Sabtu, 06 April 2019

Rapat Kerja Asrama 2019-2020

MODEL PEMBERDAYAAN MUTU
PONDOK PESANTREN
 DAN 
 PROGRAM KERJA DIVISI ASRAMA

SMA PESANTREN TERPADU


SMA PESANTREN TERPADU
HAYATAN THAYYIBAH

2019

PENDAHULUAN
a) Latar belakang Penyusunan Program Keasramaan.
b) Analysis Program.

PEMBAHASAN
a) Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam.
b) Rekonstruksi konsep Pondok Pesantren abad ini.
c) Peran dan fungsinya sebagai pusat studi masyarakat.
d) Pesantren sebagai mitra dalam pengembangan ekonomi umat

PROGRAM KEASRAMAAN
1) Pesantren yang Berbasis pada Pengembangan Imtak dan Iptek Abad 21 dan Pelestarian Budaya serta Kearifan Lokal.
2) Sejarah Budaya dan Kearifan Lokal Kelurahan Karamat-Kecamatan Gunungpuyuh
3) Revitalisasi Kesenian Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal

PENDAHULUAN

a)          Latar Belakang

RKT yang baik akan menyajikan program yang baik pula. Program yang baik akan lahir setelah ditelaah dan dikaji secara objektif dan goals akan tercapai sesuai harapan jika di bawah kontrol yang baik pula. Filosofi sederhana inilah yang melandasi penyusunan draft  Divisi Keasramaan untuk disajikan dalam sidang.
Di hadapan sidang komisi, ada beberapa point penting yang akan dijadikan panduan dalam pengelolaan Asrama dan Pemberdayaan Pesantren sesuai dengan tuntutan zaman dan dinamika pendidikan kekinian.

Sehingga diharapkan, laporan hasil RKT Divisi Asrama ini dapat menjadi sumbangan penting dalam pengembangan ilmu pendidikan secara umum dan keagamaan pada khusunya di Pesantren Hayatan Tahyyibah.

(Bahan Model Pemberdayaan Mutu  Pontren dan Program Kerja Asrama 2019)
Download di sini! (word)
Download di sini! (PPt)
(Draft Jadwal dan Pembagian Tugas)
Download di sini! (excel)

Pembagian Tugas Mengajar
Download di sini (excel)


Di antara ciri-ciri program yang baik adalah :

1.        Planning
Perencanaan merupakan susunan langkah-langkah secara sistematik dan teratur agar tujuan organisasi mudah tercapai atau masalah mudah terpecahkan. Sebagian ahli mengartikan planning sebagai upaya memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dengan memperhatikan segala keterbatasan guna mencapai tujuan secara efisien dan efektif.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan dengan istilah SMART, yakni :
·           Specific artinya ruang lingkupnya jelas.
·           Measureable  keberhasilannya terukur.
·           Achievable artinya dapat dicapai bukan angan-angan
·           Realistic artinya tidak terlalu mudah atau terlalu sulit.
·           Time artinya jelas batas waktunya.
2.        Organizing.
Pengorganisasian diartikan membagi tugas-tugas pada orang yan gterlibat dalam kegiatan tersbut sesuai dengan kemampuan SDM yang dimiliki.  Dalam pengorganisasian ada yang disebut dengan staffing aksudnya penempatan orang  yang tepat pada tempat yang tepat dalam kegiatan (organisasi).  Seorang pemimpin harus mampu melihat dan memahami potensi SDM yang berkualitas dan bertanggung jawab agar aktivitas roda organisasi tetap berjalan.

3.        Actuating.
Maksudnya  penggerakan  semua yang terlibat dalam aktivitas organisasi untuk bekerja sama mencapai tujuan.
Dalam mengimplementasikan kegiatan, pelau organisasi harus :
1.          Merasa yakin dan mampu melakukan suatu pekerjaan,
2.          Percaya bahwa pekerjaan telah menambahkan nilai untuk diri mereka sendiri,
3.          Tidak terbebani oleh masalah pribadi atau tugas lain yang lebih penting atau mendesak,
4.          Tugas yang diberikan cukup relevan,
5.          Hubungan harmonis antar rekan kerja.
4.        Controlling

Mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan program dan aktivitas organisasi , sehingga bila perlu dapat mengadakan koreksi jika ada kekeliruan.

Seorang pemimpin harus mengetahui dan memahami manfaat controlling, di antaranya adalah :

a)          Dapat mengetahui sejauh mana program telah dilaksanakan
b)         Dapat mengetahui adanya penyimpangan
c)          Dapat mengetahui apakah waktu & sumber daya mencukup
d)         Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan
e)          Dapat mengetahu staff yang perlu diberikan penghargaan/promosi

a)         Analysis Program

Sebagaimana diketahui bahwa sebelum membuat perencanaan, maka ada baiknya dilakukan prakiraan terlebih dahulu. Tujuannya agar mengarahkan arah prigram sehingga akan mengurangi damp[ak penyimpangan (margin error). Selain fokus terhadap tujuan, memperhatikan sumber daya yang dimiliki, tidak kalah penting dalam hal ini, memahami dan menganalisis terlebih dahulu program yang akan dibuat.Sebagian ahli manajemen menyebut dengan istilah SWOT, yakni mensinergikan antara Strength (Kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (kesempatan) dengan  Threatment (ancaman atau hambatan).

