Sabtu, 06 April 2019

Sapala (Santri Pecinta Alam)

Tadabbur Alam
di Alun-alun Surya Kencana


UNBK tinggal menunggu jam, kakak kelas kami yang sekarang duduk di bangku kelas XII SMA Pesantren Hayatan Thayyibah tengah siap-siap menghadapi UNBK. In sya Alloh ujiannya dilaksanakan pada tanggal 1 - 4 April 2019, lalu dilanjut pada tanggal 8 April 2019. Kami mendo’akan semoga kalian mendapatkan hasil terbaik dan memuaskan.
Seperti para remaja seusia kami, libur adalah hari yang ditunggu-tunggu. Maklumlah, jarang-jarang loh bisa libur cukup lama dan kumpul dengan keluarga. Kalian tahu kan, kalau kami sehari-hari tinggal di pondok jarang bisa kumpul sama orang tua,  ketemu sama temen-temen lama?
Namun, ada yang tidak biasa loh ... Kali ini, kami manfaatkan hari libur untuk kegiaran tadabbur alam. Heem.... Apa engga cape tuh tadabbur alam? Biasanya kegiatan tersebut, di tempat terbuka kan? Lagian, bukannya kemaren sudah Mukhoyyam di Villa Cantik? Emang sih Gan... Kalau kemaren kita Mukhoyyam bil Quran, sekarang kami akan Mukhoyyam bil’alam di puncak Gunung Gede, tepatnya di Alun-alun Suryakencana. Hore..... !
Kalian pastinya penasaran, coba aja googling ada kok alun-alun di puncak sana. Malah sudah masuk destinasi wisata favorit dan tercatat sebagai salah satu warisan paru-paru dunia yang dilindungi kelesatriannya. Pokoknya dijamin seru.
Kami harus mendaki Gunung Gede dengan kemiringan 45-50 derajat. Bayangkan selama 4 - 5 jam, kami harus memompa adrenalin sepanjang jalan sampai akhirnya tiba di tempat tujuan.
Awalnya, kami engga merencanakan kegiatan tersebut, tapi beberapa sahabat kami yang tinggal jauh di luar kota, ada yang dari Dumai, Kepualain Riau, Bekasi, Bandung, Bogor, Depok dan Jakarta. Mereka sehati emoh pulang kampung sehingga menginisiasi untuk hiking dan climbing ke Puncak Gunung Gede. Alhamdulillah, gayung bersambut ada asatidz yang ikut juga loh... Ust Rezhi sama Ust Abiyyu yang menemani perjalanan kami ke sana. Mantul ....!
Kami belum pernah memanjat gunung dengan ketinggian 2750 - 3000 mdpl. Hanya mereka yang bernyali saja yang berani menerobos kegelapan malam menyusuri jalan setapak dan semak-semak berduri di sepanjang jalan menuju lokasi. Kami berangkat dari arah timur menuju barat, tepatnya Cipanas - Cianjur, Sukabumi, Jawa Barat.
Kami berangkat dari Terminal Bus menuju Cianjur turun di Pasar Cipanas. Dari belakang Pasar yang merangkap terminal ini kita naik mobil angkot ke Gunung Putri



Di  Pos Penjagaan Gunung Putri (1.450 mdpl), pendaki wajib melapor dan menunjukkan surat - surat perijinan dan akan dilakukan pemeriksaan terhadap barang-barang bawaan. Untuk barang yg dilarang seperti pisau, radio, sabun, odol, dll. akan diminta oleh petugas. Pada saat keluar Taman Nasional juga akan dilakukan pemeriksaan kembali serta wajib memperlihatkan sampah yang dibawa turun sisa-sisa pemakaian kamisendiri. Di setiap pintu taman ada tempat untuk membuang sampah
Pendakian awal berupa jalan setapak yang melintasi kebun penduduk, yang selanjutnya akan menyeberangi sungai kecil. Setelah melewati sungai jalur mulai menanjak dan kamiakan menemukan pipa air minum yang disalurkan untuk keperluan penduduk sekitar.
Satu jam perjalanan dari pipa air pendaki akan sampai di Pos Tanah Merah yang berupa bangunan bekas kantor Taman Nasional yang sudah tidak terpakai di ketinggian 1.850 mdpl. Jalur semakin menanjak dan melintasi akar-akar pepohonan, suasana hutan semakin lebat dan mencekam, setelah berjalan sekitar 1,5 jam akan sampai di Pos Legok Lenca diketinggian 2.150 mdpl.Jalur berikutnya semakin curam dan licin terutama di musim penghujan, di beberapa tempat medan sempit sehingga pendaki harus ke pinggir bila berjumpa dengan pendaki dari arah berlawanan.
Pos berikutnya adalah Buntut Lutung yang berada di ketinggian 2.300 mdpl. Tempat ini agak lega sehingga bisa beristirahat rame-rame setelah melintasi jalur sempit. Jarang sekali ada pendaki yang membuka tenda di pos-pos di sepanjang jalur gunung putri. Selain tempatnya sempit dan tidak ada sumber air, pendaki lebih suka bersusah payah sekuat tenaga untuk sampai di Alun-Alun Surya kencana dan berkemah di sana.
Sebelum sampai di lapangan terbuka Surya Kencana kamimasih harus melewati dua pos lagi yakni Pos Lawang Seketeng (2.500 mdpl) dengan medan yang semakin terjal dan semakin menguras tenaga, serta Pos Simpang Maleber (2.625 mdpl).
Pos yang ada berupa bangunan untuk duduk yang dilengkapi dengan atap yang disangga satu tiang seperti payung. Seperti pos-pos yang lainnya tiang penyangga atap sudah roboh semua. Dari Pos Simpang Maleber lintasan sudah landai alun-alun Surya Kencana sudah nampak di depan mata. Untuk menuju Pusat Keramaian Alun-Alun ( Kilometer Nol ) kamiharus berjalan ke arah kanan mengikuti aliran sungai kecil yang berada tepat di tengah-tengah lapangan.
Selanjutnya dari Km-0 kamike kanan mendaki bukit terjal berbatu yang banyak ditumbuhi edelweis untuk menuju puncak Gn. Gede. Sedangkan untuk turun kembali lewat jalur Selabintana kami harus berjalan lurus.



Abiyu, Alif, Gulam, Fauzan Rafiqi, Ravi, Daffa, Afghan, Ajie, Imam, 
Ust. Abiyyu, Afif, Fauzan Syaoqi, Widodo, Rafli, Rifqi Nuriyasin, 
Rizki dan Ust. Rezhi (Dari kanan ke kiri)

Salam kami dari Generasi ke-20
Semoga SMA Pesantren Hayatan Thayyibah
ke depan lebih maju dan lebih baik lagi
Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menjaga kehormatan, ikhlas, malu dan zuhud

Salah satu hal terpenting dalam membangun kepribadian seseorang muslim adalah sikap terhadap diri, orang lain dan lingkungan sekelilingnya. ...