit sopak (belang). Akan tetapi, tidak semua air yang
dipanaskan dengan sinar matahari makruh di gunakan, sebab ada syarat-syarat
tertentu yang menyebabkannya makruh di gunakan, yaitu :
ü Air tersebut ketika dipanaskan berada pada tempat yang terbuat dari
besi, tembaga, timah dan sejenisnya. Jika terbuat dari kayu, plastic, tanah,
kulit, emas dan perak, air tersebut tidak makruh digunakan.
ü
Dipanaskan pada kondisi
panas yang luar biasa
ü
Tidak mudah mendingin
kembali
ü
Masih tersedia air yang
lain selain air musyammas. Jika sama sekali tidak ada air lain selain air
musyammas, maka boleh bahkan wajib menggunakan air musyammas untuk bersuci.
ü
Di gunakan pada badan. Jika
digunakan untuk mensucikan pakaian atau tempat atau benda lain, maka hukumnya
boleh.
4.
Air mutanajjis.
Adalah air yang terkena najis
atau barang najis meskipun sedikit.
3. Air sedikit dan
banyak.
Bagian ini dibagi dua :
ü Air yang sedikit. Air dikatakan sedikit jika ukurannya kurang dari dua
kullah, jika air kurang dari dua kullah kemasukan najis, maka hukumnya menjadi
najis walaupun tidak ada perubahan apapun karena kemasukan najis itu tadi. Air
ini mutlak tidak boleh digunakan untuk bersuci.
ü
Air yang banyak. Air yang
banyak adalah air yang mencukupi bahkan lebih dari dua kullah. Jika air ini
kemasukan najis, maka hukumnya suci jika tidak terjadi perubahan pada warna,
rasanya dan baunya. Tetapi jika ada perubahan walaupun sedikit pada salah satu
sifatnya, maka hukumnya menjadi najis. Air ini tetap boleh digunakan bersuci
dengan catatan tidak ada perubahan apapun jika kemasukan najis. Misalnya si A
mengencingi air sungai, jika air kencing tersebut tidak menyebabkan bau, rasa
dan baunya air sungai berubah, maka hukumnya tetap suci.
4. Jenis-jenis bersuci
A. Wudlu
Pengertian wudlu.
Secara
harfiyah (bahasa) wudlu berarti bersih (nazhif) dan suci. Sedangkan menurut
pendapat ulama fiqih (istilah) berarti suatu pekerjaan yang membolehkan
seseorang untuk shalat, membaca Al-Qur’an dan thawwaf.
a.
Dasar perintah
wudlu.
Diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6, Allah
SWT berfirman yang artinya,
”Wahai orang-orang yang beriman,
jika kalian hendak mendirikan shalat, maka hendaklah membasuh wajah kalian, dan
tangan kalian sampai (berserta) sikutnya, dan sapulah kepala dan basuhlah kaki
kalian sampai (beserta) kedua mata kaki.....’’
b.
Fardlu
Wudlu
Sebagaimana dikatakan, bahwa fardlu wudlu ada enam,
yakni:
1. Niat. Berniat di dalam hati menghilangkan hadats, atau
berniat untuk wudlu dengan maksud mencari kerida’an Allah.
2.
Membasuh muka.
Panjangnya mulai dari tempat yang biasa tumbuhnya rambut kepala sampai dengan
wilayah bawah kedua rahangnya, sedangkan lebarnya dari telinga kanan sampai
telinga kiri.
3.
Membasuh kedua
tangan dengan kedua sikutnya.
4.
Mengusap sesuatu di
kepala, baik kulit ataupun rambutnya yang ada pada batas kepala.
5.
Membasuh kedua kaki
beserta kedua mata kakinya.
6.
Tartib.
Perhatikanlah oleh kalian
dengan seksama! Bagaimanakah urutan wudlu sesuai gambaran di atas? Diskusikan
dengan temanmu!
c.
Do’a setelah wudlu.
اَشْهَدُ اَنْ
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ
وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ عِبَادِكَ
الصَّالِحِيْنَ
”Aku
bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah dan Aku bersaksi bahwasanya (Nabi)
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah hamba sebagian dari
orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah pula hamba sebagiah hamba-hamba yang
suka bersuci dan jadikanlah pula sebagai hamba-hamba-Mu yang salih.”
d.
Hikmah
wudlu.
1.
mensyukuri
nikmat Allah Ta’ala.
2.
menghilangkan
hadast kecil.
3.
membersihkan
diri dari kotoran lahir dan batin.
4.
menjalankan
sunah nabi, menjaga diri senantiasa suci.
5.
dalam
khabar nabawiy, kelak hari kiamat akan wajahnya akan bersinar laksana bulan
purnama.
6.
mendapatkan
pahala dan karunia mulia dari Allah, yakni diperbolehkan masuk surga dari pintu
mana saja yang ia kehendaki.
B. Mandi
Besar
Disebut Mandi besar karena wajibnya
meratakan seluruh anggota badan dengan air dengan niat tertentu. Mandi ini
hukumnya wajib jika terjadi hal-hal berikut :
1. Jima. Hal ini
terjadi pada pasangan suami isteri.
2. Keluar mani
(sperma). Bagi yang sudah sempurna umurnya 15 tahun baik laki-laki maupun
perempuan.
3. Haid
(menstruasi). Yakni darah yang keluar dari kemaluan wanita dalam keadaan sehat
setiap bulan.
4. Nifas. Yakni
darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah melahirkan.
5. Wiladah
(melahirkan). Meskipun tidak mengelaurkan darah, tetap wajib mandi besar. Sebab
yang mengharuskannya bukan nifas tapi melahirkan.
6. Maut (meninggal
dunia).
Untuk itu, terdapat perbedaan
yang jelas sekali antar mandi biasa dengan mandi besar. Agar mandi ini sah,
sesuai dengan tunutan syara’, maka ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaannya, di antaranya fardlu mandi besar (ghusyl), kaifiyat dan jenis
mandi yang dianjurkan.
Fardlu mandi besar ada
3perkara, yaitu :
1.
Niat
(menyengaja melakukan sesuatu);
2.
Menghilangkan
najis jika ada di badan;
3.
Meratakan
air ke seluruh rambut dan kulit (tubuh).
Sementara sunah-sunahnya ada 5perkara, yakni :
1.
Basmalah
(di dalam hati atau di luar kamar mandi);
2.
Berwudlu
sebelumnya;
3.
Membolak-balikan
tangan ke seluruh tubuh;
4.
Terus-menerus;
dan,
5.
Mendahulukan
bab anggota kanan dari kirinya.
Jenis-jenis mandi yang disunahkan ada 7
macam mandi,
1. hari jum’at;
2. dua ‘id (‘idul fitri dan ‘idul adlha);
3. istisqo (mandi sebelum sholat meminta turun
hujan);
4. gerhana (baik bulan maupun matahari);
5. mandi setelah memandikan jenazah;
6. yang kafir jika ia masuk islam;
7. yang gila dan yang pingsan jika sembuh atau
siuman;
8. mandi (ketika) hendak ihram (memakai
pakaian manasik);
9. masuk kota Mekah;
10. karena wuquf di ‘Arafah;
11. mabit (menginap) di Mudzdalifah;
12. karena melempar jumrah yang tiga;
13. thowwaf (mengelilingi Ka’bah);
14. sa’I (lari-lari dari Shofa ke Marwa); dan
15. masuk Kota Madinah Rasululloh SAW.