Pertanyaannya kenapa perlu analysis? Karena dalam pandangan umum suatu program akan berjalan secara efektif dan efisien apabila kecenderungan penyimpangan arah diantisipasi lebih dini, sehingga diperluykan analysis.

1.          Analisis situasi & identifikasi masalah
2.          Menentukan skala prioritas
3.          Menentukan tujuan program
4.          Menyusun rencana kerja operasional (termasuk didalamnya menyusun anggaran)


PEMBAHASAN

a)          Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam. Ada beberapa keunggulan pesantren sebagai lembaga pendidikan dibanding lembaga pendidikan lain diantaranya :

1.        Pesantren adalah bentuk dari lembaga dan model pendidikan khas serta asli Indonesia. Metode sorogan, wetonan dan bandongan adalah khas metode pembelajaran yang dikembangkan dalam pembelajaran di pesantren
2.         Kitab utama yang menjadi rujukan dalam pembelajaran adalah kitab kitab klasik atau biasa yang disebut kitab kuning. Jika dilacak hampir tidak  adalembaga pendidikan lain selain pesantren yang mengajarkan kitab-kitab klasik ini. Dengan menjadikan kitab klasik sebagai rujukan utama, pesantren adalah lembaga yang berjasa melanggengkan tradisi keilmuan Islam mulai dari awal.
3.        Bahwa pesantren melaksanakan pendidikan secara komprehensif. Dipesantren, para santri tidak hanya diajarkan ilmu agama, bahasa dan lainnya secara teoritik tetapi juga disinergikan dengan praktek terhadap ilmu yang diajarkannya tersebut.Tradisi di lembaga pendidikan kebanyakan adalah, pengajaran hanya sebatas diruang belajar, selepas itu anak/siswa tidak dibebankan untuk menerapkan atau mempraktekkan apa yang mereka telah pelajari. Di hampir semua sekolah formal, pelajaran agama hanya sebatas teori semata. Hal ini dapat dimaklumi, ketika siswa pulang ke rumah, tanggung jawab sekolah menjadi seolah-olah terlepas terhadap apa yang menjadi perilaku siswa. Hal ini tidak demikian terjadi di pesantren.
4.        Selain penguatan terhadap penguasaan ilmu keagamaan Islam, pesantren juga terkenal dengan penguatan kebahasaannya terutama bahasa Arab dan bahasa Inggris. Kedua bahasa ini oleh pengasuh pesantren diwajibkan kepada santri untuk dikuasai karena ia menjadi ilmu alat dan ilmu praktis yang dapat dimanfaatkan dalam banyak hal. Hampir dibanyak pesantren, menjadikan terutama bahasa Arab sebagai bahasa pengantar dalam pergaulan di lingkungan pesantren.
5.        Pendidikan dan pembinaan dalam pesantren dilakukan 24 jam. Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, para santri diatur dengan tata tertib yang sangat ketat. Disiplin waktu, berpakaian, mengerjakan tugas sekolah, disiplin ibadah, disiplin berbahasa, etika pergaulan dan sebagainya, semuanya diatur dan wajib ditatati oleh santri.
6.        Dalam konteks pembinaan santri, para pengasuh santri baik kyai maupun ustadz dan ustadzah turun langsung  dalam melakukan pembinaan dan ini dilakukan sepanjang waktu.
7.         Di beberapa pesantren saat ini  telah melakukan modernisasi  system pendidikan. Jika pada  awalnya pesantren hanya  mengajarkan keilmuan  keagamaan, sekarang hak  tersebut diperkaya dengan pengembangan keterampilan dasar hidup (life skil)  seperti khattil qur’an (menulis indah Al-Qur’an), Tahfizul Qur’an,  Pelatihan manasik dan Tajhizul Janaiz, kewirausahaan,  computer dan lain sebagainya.
8.         Di pesantren, hubungan antar  santri terbangun secara egaliter.  Tidak tampak santri yang  berasal dari keluarga  berkecukupan dengan yang  tidak.
9.        Terlepas dari sisi  kekurangannya, di pesantren  dikembangkan tradisi hormat  kepada kiai atau ustadz.

b)              Rekonstruksi konsep Pondok Pesantren abad ini.

Peran Pesantren pada Abad 21 M memang harus direposisi. Ia harus dapat melayani kebutuhan pendidikan ketika masyarakat memerlukannya, terutama ketika lembaga-lembaga pendidikan modern yang pada umumnya bersifat formal, belum mampu menembus kepelosok desa. Pada saat itu dunia pesantren menjadi simbol yang menghubungkan dunia pedesaan dengan dunia luar. Manifestasinya sebagai penghubung, tergambar dari pesantren yang beragam dalam proses pembangunan masyarakat. Ada yang bergerak dalam bidang pendidikan, ekonomi, pertanian, peternakan dan bimbingan moral atau kerohanian. Namun ada persamaan karakteristik yang melekat pada pesantren, yaitu semua berangkat dari sikap dan keyakinan agama, serta berbasis dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dinamika perkembangan masyarakat yang sangat pesat pada beberapa dasawarsa terakhir, memunculkan tuntutan-tuntutan baru dalam bidang pendidikan yang semakin beragam. Keragaman tuntutan pendidikan tersebut pada 21 gilirannya menimbulkan orientasi dan peran pesantren menjadi beragam pula. Identitas pesantren yang pada awal perkembangannya merupakan sebuah lembaga pendidikan dan penyiaran agama islam, kini identitas tersebut mengalami pergeseran sejalan dengan perkembangan masyarakat. Walau demikian, pergeseran yang dialami pesantren sama sekali tidak menjadikannya tercerabut dari akar kulturalnya.

Pesantren dengan karakteristik kemandirian dan independensi kepemimpinannya tetap memiliki beberapa fungsi, diantaranya:
1.          Sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transformasi ilmu pengetahuan agama dan nilai-nilai keislaman
2.          Sebagai lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial
3.          Sebagai lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial.

Sejalan dengan paparan diatas, pesantren terlibat aktif dalam mobilisasi pembangunan masyarakat desa, sehingga komunitas pesantren terlatih melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat yang menyebabkan terjalinnya hubungan yang harmonis antara santri dan masyarakat, antara kiai dan kepala desa. Sehubungan dengan fungsi dan peran pesantren tersebut, serta karakteristik yang dimilikinya menjadikan pesantren sebagai sumberdaya lokal sekaligus sebagai modal sosial lokal yang setrategis dalam upaya membangun masyarakat.

Dikatakan strategis, karena pesantren dan kiai dipandang sebagai “setali tiga uang” dengan masyarakat tradisional pedesaan. Lebih lanjut dikatakan bahwa pesantren menjadi pusat aktifitas masyarakat kepesantrenan, dimana kiyai, keluarga pengurus, para ustadz, santri dan keluarganya serta penduduk disekitar pesantren mempunyai sistem relasi yang tertata apik.

c)              Peran dan fungsinya sebagai pusat studi masyarakat

Fungsi atau peran pesantren terhadap perjalanan bangsa dan masyarakatnya dapat diformulasikan dalam beberapa konsepsi.

Perlu diperhatikan bahwa pesantren memiliki dua fungsi substantif.
1.          Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan yakni melaksanakan proses edukasi dengan tujuan utamanya melahirkan ulama yang intelek
2.          Pesantren adalah sebuah lembaga sosial kemasyarakatan yakni mencoba menjadi lembaga yang memberikan manfaat bagi masyarakatnya.
3.          Sebagai lembaga sosial pesantren berikhtiar menjadi institusi yang memberdayakan masyarakat baik melalui kegiatan keagamaan, kegiatan perekonomian maupun kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Selain dua fungsi di atas, pesantren juga berekspresi secarap positif terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di sekitarnya.

Respon-respon pesantren kemudian bermuara pada terbentuknya karakter masyarakat yang lebih baik dan struktural.
Pertama, pesantren menyikapi persoalan-persoalan aktual dengan luwes dan fleksibel.
Kedua,   pesantren dapat menjadi lembaga yang memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang ta’lim, ubudiah dan mu’amalah. Sehingga peran serta di masyarakat dapat terasa baik secara kecerdasan induvidu maupun sosial.

Salah satu prinsip primordial yang tetap dipegang oleh kalangan pesantren adalah kaidah “al-muhafadzah ala al-qadim al-salih wa al-ahzu ala al-jadid al-aslah” (mempertahakan warisan yang baik dan mengambil kepada sesuatu yang lebih baik). Pesantren memiliki dinamika yang seimbang dalam melihat sebuah kejadian yang sedang booming (Pangeran S. Naga.P, 2010).

d)              Pesantren sebagai mitra dalam pengembangan ekonomi umat

Pemberdayaan ekonomi masyarakat secara sepintas bukan merupakan tanggung jawab dari lembaga pendidikan seperti pondok pesantren. Namun, ketika menyimak kembali ajaran agama yang diperoleh dari pesantren, khususnya  engenai tolong-menolong dalam kebaikan, pesantren memiliki tanggung jawab yang sama dengan institusi-institusi lainnya.

Sikap sensitivitas terhadap kondisi perekonomian yang dihadapi masyarakat khususnya yang ada di sekitar pesantren. Hal yang biasanya dilakukan oleh pesantren adalah dengan melakukan pemberdayaan terhadap santri mereka dengan cara memberikan keterampilan dasar yang dapat menopang ekonomi saat santri telah keluar dari pesantren (Irwan Abdullah dkk, 2008).