C.
Tayamum
Syarat-syarat tayamum ada 5 perkara :
1.
ada
udzur (halangan) karena perjalanan atau sakit;
2.
setelah
masuk waktu sholat;
3.
mencari
air (terlebih dahulu untuk memastikanada tidaknya);
4.
ada
halangan menggunakannya atau diperlukannya setelah ia mencari air;
5.
tanahnya
suci tidaktercampur tepung, jika tercampur tepung atau serbuk maka tidak
mencukupi syarat.
Fardlu
tayamum ada 4 perkara, yaitu;
1.
niat;
2.
mengusap
wajah;
3.
mengusap
kedua tangan dengan kedua sikutnya; dan
4.
tartib.
Kesunahannya
ada 3 hal :
1.
tasmiah;
2.
mendahulukan
anggota kanan dari kiri;
3.
terus-menerus.
Dan yang membatalkan tayamum ada 3 hal :
1.
apa-apa
yang membatalkan wudlu;
2.
melihat
air di waktu bukan sedang sholat;
3.
murtad
(keluar islam).
Sementara orang
yang menggunakan gif (pengaman), boleh mengusapnya bertayamum dan sholat serta
tidak wajib i’adah (mengulangi shoalatnya), jika ia menggunakan/memakainya
setelah suci. Dan seseorang bertayamum
hanya untuk sekali sholat fardlu saja, dan untuk sholat sunah boleh
sebisa/semaunya (selama belum batal).
D. Mashul Khuff (mengusap khuffain)
Khuff sama dengan sepatu yang menutup rapat telapak kaki atau kita
bisa sebut sepatu/kaos kaki. Mengusap dua khuff dalam berwudlu itu merupakan
rukhshah (keringanan) dari Allah SWT.
Masalah mengusap khuff ini sudah diisyaratkan dalam al-Qur’an
surat Al-Maidah ayat 6,
يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ
اَامَنُوْا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ
اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُؤُسِكُمْ وَاَرْجُلِكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Wahai
orang-orang yang beriman jika kalian hendak mendirikan shalat maka basuhlah
muka kalian, dan kedua tanyan kalian. Dan usaplah kepala kalian dan kaki-kaki
kalian hingga kedua mata kakinya…….”
Ketika kata “arjulakum” dibaca “wa arjulakum” diathafkan pada kata
‘su’usikum’ yang sehingga maknannya ‘…..dan usaplah kepala kalian dan kaki
kalian sampai mata kaki.
Selanjutnya masih pada ayat itu, Allah Ta’ala mengisyaratkan
dengan firmanNya,
مَا يُرِيْدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ
يُرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَه٬ُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Allah tidak mengendaki membuat kesulitan pada
kalian, akan tetapi Dia hendak mensucikan kamu dan menyempurnakan nikmatNya
padaMu agar kamu bersyukur (QS. Al-Maidah, 6).
Seiring dengan ucapan Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud,
لَوْ كَانَ الدِّينُ
بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ
. رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدَ.
“Seandainya agama itu
dengan logika semata, maka tentu bagian bawah khuf lebih pantas untuk diusap
daripada bagian atasnya. Namun sungguh aku sendiri telah melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas khufnya.”
Dalam hadist di atas dijelaskan bahwasanya Rasulullah telah
mencontohkan mengusap khuff, dari atas sepatunya yang terbuat dari bahan yang
kuat untuk dipakai jalan-jalan beberapa lamanya. Sebagaimana yang akan
dijelaskan.
Sehingga apa yang dilakukan oleh kita semata-mata karena mengikuti
apa yang beliau lakukan pula.
1.
Sebab-sebab
anjuran mengusap khuff
Yang menyebabkan bolehnya mengusap khuf (sepatu) di antaranya adalah:
a.
Membantu memudahkan
dalam menunaikan kewajiban menjalankan syariat islam seperti menyempurnakan
syarat dan rukun wudhu dan shalat.
b.
Menghilangkan rasa
khawatir tertinggal shalat karena waktu sempit atau terhindar dari
bahaya/ancaman musuh dalam perang.
c.
Melaksanakan keutamaan mengambil
rukhshah sebagai kemudahan dari Allah Ta’ala.
d. Karena perjalanan yang jauh selama 3 hari 3
malam untuk yang musafir sedangkan muqim 1 hari 1 malam.
2.
Syarat-syarat
mengusap khuff (sepatu)
Kedua dalil di atas merupakan landasan mengusap sepatu ketiak
bersuci. Agar sempurna, maka harus memenuhi syarat-syarat, di antaranya:
a.
Dengan tiga syarat :
Mulai memakai (sepatu) nya setelah dalam keadan suci yang sempurna
b.
Sepatu (yang dipakai)
menutupi seluruh bagian kaki yang wajib di basuh (dalam wudu)
c.
Dan sepatu tersebut
terbuat dari bahan yang memungkinkan (kuat) untuk berjalan terus-menerus.
d.
Keadaan sepatunya suci,
tidak baud an tidak ada najis.
Sebagaimana yang disampaikan dalam kitab al-tahdzib halaman 27-28.
وَالْمَسْحُ عَلَى
الْخُفَيْنِ جَائِزٌ بِثَلاَثَةِ شَرَائِطَ ؛ اَنْ يَلْبَدِئَ لُبْسَهُمَا بَعْدَ
كَمَالِ الطَّهَارَةِ وَاَنْ يَكُوْنَا سَاتِرَيْنِ لِمَحَلِّ غَسْلِ الْفَرْضِ
مِنَ الْقَدَمَيْنِ وَاَنْ يَكُوْنَا مِمَّا يُمْكِنُ تَتَابُعُ الْمَشْيِ
عَلَيْهِمَا ؛ التذهيب ٢٧~٢٨
Mengusap sepatu (sebagai
ganti membasuh kaki dalam berwudu) hukumnya adalah boleh 1), dengan tiga syarat
: Mulai memakai (sepatu) nya setelah dalam keadan suci yang sempurna; 2) Sepatu
(yang dipakai) menutupi seluruh bagian kaki yang wajib di basuh (dalam wudu) ;
3) Dan sepatu tersebut terbuat dari bahan yang memungkinkan (kuat) untuk
berjalan terus-menerus.
3.
Tata
cara mengusap khuff.
Sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW,
لَوْ كَانَ الدِّينُ
بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ
. رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدَ.
“Seandainya
agama itu dengan logika semata, maka tentu bagian bawah khuf lebih pantas untuk
diusap daripada bagian atasnya. Namun sungguh aku sendiri telah melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas khufnya.”
Cara mengusap Khuff itu ada dua, antara lain :
1.
Cara mengusap dua sepatu
ini dilakukan setelah membersihkan anggota wudlu’ secara urut dan tertib, baru yang
terakhir ngusap Khuff nya.
2.
Diusap atau disapukan
kebagian atas khuff dengan tidak usah mengusap bagian bawahnya.
4.
Hal-hal
yang membatalkannya.
Adapun hal-hal yang
membatalkannya adalah :
a.
Melepas sepatu.
b.
Habis masa.
c.
Terjadi hal-hal yang
menyebabkan mandi besar.
5.
Hikmahnya.
Pada pokoknya tujuan dari anjuran ini adalah meringankan
(rukhshah) dari Allah Ta’ala, sebagai rahmat (kasih sayang)Nya.