Tetapi fakta kadang berkata lain. Di banyak pesantren di wilayah Indonesia ini, menunjukkan bahwa kehidupan social ekonomi masyarakatnya masih banyak yang belum berkecukupan (untuk tidak mengatakan miskin). Dalam penelitian yang dilakukan M.Murtadho diungkapkan, di Pandeglang terdapat 313 pondok pesantren, terdapat 3 perguruan tinggi agama dan ditambah berpuluh-puluh majelis taklim atau kelompok pengajian, tetapi realitas yang ada adalah keadaan masyrakat masih terkesan tradisional dan masih jauh dari kesan maju. Fakta ini tentu menjadi ironi, bukankah dalam agama terdapat spirit yang mengajak ummatnya untuk maju, terbebas dari penindasan dan lain sebagainya. Tetapi kadang memang terdapat alibi, bahwa pesantren adalah sebuah lembaga yang secara khusus hanya melakukan transfer pendidikan.

Urusan untuk meningkatkan kesejahteraan dan keberdayaan umat biarlah menjadi urusan pihak lain semisal pemerintah. Pesantren cukup pada urusan pembangunan mental dan spiritual ummat. Terlepas dari hal itu, sebenarnya kita juga tidak dapat memungkiri bahwa lembaga pendidikan agama adalah lembaga yang melakukan transfer nilai agama dan pada salah satu aspeknya bahwa agama sangat mendorong dan memotivasi ummatnya agar maju dan tidak terbelakang.

Oleh sebab itu suka atau tidak suka pesantren sebagai lembaga pendidikan agama memiliki kewajiban melakukan pemberdayaan masyarakatnya. Dalam Murthado, jika diklasifikasikan terdapat dua paradigma dominan dalam melihat peran serta pesatren dimasyarakat. Pertama adalah paradigma pesantren sebagai lembaga keulamaan. Dalam konteks ini pesantren dipahami hanya sebagai tempat pengajaran dan pembelajaran agama untuk untuk mencetak para calon ulama. Kedua adalah pesantren sebagai pusat pengembangan masyarakat.

Paradigm kedua adalah pesantren sebagai pusat pengembangan masyarakat. Paradigma ini beranggapan bahwa pesantren merupakan lembaga yang pantas dan strategis untuk pengembangan masyarakat. Pesantren dianggap mempunyai elastisitas yang tinggi dalam membentuk masyarakat dan mempunyai bahasa yang lebih dapat diterima dimasyarakatnya. Jika berangkat dari paradigma kedua, maka ruang pengabdian pesantren kepada masyarakat menjadi lebih luas. Terdapat dua pola yang diterapkan pesantren ketika menjadi pusat pengembangan ekonomi yaitu: pola pengembangan yang berpusat pada santri dan pengembangan yang berpusat pada masyarakat terutama masyarakat sekitar. Pada pola pertama, dibeberapa pesantren membuat program tambahan berupaka keterampilan interpreneur bagi santrinya. Tujuannya tentu selain memberikan bekal keagamaan, santri diharapkan punya skill untuk mereka kembali ke dunia masyarakat. Skill enterprenuer tersebut misalnya menjahit, berkebun, beternak, perikanan, sablon, komputer, seni kaligrafi, dan lain sebagainya. Pola kedua adalah, pesantren benar-benar menjadi pusat pemberdayaan masyarakat dimana ia berada.

Pada aspek ini pesantren tidak hanya mengelola bidang pendidikan bagi santrinya, tetapi pesantren juga menggarap kegiatan ekonomi yang melibatkan masyarakat. Tujuannya ada dua, yakni internal dan eksternal. Tujuan internal tentu saja dengan mengelola kegiatan ekonomi diharapkan pembiayaan pesantren yang besar dapat tersubsidi dari bidang ini.

Sementara tujuan eksternalnya adalah agar masyarakat mendapat manfaat lain dengan kehadiran pesantren terutama ekonomi. Efek ekonomis dari kegiatan ekonomi itu misalkan perputaran uang yang terjadi dilingkungan pesantren itu menjadi lebih besar dan banyak, dan terutama banyak melibatkan unsur masyarakat didalamnya.

Di beberapa pesantren ada yang memiliki sawah hingga puluhan hektar, ada yang memiliki kebun teh, kebun kakau, ada yang memiliki peternakan sapi dan kambing, keramba ikan dan lain sebagainya. Kegiatan ekonomi ini sangat membantu kelangsung biaya operasional sehari-hari dan sekaligus membantu perekonomian masyarakat sekitar juga.

Strategi kewirausahaan dan pengembangan ekonomi umat merupakan langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh oleh Pimpinan Pontren dalam menjadikan Pontrennya sebagai organisasi yang bersifat kewirausahaan. 

Menurut Lupiyoadi dan Wacik sebagaimana dikutip oleh Johar Permana dan Dharma Kesuma (2008) mengemukan strategi kewirausahaan mencakup pengembangan visi, dorongan inovasi, dan penstrukturan iklim kewirausahaan.

Dalam sebuah kunjungan kalau bukan disebut studi banding ke PP Darunnajah. Didapat beberapa indikator peran serta pesantren di tengah-tengah masyarakat sebagai komunitas pondok secara eksternal namun mampu memberi sumbangsih kepada pihak pondok.

Masyarakat merasakan kehadiran Pesantren seakan menjadi jembatan yang menyatukan mereka menjadi satu keluarga. Dari sanalah terjadi hubungan timbal balik yang saling membutuhkan satu sama lain(simbiosis mutuaisme).

1)         Pesantren yang Berbasis pada Pengembangan Imtak dan Iptek Abad 21 dan Pelestarian Budaya serta Kearifan Lokal.

Perbincangan tentang budaya dan kearifan lokal telah menjadi isu penting di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Munculnya isu tentang budaya dan kearifan lokal tersebut, di samping faktor lainnya, didorong oleh semakin berkembangnya isu globalisasi. Lokalitas kemudian dibicarakan dengan isu globalisasi tersebut dari berbagai aspek. Seiring dengan pertemuan antara nilai-nilai globalisasi dan nilai-nilai lokal, Hommy K. Babba (1994) kemudian mempekenalkan istilah glocalization atau glokalisasi sebagai salah satu dari bukti tentang kajian keduanya. Menurutnya, lokalisasi adalah sebuah proses pembauran antara nilai-nilai global dan lokal yang terjadi pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang yang cenderung berhadapan dengan invasi modernitas sebagai agen globalisasi.

Di Indonesia, interaksi antara nilai-nilai global dan lokal terjadi hampir di seluruh lapisan masyarakat, termasuk di Sukabumi, Jawa Barat.

Salah satu bentuk interaksi tersebut adalah dengan menguatnya budaya dan kearifan lokal Kelurahan Karamat Kecamatan Gunungpuyuh, Kota Sukabumi Utara. Untuk lebih jauh membahas budaya dan kearifan lokal Kota Sukabumi sebagai salah kota santri dan warisan pendiri para pejuang kemerdekaan RI, terlebih dahulu perlu dipaparkan mengenai konsep kearifan lokal, globaliasi dan lokalisasi. Pemaparan tersebut paling tidak dapat menjadi bingkai alternatif untuk memahami pentingnya memperkenalkan budaya dan kearifan lokal Kelurahan Karamat – Gunungpuyuh, Sukabumi Utara ke dalam khazanah akademik. Pembahasan akademik tersebut pada gilirannya dapat menjadi ide pendorong usaha inventarisasi, revitalisasi, dan improvisasi dari nilai-nilai budaya dan kearifan lokal dalam tata kemasyarakatan modern di Sukabumi khususnya dan di Jawa Barat pada umumnya.

Budaya merupakan bahasan yang telah lama dibicarakan dalam berbagai kajian, utamanya dalam ranah kajian antropologi. Dengan memperhatikan dan menghimpun pendapat para ahli antropologi terkemuka seperti William Haviland, Bronislaw Malinowki, EB Taylor, A.L Krober, Ralph Linton, Clyde Clukhon, Reger K Kessing, Kuntjaraningrat, dan Irwan Abdullah, Zaenuddin Prasojo (2013:18-19) menjelaskan bahwa kebudayaan atau budaya mengandung tiga peran penting  yaitu budaya sebagai sistem makna, budaya sebagai hasil belajar, dan budaya yang didasarkan pada simbol-simbol. Dengan demikian, budaya dan atau kebudayaan merupakan nilai yang berasal dari proses kehidupan manusia dalam bermasyarakat yang memiliki kecerdasan-kecerdasan yang bersumber dari nilai-nilai tersebut. Jika demikian, suatu kebudayaan sangat terkait dengan masyarakat.

Oleh karena itu pula, kecerdasan yang ada dalam kebudayaan tersebut menjadi kearifan yang penting bagi masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut pula. Kearifan lokal yang menjadi istilah penting dalam pembahasan kebudayaan juga lahir dalam kerangka proses perkembangan kebudayaan yang cenderung reproduktif. Irwan Abdullah (2010:42) menyatakan bahwa diskusi dan penelitian mengenai proses reproduksi kultural atau budaya yang menyangkut kebudayaan asal dan pemaknaan kembali kebudayaan asal tersebut penting untuk dikembangkan karena masih belum terlalu diperhatikan.

Kearifan lokal, dengan demikian, merupakan nilai-nilai unik yang berasal dari sebuah kebudayaan masyarakat yang dapat menjadi ciri kebudayaan terebut dan dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat lain.


2)         Sejarah Budaya dan Kearifan Lokal Kelurahan Karamat-Kecamatan Gunungpuyuh

Kasepuhan Ciptagelar terletak di Kampung Ciptagelar yang berada di kawasan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat; atau tepatnya di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia  misalnya, memiliki kearifan lokal yang baik dan penting bagi mereka seperti gotong royong dan jiwa karsa yang kuat. Jika Abah Anom sebagai kasepuhan memberikan sumbangan 100 truk batu untuk membangun jalan maka masyarakat desa tersebut akan bergotong royong untuk membangun jalan desa dan melakukan iuran sehingga jalan di seluruh desa tersebut seluruhnya layak untuk dilewati oleh kendaraan.