E. Menghilangkan
Najis
النَّجْسُ
لُغَةً قَذْرٌ وَاصْطِلاَحًا كُلُّ مُسْتَقْذِرٍ يَمْنَعُ صِحَةَ الصَّلاَةِ
“Najis
menurut lughat (bahasa) artinya kotor, sedangkan menurut istilah (ulama Fiqh) setiap
yang kotor yang menghalangi sahnya sholat .”
Para ulama membagi najis ke dalam tiga jenis,
yakni :
1. Najis mukhaffafah.
Secara umum para ulama memberikan batasan,
مُخَفَّفَةٌ
وَهِيَ بَوْلُ الصَّبِيِّ الَّذِيْ لَمْ يَبْلُغْ حَوْلَيْنِ وَلَمْ يَتَغَذَّ
بِغَيْرِ اللَّبَنِ
“Najis mukhafafah adalah (najis yang berasal
dari) air seni (kencing) bayi laki-laki yang belum sempurna dua tahun dan belum
makan apa pun kecuali air susu ibu (ASI).”
Najis mukhaffafah
termasuk golongan najis ringan atau mudah. Disebut demikian karena cara
mensucikannya cukup dengan diperciki air suci pada tempat. Sebagaimana
dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.
Yang
termasuk najis mukhoffafah adalah:
a. Air seni atau air kencing bayi laki-laki yang
hanya diberi minuman ASI tanpa makanan lain dan belum berumur 2 tahun.
بَوْلُ الْغُلَامِ يُنْضَحُ وَبَوْلُ
الْجَارِيَةِ يُغْسَلُ
“Kencing anak kecil laki-laki (yang belum makan
selain ASI) cukup dipercikkan, sedangkan kencing anak perempuan harus dicuci”.
(H.R Ibnu Majah)
b. Air madzi adalah cairan tipis dan lengket yang
keluar dari kemaluan karena bangkitnya syahwat.
يَكْفِيكَ أَنْ تَأْخُذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَتَنْضَحَ بِهِ ثَوْبَكَ
حَيْثُ تَرَى أَنَّهُ أَصَابَ مِنْهُ
“Cukup engkau mengambil seciduk air dengan tangan lalu percikkan
di bagian pakaian yang terkena madzi”. (H.R Abu Dawud, atTirmidzi)
Adapun cara membersihkannya adalah sebagai berikut:
تَطْهِيْرُ النَّجَاسَةِ
الْمُخَفَّفَةِ :لاَ يَجِبُ غَسْلُ مَا
اَصَابَهُ بَوْلُ الصَّبِيِّ مِنْ ثَوْبٍ اَوْ بَدَنٍ اَوْ غَيْرِهِمَا بَلْ يَكْفِيْ رَشُّ اْلمَاءِ عَلَى
مَحَلِّهِ
“Mensucikan najis
mukhaffafah itu tidak perlu membasuh apa-apa yang terkena oleh air kencing
bayi tersebut yang
mengenai pakaian, badan atay yang lainnya, tapi cukup dengan menjipratkan air
ke atas tempatnya.”
2.
Najis
mughalazhah.
Prof. Mahmud Yunus dalam kitab Fiqh Wadlih memberi batasan,
مُغَلَّظَةٌ وَهِيَ
نجَاَ سَةُ اْلكَلْبِ وَالْخِنْزِيْرُ وَمَا تَوَلَّدَ بَيْنَهُمَا
“Najis mukhafafah adalah najis anjing, babi dan
yang menjadi keturunannya“
Yang termasuk najis mugholladhoh adalah:
1.
Anjing dan keturunannya
.طَهُورُ إِنَاءِ
أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ
أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ
“Sucinya bejana kalian ketika dijilat anjing adalah dicuci 7 kali
salah satunya dengan tanah.” (H.R Muslim)
إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ اغْسِلُوهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ
وَعَفِّرُوهُ فِي الثَّامِنَةِ بِالتُّرَابِ
“Jika anjing menjilat di dalam bejana maka cucilah 7 kali dan
lumurilah pada cucian ke-8 dengan tanah.” (H.R. Ahmad)
2.
Babi dan keturunnannya.
Cara
mensucikan najis mughaladhah adalah
تَطْهِيْرُ النَّجَاسَةِ
الْمُغَلَّظَةِ:كُلُّ شَيْءٍ يَتَنَجَّسُ بُوُلُوْغِ اْلكَلْبِ واَلخْنِزْيِرِ
فَاِنَّهُ يَجِبُ غَسْلُهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ اِحْدَاهُنَّ مَخْلُوْطَةٌ
بِالترُّاَبِ
“Setiap perkara yang terkena najis dengan jilatan anjing dan
babi, maka wajib dibasuh air 7 kali yang salah satunya dicampur dengan tanah.”
(H.R. Ahmad)
3.
Najis
mutawassithah.
مُتَوَسِّطَةٌ وَهِيَ مَا عَدَا هَذَيْنِ
النَّوْعَيْنِ كَالْبَوْلِ وَالْغَائِطِ
“Najis mutawassithath adalah barang selain kedua jenis najis ini
seperti air kencing dan kotoran.”
Najis yang termasuk kategori ini adalah:
1.
Kencing dan kotoran
manusia (selain anak kecil laki yang hanya makan ASI).
2.
Kencing dan kotoran
hewan-hewan tertentu yang terdapat dalil kenajisannya.
3.
Wadi,
cairan putih yang keluar
mengiringi kencing atau keluar karena keletihan.
4.
Darah haidh dan
nifas.
5.
Bangkai.
6.
Daging keledai piaraan.
Pada perang Khaibar Nabi mengharamkan daging keledai jinak (piaraan) dan
menyatakan bahwa itu najis (H.R al Bukhari dan Muslim dari Anas)
Cara
membersihkannya,
تَطْهِيْرُ النَّجَاسَةِ
الْمُتَوَسِّطَةِ:اِذَاوَقَعَتْ نَجَاسَةٌ غَيْرُمَا سَبَقَ حُكْمُهَا عَلَى
شَيْءٍ وَجَبَ غَسْلُهُ مَرَّةً وَاحِدَةً بِالْمَاءِ وَالتَّثْلِيْثُ اَفْضَلَ
“Jika ada najis yang mutawassithah mengenai
sesusatu, maka wajib membasuhnya sekali dengan menggunakan air dan
menigakalikannya lebih utama.”
M.
DZIKIR BA'DA SHOLAT LIMA WAKTU
أَسْتَغْفِرُ الله َ الْعَظِيمَ
الَّذِى لآ إلَهَ إلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ (٣x)
"Saya memohon ampun kepada Allah
Yang Maha Agung, tiada Tuhan selain Dia Yang Maha Hidup lagi Maha Mengatur dan
saya kembali kepada-Nya".
لآ إلَهَ إلاَّ الله ُوَحْدَهُ
ﻻَشَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ (١٠x)
“Tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya,
milik-Nya-lah seluruh kerajaan, bagi-Nya semua pujian, dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu”.
اَللّهُمَّ أجِرْنــِى (نــَا) مِنَ
النَّارِ (۷x)
“Ya Allah, lindungilah diriku dari api neraka".
اَللَّهُمَّ أَنــْتَ السَّلاَمُ
وَمِنْكَ السَّلاَمُ وَإِلَيْكَ يَعُودُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا
بِالسَّلاَمِ وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ دَارَ السَّلاَمِ تَبَارَكْتَ رَبَّناَ
وَتَعَالَيْتَ ياَذاَ الْجَلالِ وَالإكْراَمِ.
“Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Menyelamatkan, dari Engkaulah
keselamatan, kepada Engkaulah kembali keselamatan. Ya Tuhan kami… hidupkanlah
kami dengan penuh keselamatan, masukkanlah kami ke dalam surga tempat
keselamatan. Ya Tuhan kami… Maha Mulia Engkau lagi Maha Tinggi wahai Yang
memiliki kebesaran dan kemuliaan”.
اَللّهُمَّ لاَمَانِعَ لِماَ
أعْطَيْتَ وَلامُعْطِيَ لِماَ مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ
الْجَدُّ.
“Ya Allah tiada yang dapat mencegah jika Engkau berkehendak
memberikan, tiada yang dapat memberikan jika Engkau berkehendak mencegahnya,
dan tiada berguna kesungguhan seseorang tanpa pertolongan dari Engkau”.
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ﴿1﴾ اَلــْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ ﴿2﴾ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ﴿3﴾ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ﴿4﴾
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿5﴾ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
﴿6﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ
وَلاَالضَّآلِّينَ ﴿7﴾
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Dengan
menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi
Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di
hari Pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah
kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang
yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai
dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ. قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿1﴾ اَللَّهُ الصَّمَدُ ﴿2﴾ لَمْ يَلِدْ
وَلَمْ يُولَدْ ﴿3﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿4﴾ (۳x)
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Katakanlah: Dia-lah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ. قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ
الْفَلَقِ ﴿1﴾ مِن شَرِّ مَاخَلَقَ ﴿2﴾
وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ ﴿3﴾ وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فيِ الْعُقَدِ
﴿4﴾ وَمِن شَرِّ حاَسِدٍ إِذَا حَسَدَ ﴿5﴾
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan
makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari
kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari
kejahatan pendengki bila ia dengki".
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴿1﴾ مَلِكِ النَّاسِ ﴿2﴾ إِلَهِ النَّاسِ ﴿3﴾ مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
﴿4﴾ الَّذِي يُوَسْوِسُ فيِ صُدُورِ
النَّاسِ ﴿5﴾
مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ ﴿6﴾
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Katakanlah: Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia,
raja manusia, sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa
bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari
(golongan) jin dan manusia".
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ. الــم ﴿1﴾ ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ ِفيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
﴿2﴾ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا
رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ ﴿3﴾ وَالَّذِينِ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا
أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِاْلآخِرَةِ هُمْ يُوِقنُونَ ﴿4﴾ أُولَـئِكَ عَلَى
هُدًى مِن رَبِّهِمْ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿5﴾
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Alif lám mím. Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan
kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah
diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta
mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka Itulah yang tetap mendapat
petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
وَإِلهُكُمْ
إِلهٌ وَاحِدٌ لآ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحَمَنُ الرَّحِيمُ. اَللهُ لآ إِلهَ
إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَتَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَهُ مَافِي
السَّموَاتِ وَمَافِي اْلأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلاَّ
بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَابَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَاخَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ
بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّموَاتِ
وَاْلأَرْضَ وَلاَ يَئــُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ.
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan
Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus
(makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di
langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa
izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa
berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.
لآ إِكْرَاهَ
فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ
فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ
الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا ۗ
وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ. اَللهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُخْرِجُهُم مِّنَ
الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۖ
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَآؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ
إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ
أُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ.
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu barangsiapa
yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Allah pelindung orang-orang yang beriman;
Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan
orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan
mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya".
للهِ مَافِي
السَّمَاوَاتِ وَمَافِي اْلأَرْضِ ۗ
وَإِن تُبْدُوا مَافِي أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَن يَشَآءُ
وَيُعَذِّبُ مَن يَشَآءُ ۗ
وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ. ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْهِ
مِن رَّبـِـّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ
ءَامَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ
أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ
الْمَصِيرُ. لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَاۚ لَهَا مَاكَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَااكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَآإِن
نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَاۚ رَبَّنَا
وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآإِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَاۚ
رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَطَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا
وَارْحَمْنَآ أَنتَ مَوْلاَنَا
فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ.
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa
siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Rasul
telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian
pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka
mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang
lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan
kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada
Engkaulah tempat kembali." Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
(mereka berdo’a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami
lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami
beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami
memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah
penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".
شَهِدَ الله ُأَنــَّهُ لآ إِلهَ
إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُولُوا الْعِلْمِ قَائِماً بِالْقِسْطِ لاَإِلَهَ
إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ. إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ.
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ
الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ
بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. تُولِجُ اللَّيْلَ فِى
النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِى اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ
الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ
حِسَابٍ.
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan melainkan Dia (yang
berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang
berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang
berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama
(yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Katakanlah: "Wahai Tuhan yang
mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki
dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan
orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di
tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke
dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan
yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki
tanpa hisab (batas)".
اللَّهُمَّ أَعِنِّى (نــَا) عَلَى
ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عَبَادَتِكَ، إِلَهِى يَارَبِّى اَنْتَ مَوْلَىنَا
الْمَعْبُوْدُ سُبْحَانَ اللهِ
“Ya Allah tolonglah saya untuk selalu ingat kepada Engkau dan
bersyukur kepada Engkau dan memperbaiki ibadah kepada Engkau, wahai Tuhanku dan
Rabbku”.
سُبْحَانَ اللهِ (٣٣x)
وَبِحَمِدِهِ دَائِمًا قَائِمًا الْحَمْدُ للهِ
“Maha Suci Allah, dan senantiasa semua pujian hanya kepada-Nya”.
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ (٣٣x)
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ وَنِعْمَةٍ
“Segala puji bagi Allah, atas segala keadaan dan semua nikmat”.
اَلله ُ أَكْبَرُ (٣٣x)
“Allah Maha Besar”.
اَلله ُ أَكْبَرُ كَبِيراً
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً لآ إلهَ
إلاَّ الله ُوَحْدَهُ ﻻَشَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ .
“Allah Mahabesar dengan kebesaran-Nya mutlak, dan segala puji
hanya bagi Allah sebanyak-banyaknya, Maha Suci Allah di waktu pagi maupun sore
hari, tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, Dialah
pemilik semua kerajaan dan hanya kepada-Nya kembali pujian, Dia Maha Kuasa
atasa segala sesuatu".
Do’a Selesai Shalat Lima Waktu.
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمَ
الَّذِي لآ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ. بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ
اْلعَالَمِينَ. حَمْداً كَثِيراً طَيِّباً مُباَرَكاً فِيْهِ. حَمْداً يُوَافِي
نِعَمَهُ وَيُكاَفِئُ مَزِيْدَهُ. ياَرَبَّناَ لَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ
كَمَا يَنْبَغِي لِجَلاَلِ وَجْهِكَ الْكَرِيمِ وَعَظِيمِ سُلْطاَنِكَ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِينَ. .