Hal ini akan menjadi berbeda jika bantuan aspal dan pasir tersebut diberikan kepada masyarakat sebuah desa di Kelurahan Karamat, misalnya. Belum tentu pekerjaan pengaspalan jalan berjalan dengan baik karena nilai budaya di Kelurahan Karamat berbeda degan nilai budaya mayarakat Kasepuhan Cipta Gelar. Kearifan lokal sebuah masyarakat belum tentu juga dapat berlaku pada masyarakat lain yang berbeda.

Namun ada juga kearifan lokal dari sebuah budaya masyarakat yang dapat berlaku di tempat lain. Panganan Mocci Kaswari misalnya, yang menjadi kearifan lokal mayarakat Sukabumi telah mampu menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia bahkan bersaing di kancah Internasional. Kearifan lokal panganan tersebut telah menjadi inspirasi kuliner tidak hanya pada masyarakat Sukabumi tetapi juga luar negeri seperti di luar negeri.


Bagaimana dengan budaya dan kearifan lokal Kelurahan Karamat – KecamatanGunung Puyuh?

Kajian ini merupakan sebuah usaha inventarisasi dan untuk melihat proses revitalisasi budaya Kelurahan Karamat yang ternyata memiliki kearifan yang penting bagi Masyarakat Sukabumi khususnya dan bagi Masyarakat Jawa Barat pada umumnya. Budaya Karamat meliputi beberapa tokoh-tokoh dan terdapat situs penting dengan sejarah yang menyertai mereka.

Tokoh dan Simbol Kearifan Lokal Kelurahan Karamat.

Setidaknya ada tokoh utama dan simbol penting dalam proses perkembangan budaya dan kearifan Kampung Karamat.

1.        Abuyya Thayyib.
Beliau adalah seorang ulama yang memiliki andil penting dalam sejarah perkembangan Islam di Gunungpuyuh, khususnya di wilayah Karamat dan sekitarnya.
Kiprah beliau menjadi inspirasi bagi banyak orang, termasuk mubaligh dan ulama setempat. Karena kealiman dan ulamaannya, tokoh yang juga dikenal dengan Engking ini memiliki murid yang banyak yang ingin belajar untuk menuntut ilmu agama Islam dan ilmu kehidupan lainya. Cerita tentang perjuangannya dari beberapa keluarga dan muridnya yang menjadi pangkal cerita budaya Kampung Karamat dan menjadi pegangan bagi masyarakat.
Kedekatan belaiu dengan H. Lathief dan Ma Erum menjadi wasilah berdirinya sebuah pondok psantren Dzurriatan Thayyibah, yang mana pondok ini diasuh oleh Kyai Haji Mulyadi, warga sekitar menyebut Abah Iyad. Beliau adalah menantu dari Engking Thayyib tersebut karena putrinya yang bernama Dedeh menikahi Abah.
Perjalanan selanjutnya, kifrah pondok tersebut bermetamorfosa menjadi pondok modern Hayatan Thayyibah.Yang diasuh oleh Prof. KH. Solahuddin Sanusi.

2.        Karamat Randu.
Merupakan nama sebuah Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang penting dalam kisah budaya Karamat dan menjadi simbol utama budaya tersebut. Randu adalah sebuanh pohon yang biasanya digunakan untuk menyepi seorang tuan Guru yang menjadi pemimpin spiritual dan penjuang kemerdekaan yang namanya tidak disebutkan. Beliau sengaja membuat tempat peristirahatan di tengah-tengah kampung Karamat, agar setiap orang yang datang ke sana bisa mampir ke tempatnya. Sampai hari ini, pohon tersebut dijadikan salah satu ikon sejarah Karamat Randu.

3.        Sungai Cipelang dan Cipada.
Salah satu kekayaan yang jarang dilirik oleh masyarakat adalah optimalisasi manfaat dan fungsi sunagi bagi kehidupan. Sungai Cipelang dan Cipada berawal dari Cinangka dan Cisepan dan berakhir di wilayah yang dikenal dengan nama Sungapan. Untuk beberapa kampung yang masih memiliki lahan sawah dan perkebunan kedua sungai ini mejandi penopang kelangsungan pertanian dan perkebunan karena kedua sungai ini airnya hampir mengalir sepanjang tahun. Sekitar tahun 1970 – 1997 Sungai tersebut sebagai pilar utama budaya Karamat  memiliki nilai strategis bagi kehidupan masyarakat bertani dan berkebun. Dalam sejarahnya, melalui sungai inilah para pendiri Pesantren Hayatan Thayyibah mendapatkan inspirasi dan titik terqang pembangunan sebuah. Sungai Cipelang dan Cipada merupakan salah satu urat nadi kehidupan masyarakat pada saat itu karena memiliki nilai hitoris, sosiologis, dan bahkan ekonomis bagi mayarakat Kampung Karamat.

4.        Para Pelopor Perintis Pesantren Hayatan Thayyibah
Prof. KH. Solahuddin Sanusi, KH Mulyadi, H. Solihin Adi Saputra, SE, KH. A. Dzaki Salim, MA., KH. Yusuf Asy’arie  dan Dr. H. Toto Pribadi

Salah satu tokoh masyarakat dan Ulama yang berpengaruh terhadap perkembangan kampung Karamat dan Pondok Pesantren Hayatan Thayyibah khususnya adalah KH. Mulyadi. Beliau adalah salah satu menantu dari KH. Abuyya Thayyib atau Engking  yang disebutkan di atas. Karena sepak terjangnya yang berani dengan ditemani oleh keponakannya Ustadz Muhtar, S.Ag, M.Pd beliau merintis sebuah Pondok Pesantren yang bersifat konservatif  dengan nama Dzurratun Thayyibah.

Namun, atas dukungan warga dan keluarga beliau mendapat tempat untuk membuka pintu dakwah sehingga beliau menggalang dana dengan H.. Solihin Adi Saputra , SE untuk merintis sebuah Yayasan Abul Yatama yang bergerak di bidang Pendidikan, Sosial, Ekonomi dan Kesehatan. Perlu diketahui, bahwa Haji Solihin adalah adik dari KH. Mulyadi. Hanya saja ayahnya berbeda dari satu ibu dengan KH. Mulyadi. Adapun ayah H. Solihin adalah Ma'ad Bin Enen.

Sebelum mewujudkan rencana tersebut H. Solihin Adi Saputra, SE membangun sebuah Masjid Jami’ pertama terbesar di Kecamatan Gunung Puyuh, dengan nama Abdurrahman Bin ‘Auf yang dijadikan sebagai pusat Pembinaan Masyarakat dan Dewan Silaturahmi para alim ulama di se-Kokab Sukabumi.

Seiring dengan kebutuhan dalam melebarkan pintu dakwah diberbagai bidang akhirnya pula Pondok Pesantren hayatan Thayyibah,

o     Bidang Pendidikan Keagamaan dikelola oleh Prof. KH. Solahuddin sanusi, Ustadz Jayadi Sutedja dengan H. Juansih, S.Ag
o     Bidang Pendidikan Formal dikelola oleh Drs. KH. Yusuf  Asy’ariy
o     Dibidang Ekonomi kerakyatan dan perbankan didirikan Yayasan Abul Yatama, dan
o     Bidang Kesehatan dikelola oleh Grup Metro Ikhlas, Jakarta.

Setelah berkembang, tahun demi tahun, pengelolaan semua sektor tersebut diambil alih oleh Keluarga Besar Tommy Suharto dengan Yayasan Bimantara. Seiring waktu yayasan tersebut kemudian dialihkan kepada Yayasan Amal Ikhlas , Jakarta.

5.        Masjid Jami Abdurrahman Bin ‘Auf

Sejak pertama dibangun sekitar tahun 1990 sampai dengan 1997 masjid terebut telah mengalami 2 kali perubahan. Tanah yang diwaqafkan dari H. Thoha tersebut selanjutkan dijadikan beberapa lokal dalam pelayanan masyarakat di antarnya adalah Poskestren dan Klinik Amal Ikhlas untuk pelayanan kesehatan secara gratis. 

3)         Revitalisasi Kesenian Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal

Usaha untuk inventarisasi kesenian yang berbasis pada budaya dan kearifan Desa Karamat telah dilakukan oleh Pondok Pesantren Hayatan Thayyibah sebagai salah satu komponen penting masyarapat Karamat. Bahkan, Pondok Pesantren Hayatan Thayyibah telah mampu menginisiasi untuk proses inventarisasi tersebut.

Bidang-bidang kesenian yang dikembangkan dan diinventarisir di antaranya adalah :
1.          Muhadloroh
2.          Pembiasaan Bahasa Asing yakni Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.
3.          Hadlroh
4.          Marawis
5.          Nasyid Acapella
6.          Seni Angklung
7.          Seni Penca Silat Tenaga Dasar
8.          Seni Qiro’ah al Qur’an
9.          Seni Membaca Al Hadis