اللهم اغْفِرْلَنَا وَلِوَلِدَيْنَا
وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صَغِيْرًا
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ
أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيـَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ
إِمَاماً
اللهم اَكْفِنَا بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ
وَاَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
اللهم لَا سَهْلَ اِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ
سَهْلًا وَاَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ اِذَاشِئْتَ سَهْلًا
اللهم ارْزُقْنَا فَهْمَ النَّبِيِّيْنَ
وَحِفْظَ الْمُرْسَلِيْنَ وَاِلْهَامَ الْمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ
اللهم اَنْزِلْ عَلَيْنَامَائِدَةً مِنَ
السَّمَآءِ تَكُوْنُ لَنَا عِيْدًا لِاَوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَآيَةً مِنْكَ وَارْزُقْنَا
وَاَنْتَ خَيْرُالرَّازِقِيْنَ
رَبِّ اجْعَلْنَا مُقِيمَ الصَّلاةِ
وَمِنْ ذُرِّيــَّـتَنَا رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءَناَ
اللهم سَهِّلْ اُمُوْرَنَا وَاُمُوْرَوَلِدِيْنَا
وَاُمُوْرَاَوْلَادِنَا وَاُمُوْرَاَسَاتِيْذَتِنَا وَاُمُوْرَمَعْهَدِنَا هَذَا حَيَاةً
طَيِّبَةً مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وْاْلاَرْضُ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ
إِنِّي أعُوذُ بِكَ مِنَ الهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ
وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ
غَلَبَةِ الدَّيـْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الهَرَمِ وعَذَابِ
القَبْرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتــْنَـةِ الدَّجَّالِ.
Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung Yang tiada tuhan selain
Dia Yang Maha Hidup dan Maha Mengurus makhluk-Nya, saya tobat kepada Allah.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta
alam, pujian yang sebanyak-banyaknya, pujian yang sebaik-baiknya dan penuh
keberkahan, pujian yang akan menyempurnakan nikmat-nikmat-Nya dan melimpahkan
tambahan karunia-Nya. Ya Tuhan kami, semua pujian hanya milik Engkau, segala
ungkapan syukur hanya kepada Engkau sebagaimana layaknya keagungan Zat-Mu Yang
Maha Mulia dan kebesaran kekuasaan-Mu.
Sampaikanlah shalawat dan salam
sejahtera kepada penghulu kami Nabi Muhammad serta kepada seluruh keluarganya
dan para sahabatnya.
Ya Allah, ampunilah
dosa-dosa kami, kedua orangtua kami dan kasihanilah mereka sebagimana mereka
telah memelihari kami sewaktu kamikecil
Ya Allah,
anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa”.
Ya Allah, cukuplahlah
kami dengan rizki yang halal, jauhkanlah yang haram. Dan anugrahilah kami
kecukupan atas karuniaMu bukan dari selainMu.
Ya Allah, tiada
kemudahan melainkan apa-apa yang Engkau jadikan mudah. Dan Engkau yang membuat
kesedihan menjadi kemudahan jika Engkau berkehendak..
Ya Allah,
anugrahkanlah kepada kami pemahaman seperti para nabi, hafalan seperti para
rasul dan ilham malaikat muqorrobin.
Ya Allah, turunkanlah
kepada kami hidangan dari langit sebagai ‘id bagi yang pertama dan terakhir.
Dan menjadi tanda kekuasaanMu dan limpahkanlah rizki kepada kami dan Engkau
adalah sebaik-baiknya pemberi rizki.
Rabb, jadikanlah kami dan keturunan kami orang yang mendirikan shalat Rabbana terimalah
do’a kami.
Ya Allah, mudahkanlah usrusan-urusan
kami, urusan-urusan orang tua kami, anak-anak kami, guru-guru kami dan urusan
pondok ini HayatanThayyibah selama ada (tegak) langit dan bumi dengan rahmatMu
Wahai yang Maha pengasih di antara yang pengasih.
Ya Allah, saya
berlindung kepada Engkau dari kebingungan dan kesedihan, saya berlindung kepada
Engkau dari kelemahan dan kemalasan, saya berlindung kepada Engkau dari
ketakutan dan kebakhilan, saya berlindung kepada Engkau dari himpitan hutang
dan tekanan manusia, saya berlindung kepada Engkau dari penyakit tua dan siksa
kubur, dan saya berlindung kepada Engkau dari fitnah dajjal".
رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلامٌ عَلَى
الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di
dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. Maha Suci
Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan
kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan
seru sekalian alam.
N.
Bacaan
sholat
1.
Do’a
iftitah
اللهُ أكْبَرُكَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًاوَسُبْحَانَ
اللهِ بُكْرَةًوَاَصِيْلاًرواه مسلم)- ١
وَجَهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرْضَ
حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِي
وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ. لَاشَرِيْكَ لَهُ
وَبِذَالِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ.(رواه إبن مسلم) - ٢
اللهم بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ
خَطَايَايَ كَمَابَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللهم نَقِّنِيْ مِنَ
الْخَطَايَا كَمَايُنَقَّى الثَّوْبُ اْلاَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اللهم اغْسِلْ خَطَايَايَ
بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَاْلبَرَدِ (رواه البخاري ومسلم) - ٣
2.
Surat fatihah;
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ
الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ﴿1﴾ اَلــْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿2﴾ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ﴿3﴾ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ﴿4﴾
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿5﴾ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
﴿6﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ
وَلاَالضَّآلِّينَ ﴿7﴾
Diikuti
amin آمِـيْنَ ..... (رواه
الشيخان)
3.
Ruku;
سُبْحَانَ رِبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ (رواه مسلم )– ١
سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ الْمَلآئِكَةِ وَالرُّوْحِ (رواه مسلم )- ٢
4.
I’tidal;
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ (رواه البخاري ومسلم) – ١
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّمَوَاتِ وَمِلْءُ اْلاَرْضِ
وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ(رواه مسلم ) - ٢
5.
Sujud dua kali;
سُبْحَانَ رَبِّيَ
اْلاَعْلَى وَبِحَمْدِهِ (رواه مسلم) – ١
سُبْحَانَكَ اللهم رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللهم اغْفِرْلِيْ (متفق
عليه)- ٢
6.
Duduk di antara dua
sujud;
رَبِّ اغْفِرْلِىْ رَبِّ اغْفِرْلِىْ (رواه ابو داودو النسائ) – ١
رَبِّ اغْفِرْلِىْ وَارْحَمْنِىْ وَاجْبُرْنِيْ وَارْفَعْنِىْ
وَارْزُقْنِىْ وَاهْدِنِىْ (رواه احمد) - ٢
رَبِّ اغْفِرْلِىْ وَارْحَمْنِىْ وَاجْبُرْنِيْ وَارْفَعْنِىْ
وَارْزُقْنِىْ وَاهْدِنِىْ وَعَافَنِىْ وَاعْفُ عَنِّيْ () -
7.
Tasyahud Awal
Jika shalat yang dilakukan memiliki dua tasyahud
(zuhr, ashr, maghrib dan isya).
1.
Tasyahud awal sesuai
dengan hadis yang diriwwayatkan oleh Abdullah Bin Abbas dan Abdulloh Bin
Mas’ud,
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ,
السَّلاَمُ عَلَيْكَ اَبُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ اَنْ لَا
اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ. اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ_ (رواه
إبن مسعود وإبن عباس)
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Albani
dalam Sifatu Shalatain Nabi Saw., bahwa disyariatkan membaca shalawat kepada
Nabi Saw pada tasyahud pertama.
2.
Tasyahud awal yang disepakati
para muhadis (muttafaq ‘alaih),
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ
الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ, السَّلاَمُ عَلَيْكَ اَبُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ.
أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
رَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ_(متفق عليه)
8.