Inventarisasi tersebut telah dipublikasikan, di antaranya :
1.          Inisiasi Lomba antar Pelajar se-Kokab Sukabumi tingkat SMP dan SMA dibidang oleh raga yang populer di kalangan remaja seperti Futsal dan Basket, di bidang seni seperti Drama Singkat (short movie), Nasyid acapella, pidato atau Muhadloroh, Melukis dan Kaligrafi, Debat bahasa Inggris, Tahfizul qur’an dan Cerita Islami. Sehingga di beberapa event Pondok Pesantren Hayatan Thayyibah dijadikan sebagai pusat pelatihan MTQ tingkat provinsi.
2.          Selain melalui publikasi Karya Seni dan Olah Raga, hasil olahan (kuliner) pun terus berinovasi seperti minuman ekstrak markisa dan yagurt handmade. Usaha sosialisasi yang terencana dan terukur melalui publikasi tulisan akan mendapatkan hasil yang signifikan.
3.          Situs-situs yang ada di Desa Karamat perlu diaktualisasikan dan dilestarikan. Situs-situs tersebut adalah maqam “Karamat Randu”, masjid “Abdurrahman Bin ‘Auf”, dan sungai”Cipelang dan Cipada) yang memebelah pondok Pesantren Hayatan Thayyibah.
4.          Hadrah atau kesenian Duffuf atau marawis ini sebenarnya merupakan kesenian yang lazim ditemukan di lingkungan pesantren. Dalam budaya Pondok, kesenian hadrah juga berkembang dengan baik. Pesantren hayatan Thayyiabh telah lama memiliki kelompok kesenian Hadran. Anggotanya juga berasal dari kalangan ustadz dan santri.
5.          Muhadloroh atau Pentas Pidato.
6.          Seni Angklung
7.          Bela diri Penca Silat Tenaga Dasar (PSTD)
8.          Penutur Cerita Rakyat cerita yang khas tentang asal muasal Maqam Karaat Randu, Gua Monyet dan Gulung Kasur. Dapat dikatakan bahwa peminat cerita rakyat tersebut nyaris tidak ada karena penutur cerita tersebut sebagai saksi sejarah hanya terbatas pada tokoh-tokoh tua saja.
9.          SAPALA kepanjangan dari Santri Pecinta Alam. Mungkin sebagian kecil peserta atau anggota SAPALA tersebut, yakni di anataranya terdiridari para santri dan asatidz yang masih kuat untuk mengadakan hiking dan menaiki gunung.
10.       Seni Qiro’ah al Qur’an.
11.       Seni Membaca Al Hadis.


PROGRAM KERJA BIDANG KEASRAMAAN
SMA PESANTREN TERPADU
HAYATAN THAYYIBAH
2019

PROGRAM KEASRAMAAN

1)         Kepesantrenan dan Kajian Kitab
2)         Mukhoyyam al Qur’an
3)         Pelatihan Sholat Khusyu’
4)         Seminar “Belajar Cepat Mebaca Kitab Kuning.”
5)         Buka puasa bersama dan ta’zil on teh road
6)         Lomba-lomba
a.           Muhadloroh
b.          K3
c.           Bakti Sosial
d.          Haiking dan tadabbur alam
e.           Olah raga pagi setiap hari ahad
f.           Musabaqah Tilawah dan Tahfizul al Qur’an
g.          Menulis Kandungan al Qur’an
7)         ESQ (pembinaan santri tiap pekan).
8)         Pelatihan Hypnoteraphy (merubah mind set ke arah positif).
9)         PHBI
Isra wal Mi’raj
Idul Adlha
Tahun Baru Muharram     
Maulid Nabi Muhammad Saw.
10)         Membuka program Takhashush yakni Program Tahfizul Qur’an kelas Tafawwuq selama 1 tahun dan mendalami ilmu Hadis, Qiro’ah bersanad dan Imla’iyah.
11)         Tadabbur alam, yakni kegiatan mengisi masa libur dengan mendaki gunung atau baksos.
12)         Dauroh Qur’an yakni pemantapan dan pendalaman ulumul qur’an dan cara cepat mengahafal al Qur’an.
13)         Seminar Pelatihan Ruqiyah.
14)         Ijazah Metode Belajar Tajwid bersanad
15)         Sertifikasi al Qur’an yakni ijazah al Qur’an
16)         Pentas malam Kreasi Seni Santri, malam keakraban antara angkatan.
17)         Amaliah tadris utk kelas XII sebagai syarat kelulusan
18)         Praktikum menjadi imam  sholat
19)         Menggagas santri peduli pondok pesantren yang secara struktural berada di bawah mudabbir (wali asrama). 

20)         Program pembelajaran berbasis kebutuhan dasar santri sesuai dengan sunah Nabi Saw., mulai gerakan, bacaan dan makna.

Lampiran 1 :







بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
TIGA CIRI ORANG YANG MEMILIKI SIFAT IKHLAS

Dzun Nuun Al-Misri menyebutkan tiga ciri tanda seorang manusia memiliki sifat ikhlas:
1. Tetap merasa sama antara pujian dan celaan orang lain.
2. Melupakan amalan kebajikan yang dulu pernah diperbuat.
3. Mengharap balasan dari amalan di Akhirat (dan bukan di dunia).


[At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, An Nawawi, hal. 50-51, Maktabah Ibnu ‘Abbas, cetakan pertama, tahun 1426 H]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menjaga kehormatan, ikhlas, malu dan zuhud

Salah satu hal terpenting dalam membangun kepribadian seseorang muslim adalah sikap terhadap diri, orang lain dan lingkungan sekelilingnya. ...