Tasyahud Akhir
Setelah melakukan rakaat keempat (zuhr, ashr dan isya) atau ketiga
(maghrib), Nabi Saw duduk tasyahud akhir membaca bacaan pada tasyahud pertama
di atas, kemudian dilanjutkan dengan membaca shalawat kepada Nabi Saw.
Selanjutnya, menurut Imam Nawawi dalam al-Maqoshid bahwa shalawat
kamilah atau Ibrahimiah merupakan bentuk shalawat yang paling utama yang perlu
dibaca dalam tasyahud akhir.
وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِيْ اْلعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
(متفق عليه)
Sehingga bacaan tasyahud akhir setelah digabungkan seperti ini
sebagaimana yang disepakati para muhadis (muttafaq ‘alaih),
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ
الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ, السَّلاَمُ عَلَيْكَ اَبُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ.
أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
رَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ_(متفق عليه)
وَعَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى
اَلِ اِبْرَاهِيْمَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ , وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ
اِبْرَاهِيْمَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
(متفق عليه)
Lebih utama dilanjutkan dengan do’a mohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara
اللهم إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ
اْلقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا
وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ(رواه مسلم)
اللهم اِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ ظُلْمًا كَثِيْرًا وَلَايَغْفِرُ
الذُّنُوْبَ اِلاَّ اَنْتَ فَاغْفِرْلِيْ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِيْ
اِنَّكَ اَنْتَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ (متفق عليه)
اللهم حَاسِبْنِيْ حِسَابًايَسِيْرًا (رواه احمد والحاكم)
اللهم اغْفِرْلِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا اَخَّرْتُ وَمَا اَسْرَرْتُ وَمَا
اَعْلَنْتُ وَمَا اَسْرَفْتُ وَمَا اَنْتَ اَعْلَمُ بِهِ مِنِّيْ اَنْتَ
الْمُقَدَّمُ وَاَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لَا اِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ (رواه علي)
9.
Salam pertama.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ الله وَبَرَكَاتُهُ (رواه ابو
داود)
10.
Do’a mengusap wajah sesuai riwayat dari Anas bin Malik dan Sāib Bin Yazid.
أَشْهَدُ اَنْ لَااِلَهَ اِلاَّهُوَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمُ اللهم
اَذْهِبْ عَنِّيَ الْهَمَّ وَاْلحَزَنَ(رواه انس بن مالك)
O.
Do’a
Qunut sesuai riwayat Husain
Bin Aliy, Al-Nasa-i, Abu Dawud dan Ahmad.
اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى
فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا
اَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرَّمَا قََضَيْتَ،فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى
عَلَيْكَ وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ
تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ
وَاَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ
النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Ya Allah tunjukkanlah akan daku
sebagaimana mereka yang telah Engkau tunjukkan.Dan berilah kesihatan kepadaku
sebagaimana mereka yang Engkau telah berikan kesihatan.Dan peliharalah daku
sebagaimana orang yang telah Engkau peliharakan.Dan berilah keberkatan bagiku
pada apa-apa yang telah Engkau kurniakan.Dan selamatkan aku dari bahaya
kejahatan yang Engkau telah tentukan.Maka sesungguhnya Engkaulah yang menghukum
dan bukan kena hukum.Maka sesungguhnya tidak hina orang yang Engkau pimpin.Dan
tidak mulia orang yang Engkau memusuhinya.Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan
Maha tinggi Engkau.Maha bagi Engkau segala pujian di atas yang Engkau
hukumkan.Ku memohon ampun dari Engkau dan aku bertaubat kepada Engkau.(Dan
semoga Allah) mencurahkan rahmat dan sejahtera ke atas junjungan kami Nabi Muhammad,
keluarga dan sahabatnya.
P.
Do’a wudlu
Rasululah Saw bersabda,
Apabila
seorang hamba yg muslim atau mukmin itu berwudhu di mana sewaktu ia membasuh
mukanya, maka keluarlah semua dosa yg dilihat dengan kedua matanya dari mukanya
bersama-sama dengan air itu atau bersama-sama dengan tetesan air yg terakhir.
Jika ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah semua dosa yg diperbuat oleh
kedua tangannya itu bersama-sama dengan air itu atau bersama-sama dengan
tetesan air terakhir. Dan jika ia membasuh kedua kakinya, maka keluarlah semua
dosa yg diperbuat oleh kedua kakinya itu bersama-sama dengan air itu atau
bersama-sama dengan tetesan air yg terakhir, sehingga ia benar-benar bersih
dari semua dosa. (HR.
Muslim).
Imam Ghazalid alam Bidayatul Hidayah menjelasakan
bahwa jika seseorang selesai istinja, seyogianya bersiwak (nyusur), karena
menjaga mulut tetap bersih, dicintai Rabb-nya dan dibenci oleh syaitan. Bukankah shalat dengan bersiwak itu lebih
utama daripada 70 kali shalat tanpa siwak.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
radiallohu ‘anhu bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda ,
لَوْلَا اَنْ اَشُقَّ
عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ فِىْ كُلِّ صَلَاةٍ
”Sekiranya
tidak membuat umatku kesulitan, akan aku perintahkan mereka bersiwak setiap
kali hendak shalat.”
Diriwayatkan
pula bahwa Rasulullah Saw bersabda,
أُمِرْتُ
بِالسِّوَّاكِ حَتَّى خَشِيْتُ اَنْ يُكْتَبَ عَلَيَّ
”Aku
diperintahkan bersiwak, sehingga aku khawatir kalau nantinya diwajibkan
atasku.”
Ketika wudlu dianjurkan duduk
menghadap kiblat pada tempat yang tinggi agar tidak terkena percikan air. Lalu
membaca,
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ , رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ
الشَّيَاطِيْنَ وَأَعُوْذُبِكَ رَبِّ اَنْ يَحْضُرُوْنِ
”Dengan
menyebut nama Allah yang Mahapengasih Mahapenyayang. Rabb aku berlindung
kepadaMu dari bisikan syaitan dan aku berlindung kepadaMu jika mereka
mendatangiku.”
1)
Kemudian membasuh telapak tangan tiga kali sebelum
memasukan tangan ke dalam bejana atau bak air. Seraya membaca,
اللهم إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْيُمْنَى وَاْلبَرَكَةَ وَأَعُوْذُبِكَ مِنَ
الشُّؤْمِ وَالْهَلَكَةِ
”Ya
Allahsesungguhnya aku memohon kepadaMu kekuatan dan keberkahan, dan aku
berlindung kepadaMu dari kejelekan dan keruksakan.”
2)
Doa
ketika berkumur:
اللَّهُمَّ اَعِنِّي عَلَى تِلَاوَةِ كِتَابِكَ وَكَثْرَةِ الذِكْرِ
لَكَ وَثَبِّتْنِيْ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِىْ الاَخِرَةِ
Ya Allah, berilah aku pertolongan untuk dapat membaca
kitabMu dan memperbanyak ingat kepadaMu serta teguhkan aku dengan kailmat
(tauhid) di dunia dan akhirat.
3)
Doa
ketika menghirup air ke dalam hidung:
اَللَّهُمَّ أَرِحْنِي رَائِحَة الجَـنَّةْ وَاَنْتَ عَنِّيْ رَاضٍ
Ya Allah, hembuskanlah
kepadaku aroma surge dalam keadaan Engkau ridla kepadamu
Ketika menyemburkan
air dari dalam hidung,
اَللَّهُمَّ اِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ رَوَائِحِ النَّارِ وَسُوْءِ الدَّارِ
Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari bau
neraka dan tempat yang buruk di akhirat.
Dianjurkan melafalkan
niat wudlu,
نَوَيْتُ اْلوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَصْغَرِلِاسْتِبَاحَةِ
الصَّلَاةِ فَرْضًالِّلهِ تَعَالَى:
Aku berniat untuk melakukan wudlu
menghilangkan hadas kecil agar diperbolehkan shalat fardlu karena Allah Ta’ala.
4)
Doa
ketika membasuh muka (setelah membaca niat wudhu dalam
hati):
اَللَّهُمَّ
بَيِّضْ وَجْهِى بِنُوْرِكَ يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهُ اَوْلِيَاءِكَ وَلَاتُسَوِّدّْ
وَجْهِيْ
بِظُلُمَاتِكَ يَوْمَ تَسْوَدُّ وُجُوْهُ اَعْدَاءِكَ
Ya Allah sinarilah wajahku dengan
cahayaMu di hari kiamat, yaitu saat bersinarnya wajah para waliMu dan janganlah
Engkau suramkan wajahku di hari kiamat, yaitu saat enghitamnya wajah para
musuhMu.
5)
Doa
ketika basuh tangan kanan:
اَللَّهُمَّ اَعْطِنِى كِتاَبِى بِيَمِيْنِى وَحَاسِبْنِى حِسَاباً
يَسِيْرًا
Ya Allah! berikanlah kepadaku kitabku dengan tangan kananku
dan perhitungkanlah amalanku dengan perhitungan yang mudah.
6)
Doa
ketika membasuh tangan kiri:
اَللَّهُمَّ اِنِّي
أَعُوْذُ بِكَ اَنْ تُعْطِيَنِى
كِتاَبِى بِشِمَالِى وَ لاَ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِىْ
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepadaMu dari menerima kitab amalku dengan tangan kiriku atau dari sebelah
belakang punggungku.
7)
Doa saat
membasahi kepala:
اَللَّهُمَّ غَشِّنِيْ بِرَحْمَتِكَ وَاَنْزِلْ عَلَيَّ مِنْ
بَرَكَاتِكَ وَاَظِلَّنِيْ تَحْتَ ظِلِّ عَرْشِكَ
يَوْمَ لَا ظِلَّ اِلَّا ظِلُّكَ, اَللَّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِيْ
وَبَشَرِيْ عَلَى النَّارِ
Ya Allah, selimutilah aku dengan rahmatMu dan
limpahkanlah atas diriku berbagai berkahMu. Naungilah aku di bawah naungan
‘ArsyMu di hari kiamat, yaitu saat tidak ada lagi naungan kecuali dariMu. Ya
Allah, haramkan rambutku dan kulit kepalaku dari panas api neraka.
8)
Doa
ketika membasuh dua telinga:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ اْلقَوْلَ
فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ, اللهم اَسْمِعْنِيْ مُنَادِيَ الْجَنَّةِ فِي الْجَنَّةِ
مَعَ اْلاَبْرَارِ
Ya Allah, jadikanlah aku termasuk
orang-orang yang mendengar ucapan yang baik dan mengikuti sesuatu yang terbaik.
Ya Allah jadikanlah aku dapat mendengar panggilan juru panggil surgaMu di surge
bersama orang-orang yang baik.
9)
Kemudian
usaplah lehermu dengan air sambil membaca do’a,
اَللَّهُمَّ فُكَّ رَقَبَتِيْ مِنَ النَّارِ وَاَعُوْذُبِكَ مِنَ
السَّلاَسِلِ وَاْلاَغْلَالِ
Ya Allah,bebeaskanlah leherku dari
belenggun neraka dan aku berlindung kepadaMu dari rnatai –rantai api neraka.
10)
Doa saat
membasuh kaki kanan
اَللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمَيَّ عَلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ
مَعَ اَقْدَامِ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
Ya Allah, tetapkan kedua kakiku di atas
titian (shirat mustaqim) bersama telapak kaki hamba-hambaMu yan salih.
11)
Doa saat
membasuh kaki kiri
اَللَّهُمَّ اِنِّي أَعُوْذُ بِكَ اَنْ تَزِلَّ قَدَمَيَّ عَلَى
الصِّرَاطِ فِى النَّارِ يَوْمَ تَزِلُّ
اَقْدَامُ الْمُنَافِقِيْنَ وَالْمُشْرِكِيْنَ
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepadaMu dari tergelincirnya telapak kakiku dari titian (jambatan) ke dalam api
neraka di hari tergelincirnya telapak kaki orang-orang munafik dan syirik.
12)
Doa
setelah berwudhu:
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ , سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ
أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ عَمِلْتُ سُوْءًا وَظَلَمْتَ نَفْسِيْ اَسْتَغْفِرُكَ
وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ فَاغْفِرْلِيْ وَتُبْ عَلَيَّ اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِي مِنَ
اْلمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِي صَبُوْرًاشَكُوْرًا وَاجْعَلْنِي اَذْكُرُكَ
ذِكْرًاكَثِيْرًا وَاُسَبِّحُكَ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan
Allah, tiada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu hamba dan
utusanNya.Mahasuci Engkau ya Allah dan dengan memuji kepdaMu. Aku bersaksi
tiada Tuhan selain Engkau. Aku telah melakukan banyak keburukandan
telahmenzalimi diriku sendiri. Aku mohon ampun kepadaMu serta terimalah
tobatku, sungguh Engkau adalah Maha Menerima tobat dan Maha Penyayang. Ya
Allah, jadikanlahaku termasuk golongan orang-orang yang gemar bertaubat dan
jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang bersuci. Dan jadikanlah aku
termasuk golongan hamba-hambaMu yang salih, jadikanlah aku orang-orang yang
penyabar, banyak bersyukur dan jadikanlah aku orang yang banyak mengingatMu
serta bertasbih kepadaMu di pagi dan sore hari.
Q.
ADAB BEPERGIAN (SAFAR)
Islam
mengajarkan tata krama atau sopan santun dalam
perjalanan atau bebergian. Nabi Muhammad saw menjelaskan
bahwa; " Bepergian itu sebagian dari siksa karna dalam
bebergian itu sesorang mencegah makan, minum, dan tidur karenanya bila sudah
cukup keperluannya cepat-cepat pulang bersama keluarga." (HR.
Bukhari). Dari hadis di atas terdapat pesan moral kepada kita agar kita
lakukan dengan baik, lancar, dan selamat, maka perlu persiapan, antara lain
sebagai berikut :
Persiapan-
Persiapan Dalam Perjalanan
·
Rencana yang matang dan
persiapan bekal yang cukup agar selamat. Dan selalu berdoa memohon
perlingdungan selama perjalanan kita berlangsung.
·
Menjaga kesucian baik lahir
maupun batin selama dalam perjalanan.
·
Menjaga diri dari sifat
tergesa-gesa, menjaga sopan santun, menjaga silaturahmi dan menebarkan
kebaikan.
·
Meminta izin kepada orang
tua terutama jika bebergian sendirian.
·
Lapor kepada RT/RH, Hansip,
bilamana akan bebergian jauh dan rumah di tinggal tanpa penjagaan. dengan ini
apa yang kita tinggalkan bisa terjaga.
·
Apabila hendak bebergian
jauh, Salatlah 2 rakaat.
·
Memperhitungkan biaya dan bekal
yang cukup serta periksa kendaraan yang akan di pakai.
Tata Krama
Bebergian
1) Tata Krama
ketika Menempuh Perjalanan Dengan Jalan Kaki
·
Mengikuti aturan dalam berjalan
kaki, seperti berjalan di sebelah kiri.
·
Hindari perlilaku yang tidak
terpuji, seperti berkelakar secara berlebihan.
·
Tidak makan, minum, buang
sampah di sembarang tempat.
·
Tidak membuang air di sembarang
tempat.
·
Tidak bergaul secara berlebihan
dengan lawan jenis.
·
Menyebrang jalan dengan
hati-hati.
·
Tidak mengunakan barang
berharga ketika berjalan.
·
Bersikap waspada selama
perjalanan
2) Tata Krama
Dalam Kendaraan Umum
·
Naik kendaraan mencari kondisi
yang baik.
·
Simpan dompet dan benda
berharga.
·
Menyediakan tempat duduk bagi
orang yang udah lanjut usia.
·
Memeriksa kendaraan yang akan
di tumpangi untuk menghindari masalah.
·
Membawa ongkos dan membayar
sesuai tarif
·
Hindari bercanda, berteriak,
dan menjerit.
·
Menolak pemberian makanan dan
minuman dari orang tak di kenal.
3) Tata krama
Berkendaraan Pribadi.
·
Lengkapi kendaraan dengan surat
-suratnya.
·
Tidak kebut-kebutan atau
Ugal-ugalan dalam berkendara.
·
Gunakan Helm dengan baik.
·
Beristirahatlah jika dalam
perjalanan kalian merasa lelah.
·
Menaati rambu-rambu lalu-lintas
dengan baik
·
Segera memperbaiki kendaraan
jika terjadi masalah.
·
Perlu persediaan alat secukupnya
apabila terjadi kerusakan mesin.
·
Membawa persediaan uang yang
cukup.
Tatacara Safar
·
Shalat safar 2 raka’at;
·
Saat naik kendaraan, dahulukan
kaki kanan seraya membaca do’a,
,بسم الله setelah duduk membaca الحمد لله, lalu ketika kendaraan berjalan
أللهُ أَكْبَرُ, أللهُ أَكْبَرُ, أللهُ
أَكْبَرُ. سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ
وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي
سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنْ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى اللَّهُمَّ
هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ اللَّهُمَّ أَنْتَ
الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِي الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ
بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي
الْمَالِ وَالأَهْلِ (رواه المسلم وابن ماجه)
Allahu Akbar,
Allahu Akbar, Allahu Akbar. Mahasuci (Allah) Dzat Yang telah menundukkan
kendaraan ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu mengusasinya, dan
sesungguhnya kepada Tuhan kami tempat kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami
memohon kepada-Mu kebaikan dan ketakwaan dan amal yang Engkau ridhoi pada
perjalanan kami ini. Ya Allah, ringankanlah perjalanan kami ini dan dekatkanlah
jaraknya yang jauh. Ya Allah, Engkaulah kawan (yang melindungi) perjalanan dan
wakil (yang menjaga) keluarga kami. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu dari kelelahan perjalanan dan keburukan pemandangan dan kejelekan di
saat kembali, pada harta dan keluarga.
·
Jika mendapati jalan menanjak اَللهُ
أَكْبَرُ
·
Jalan menurun سُبْحَانَ
اللهِ
·
Jalan datar اْلحَمْدُ
لِلهِ
·
Jalan berkelok-kelok لاَ
حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ
·
Melihat tempat ibadah اللَّهُمَّ صَلِّ
عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
·
Melihat tempat ibadah
non-muslim لَا ِالَهَ
اِلاَّ اللهُ لاَ مَعْبُوْدَ اِلاَّ اللهُ
·
Melihat jembatan اللَّهُمَّ
سَلِّمْ سَلِّمْ
·
Melihat keindahan alam اللَّهُمَّ
اِنِّيْ اَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ اْلاَخِرَةِ
·
Melihat perkampungan اللَّهُمَّ
بَارِكْ لَنَا فِيْهَا اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا جَنَاهَا وَحَبِّبْنَا اِلَى اَهْلِهَا
وَحَبِّبْ صَالِحِي اَهْلِهَا اِلَيْنَا
·
Melihat wanita ajnabiy اللَّهُمَّ
اِنِّيْ اَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ النِّسَاءِ
·
Berhenti di tengah jalan atau
penginapan أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَاتِ مِنْ شَرِّ
مَاخَلَقَ
·
Turun dari kendaraan اللَّهُمَّ
اَنْزِلْنِيْ مَنْزِلاً مُبَارَكًا وَاَنْتَ خَيْرُ اْلمُنْزِلِبْنَ
·
Melihat kota asal,
لاَ
اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ , لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ
اْلحَمْدُ يَحْيِىْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ دَائِمٌ بِيِدِهِ اْلخَيْرُ وَهُوَ
عَلَي كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
R.
ADAB BERTAMU
Bertamu
adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh
Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata krama dalam
bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata
krama ini dilanggar maka tujuan bertamu itu justru akan menjadi rusak, yakni
merenggangnya hubungan persaudaran.. Islam telah memberi bimbingan dalam
bertamu, yaitu jangan bertamu pada waktu yang bisa menimbulkan fitnah atau
menyusahkan pribumi (tiga waktu aurat).
Yang dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis zuhur, sesudah isya’, dan
sebelum subuh. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak
(lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di
antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu:
sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah
hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada
dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka
melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain).
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana. (QS An Nur : 58)
Ketiga
waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya
digunakan. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang
sederhana (karena panas misalnya) sehingga sebagian dari auratnya terbuka. Apabila
budak dan anak-anak kecil saja diharuskan meminta izin bila akan masuk ke kamar
ayah dan ibunya, apalagi orang lain yang bertamu. Bertamu pada waktu-waktu
tersebut tidak mustahil justru akan menyusahkan tuan rumah yang hendak
istirahat, karena terpaksa harus berpakaian rapi lagi untuk menerima kedatangan
tamunya.
Cara Bertamu yang Baik
·
Berpakaian
yang rapi dan pantas
·
Memberi
isyarat dan salam ketika dating
·
Jangan
mengintip ke dalam rumah
·
Minta izin
masuk maksimal sebanyak tiga kali
·
Memperkenalkan diri sebelum masuk
·
Tamu lelaki
dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah
hanya seorang wanita
·
Masuk dan
duduk dengan sopan
·
Menerima
jamuan tuan rumah dengan senang hati
·
Mulailah
makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdallah
·
Makanlah
dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memili
·
Bersihkan
piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran
·
Segeralah
pulang setelah selesai urusan
Adab Menerima Tamu
Sebagai
agama yang sempurna, Islam juga memberi tuntunan bagi uamtnya dalam menerima
tamu. Demikian pentingnya masalah ini (menerima tamu) sehingga Rasulullah SAW
menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman.
Cara Menerima Tamu yang Baik
1) Berpakaian yang pantas
2) Menerima tamu dengan sikap yang baik
3) Menjamu tamu sesuai kemampuan
4) Tidak perlu mengada-adakan
5) Lama waktu
6) Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang